HIDUPKATOLIK.COM – PERTAMA kali menahbiskan imam (6/8/2021), setelah ia ditahbiskan menjadi Uskup Keuskupan Sibolga (Kamis, 29/7/2021), Mgr. Fransiskus Tuaman Sasfo Sinaga, setidaknya menyampaikan dua pesan penting kepada enam neomis (imam yang baru ditahbiskan). Nasihat pertama, agar para imam melayani umatnya dengan sebaik-baiknya dan dengan sukacita, bukan dengan marah-marah. Nasihat kedua, agar para neomis menjadi seorang imam yang inklusif, bukan yang eksklusif. Imam Katolik harus mampu bergaul dengan semua kalangan masyarakat, berjumpa dan berdialog dengan tokoh-tokoh agama lain; juga dengan kalangan pemerintah.
Nasihat tersebut sebetulnya tak hanya ditujukan kepada keenam imam baru tetapi kepada semua orang yang memegang jabatan sebagai imam (presbiterat). Imam yang melayani dengan sukacita dan imam yang inklusif alias terbuka terhadap semua orang. Tidak hanya itu tentu. Selain melayani dengan sukacita dan inklusif, dari seorang imam diharapkan (baca: dituntut) suatu pengorbanan diri secara total kepada Gereja yang dilayaninya. Saat ditahbiskan, kepada sang gembala utama (uskup), tertahbis telah berjanji untuk taat sepenuhnya sehingga di mana, ke mana pun seorang imam ditugaskan, ia harus taat dan dengan sepenuh hati menjalaninya hingga menghasilkan buah berlimpah.
Di masa pandemi ini, pengorbanan dari para imam sangat ditunggu-tunggu umat yang sedang terguncang oleh situasi yang mendera ini. Tentu saja para imam perlu juga menjaga keselamatan dirinya agar jangan sempai ikut terpapar. Dalam sebuah media nasional diberitakan, seorang imam Ortodoks di Rusia rela mengenakan pakaian hazmat yang berfungsi sebagai alat pelindung diri (APD) untuk menjumpai umat di rumah atau rumah sakit memberi peneguhan kepada para penderita Covid-29 ini. Kehadirannya merupakan tanda kehadiran Kristus yang datang memeluk sang penderita. Hal itu menjadi kekuatan tersendiri bagi para penderita. Contoh lain, saat pandemi mengguncang Italia, seorang imam berkeliling dari rumah ke rumah sambil mentakhtakan Monstrans di tangannya agar umat yang tidak bisa hadir di gereja secara fisik dapat merasakan kehadiran Sakramen Mahakudus dalam diri mereka.
Dalam Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam dalam Dokumen Konsili Vatikan II artikel 6, dikatakan, “Meskipun para imam mempunyai kewajiban terhadap semua manusia, namun secara khusus hendaknya mereka memperhatikan orang-orang miskin dan lemah. Tuhan sendiri telah menunjukkan bahwa Ia bersekutu dengan mereka dan penginjilan mereka merupakan tanda karya Mesias”. Masih di artikel yang sama dikatakan, “Akhirnya hendaknya para imam sangat prihatin terhadap orang-orang sakit dan orang-orang yang menghadapi maut. Mereka hendaknya dikunjungi dan diteguhkan dalam Tuhan.”
Oleh karena itu, dalam situasi pandemi, para imam perlu mencari cara bagaimana mengetahui kondisi umatnya, terutama mereka yang sakit atau terpapar. Mereka sangat membutuhkan peneguhan. Tampaknya, pelayanan rohani secara daring tak cukup memadai, terutama terhadap mereka sebagaimana diamanatkan oleh Konsili Vatikan II tadi.
HIDUP, No. 33, Tahun ke-75, Minggu, 15 Agustus 2021