HIDUPKATOLIK.COM – “Gereja masa depan sangat bergantung pada SDM khususnya orang muda,” ujar Uskup Bogor, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM, terkait dengan bagaimana memaknai perayaan 125 tahun Katedral Beatae Mariae Virginis Bogor. Ia berharap, orang muda terlibat aktif di Dewan Paroki. Berikut ini nukilan wawancara dengan Mgr. Paskalis beberapa waktu lalu.
Apa makna Perayaan 125 tahun Katedral Bogor bagi Monsinyur?
Perayaan ini merupakan suatu bentuk syukur kepada Tuhan yang mengizinkan kita mengembangkan kerajaan-Nya. Selain itu, perayaan ini juga merupakan bentuk apresiasi kita terhadap proses evangelisasi yang sudah dimulai 125 tahun yang lalu. Evangelisasi itu tentu dimulai dengan semangat tinggi oleh para misionaris awal yang datang dari Negeri Belanda dan menyerahkan hidup kepada Tuhan. Mereka menimba semangat misionernya dari amanat agung Tuhan Yesus.
Bagaimana umat, tak hanya Paroki Katedral tapi juga umat Bogor memaknainya di paroki masing-masing?
Kedudukan Katedral dalam sebuah keuskupan memang unik dan khusus. Katedral menjadi gereja utama dari gereja-gereja lainnya dalam suatu keuskupan, karena Katedral menjadi simbol kesatuan Keuskupan ini. Dari semua gereja-gereja di Keuskupan, Katedral menduduki tempat yang paling utama. Katedral menjadi simbol kesatuan dari Gereja lokal. Di gereja inilah, kehidupan Keuskupan mendapat wujud kepenuhannya. Di sinilah tindakan paling agung dan kudus dari tugas Uskup untuk menguduskan dilaksanakan, terutama melalui liturgi dan doa resmi Gereja yang dirayakan untuk menguduskan umat dan menyembah serta memuliakan Allah. Katedral juga merupakan simbol otoritas ajaran dan kuasa mengarahkan serta memimpin oleh Uskup. Karena itu sukacita kegembiraan 125 tahun ini harus meluas sampai ke paroki-paroki dan umat di akar rumput.
Karena masih pandemi, disebut Semarak 125, bagaimana mengambil hikmahnya?
Paus Fransiskus mengingatkan kita agar tidak perlu putus asa menghadapi krisis masa kini, terutama akibat pandemi. Krisis selalu menuntut agar seluruh diri kita hadir pada masa kini, kita tidak dapat mengundurkan diri, menarik diri ke belakang dengan cara-cara hidup lama dan peran-peran lama. Belajarlah dari orang Samaria yang baik hati, di hadapan orang yang terkapar derita, dia berhenti, menaruh perhatian, bertindak, melibatkan diri dalam dunia dan derita orang yang terluka itu, dan dengan demikian dia menciptakan tindakan untuk masa depan yang baru. Walaupun di tengah pandemi, semarak perayan ini tetap dapat kita rasakan dengan cara-cara baru melalui layanan daring. Seluruh kegiatan seperti gelar wicara, perlombaan, Misa, dan masih banyak lagi dapat rasakan secara virtual.
Apa tantangan yang dihadapi umat Katedral saat ini?
Tantangan ke depan adalah mempertahankan keteguhan iman yang berkaitan akan cinta kepada Gerejanya, tekun dalam iman kepercayaannya, dan berusaha memberikan sumbangsih yang terbaik untuk gerejanya maupun di masyarakat. Bidang-bidang yang berkaitan dengan relasi antarumat beragama juga diharapkan untuk terus berkembang. Paroki ini juga memiliki status khusus sebagai paroki utama. Selain bangunan fisiknya yang khusus juga berkaitan dengan pratik kehidupan menggerejanya. Berharap seluruh pastor dan umat Katedral menyadari posisi khusus atau utama tersebut. Sehingga dapat menjadi teladan dalam berliturgi, menghidupi sakramen, berelasi dengan masyarakat, dan memajukan dalam kehidupan gereja bagi paroki-paroki lainnya.
Apa harapan ke depan, khususnya generasi muda Katedral?
Saya membayangkan Gereja masa depan adalah Gereja yang bertumbuh dan berkembang berdasarkan keadaan sekarang ini. Gereja masa depan sangat bergantung pada SDM khususnya orang muda. Kita harus memperhatikan bagaimana mereka menghidupi imannya dan bagaimana mereka didampingi. Sehingga kita dapat tenang membayangkan Gereja kita masih dapat bertumbuh dan berkembang karena kita memiliki orang-orang muda.
Tentunya mereka tidak langsung terbentuk sempurna sekarang namun setiap manusia pasti berada di masa proses di mana mereka bisa di titik puncak semangat melayani, bisa juga berada di titik yang kurang baik. Namun pada akhirnya merekalah yang menjadi penanggung jawab Gereja. Para senior harus memberikan kesempatan, mereka juga harus memberi warna dan duduk di Dewan Paroki dalam konteks pastoral dan keuangan agar dapat belajar dan terlibat dalam pengambilan kebijakan.
Aloisius Johnsis (Bogor)
HIDUP, Edisi No. 34, Tahun ke-75, Minggu, 22 Agustus 2021