HIDUPKATOLIK.COM – Di tengah dunia yang dipandang kurang bersaudara, terlebih di masa pandemi Covid-19, seorang pemimpin harus memiliki sikap belarasa. Contoh konkret ajakan untuk belarasa adalah seruan Paus Fransiskus yang menerbitkan Ensiklik “Fratelli Tutti” untuk mendorong persaudaraan dan persahabatan sosial.
Pokok-pokok seruan Paus Fransiskus di tengah dunia yang kurang bersaudara ini disampaikan oleh Mgr. Adrianus Sunarko OFM, Uskup Keuskupan Pangkal Pinang sekaligus Pembina Yayasan Bhumiksara, Sabtu, 21/8/2021, pada Webinar Series Kepemimpinan Berintegritas Bhumiksara (KBB).
Webinar yang mengangkat tema “Pemimpin yang Berbelarasa” ini menghadirkan juga Ketua Presidium Dewan Pengurus Pusat (DPP) Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Justina Rostiawati dan Koordinator Gerakan Urun.id, Odilia Stefani Salim dan Ricky Wijaya. Hadir memberikan sambutan, Ketua Organ Pengurus Yayasan Bhumiksara, Francisia Ery Seda. Selaku moderator diskusi adalah Immanuel Manurung, Bhumiksarawan yang saat ini berkerja sebagai ASN yang membidangi ekspor produk pertanian dan kehutanan.
Menurut Mgr. Sunarko, Ensiklik Fratelli Tutti ini dilatarbelakangi analisis sosial di mana dunia saat ini dipandang menjadi kurang bersaudara. Di tengah kurangnya kepekaan sosial, pemimpin tertinggi umat Katolik ini menyerukan bahwa tradisi Kristiani adalah kasih persaudaraan atau belarasa. Menurut Paus Fransiskus, contoh terbaik dari pengembangan sikap belarasa adalah kisah perumpamaan dalam Kitab Suci, yaitu orang Samaria yang baik hati.
Dalam kisah tersebut, pribadi orang Samaria yang baik hati tersebut merupakan contoh sikap belarasa yang tidak memandang latar belakang siapa yang ditolong. Orang Samaria tersebut melihat dan tergerak hatinya oleh belas kasihan. Ia membalut luka-luka, menaikkan orang tersebut ke atas keledai, membawa ke tempat penginapan dan merawatnya, serta meminta tolong pemilik penginapan agar merawat dan akan membayar bila titipan dananya nanti kurang.
“Orang Samaria yang baik hati adalah contoh belarasa yang didasari sikap kasih,” ucap Mgr. Sunarko yang merupakan Guru Besar di STF Driyarkara, Jakarta ini.
Arah tindakan dalam Ensiklik Fratelli Tutti menurut Mgr. Sunarko dilakukan dalam konteks pribadi, budaya, dan politik.
Dari sisi pribadi, seruan untuk persaudaraan universal menyentuh lubuk hati masing-masing pribadi yang terdalam. Salah satu seruan Paus Fransiskus adalah bahwa kekerasan tidak pernah merupakan keyakinan dasar religius kita.
“Tuhan yang Mahakuasa tidak perlu dibela oleh siapapun. Ia tidak ingin, bahwa nama-Nya digunakan untuk melakukan tindakan terror pada sesama,” ujar Mgr. Sunarko.
Dalam konteks budaya, Paus Fransiskus mengedepankan budaya dialog, yaitu mendekati, berbicara, mendengarkan, memandang, mengenal dan memahami satu sama lain, serta menemukan dasar bersama.
Dalam konteks politis, seruan ini mengandung cinta kasih politis yang diungkapkan dalam semangat keterbukaan kepada setiap orang. Para pemimpin pemerintah menurutnya harus menjadi yang pertama untuk rela berkurban apabila terjadi permasalahan sosial di masyarakat.
Aksi Nyata Belarasa
Yustina Rostiawati dalam paparannya menyampaikan bahwa WKRI yang lahir 26 Juni 1924 merupakan organisasi awam Katolik tertua dan masih bertahan di Indonesia. Spirit awal pendirian WKRI adalah peduli dan belarasa pada yang lemah.
Berbagai gerakan telah dirintis dan dikembangkan oleh WKRI selama hampir 100 tahun, di antaranya Gerakan Lingkungan Hidup, Gerakan Ketahanan & Kedaulatan Pangan, Gerakan Membangun Kampung Bhinneka, Gerakan Lintas Mentari, serta Gerakan dari Ibu untuk Indonesia khusus untuk merespons pandemi COVID-19.
Menurut Justina, menghadapi pandemi Covid-19, WKRI menyadari pentingnya turut membantu pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi pandemi ini. Untuk itu, Gerakan Ibu untuk Indonesia melakukan berbagai kegiatan seperti distribusi masker, makanan jadi dan sembako bagi yang membutuhkan, serta melakukan sosialisasi protokol kesehatan dan vaksinasi.
“WKRI terus berkomitmen menghidupkan nilai-nilai gotong royong dan bela rasa, khususnya di masa Pandemi ini”, ujar Justina yang dulu menjadi salah satu Komisioner KOMNAS Perempuan.
Selain WKRI, Gerakan Urun.Id yang diinisiasi oleh penerima program Pemapan (Pemimpin Masa Depan) Yayasan Bhumiksara angkatan 2017 juga memberikan aksi nyata belarasa di tengah pandemi.
Koordinator Urun.Id, Odilia Stefani menyampaikan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi tugas Aksi Paskah Pemapan sebagai bagian kegiatan pendampingan Pemapan. Sebanyak 30 mahasiswa di berbagai PTN tersebut lalu mencetuskan platform untuk berbagi di tengah pandemi melalui Urun.id dengan tujuan bergerak berdasarkan disiplin ilmu dan kreativitas sebagai aksi nyata membantu sesama.
Menurut Odi, Urun.id berbagi melalui tiga disiplin yaitu Urun Disiplin, Urun Dana, dan Urun Ilmu. Urun disiplin memberikan informasi kepada masyarakat berdasar disiplin ilmu penerima program Pemapan. Urun dana memulai gerakan untuk membantu masyarakat yang terdampak krisis.
“Sedangkan Urun ilmu memberikan kesempatan lebih luas dan eksklusif untuk mendapat kiat-kiat menjalani kehidupan selama masa pandemi,” jelas Odi yang sedang menyelesaikan pendidikan profesi apoteker di Unair, Surabaya.
Ricky Wijaya lebih lanjut memaparkan rencana kelanjutan dari gerakan Urun.id ini.
“Kami mengharapkan gerakan belarasa ini diteruskan oleh angkatan Pemapan 2021, tentunya perlu disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan saat ini”, ujar lulusan Teknik Sipil ITB ini.
Webinar Series Kepemimpinan Berintegritas Bhumiksara (KBB) bertujuan membekali peserta webinar dengan nilai-nilai integritas, pelayanan, keunggulan, belarasa, dan inklusivitas yang merupakan lima nilai inti Bhumiksara. Selain itu, kegiatan rutin dua bulanan ini juga bertujuan untuk meningkatkan relasi jejaring Bhumiksara dan lintas angkatan para Bhumiksarawan serta Pengurus Yayasan Bhumiksara. (Bhumiksara/fhs)