HIDUPKATOLIK.COM – Hak. 9:6-15; Mzm. 21:2-3, 4-5, 6-7; Mat. 20:1-16a
FIGUR pemuda kaya yang gagal menanggapi panggilannya masih terungkap dalam perumpamaan Injil hari ini. Panggilan masuk ke dalam hidup abadi, ke dalam Kerajaan Allah itu tidak memakai logika kontrak manusiawi: “ada uang, ada barang” atau “Aku beri kamu, kalau kamu beri aku yang sesuai.”
Logika Kerajaan Surga itu sama sekali berbeda dengan yang kita pikirkan. Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur ini mungkin sering dinilai negatif dari sudut pandang ekonomi dan solidaritas sosial. Tuan rumah itu dapat dianggap sebagai seorang
yang sewenang-wenang dan tidak adil (Lih. Mat.20:13-15).
Akan tetapi di mana akar masalahnya? Orang sering menganggap sebagai milik sendiri sesuatu yang sebenarnya bukan haknya. Seperti dalam permintaan sipemuda kaya, “hidup kekal” itu bukanlah satu hal yang dapat “dimiliki” (Bdk. Mat. 19:16), dibeli atau dikuasai. Hidup kekal itu bukanlah sesuatu yang dapat dijadikan milik sendiri, sesuatu yang dapat diakuisisi, atau dalam arti tertentu dikonsumsi sendiri, seperti halnya Adam dan Hawa
yang meraih sendiri dan makan dari buah pohon pengetahuan di taman Eden.
Itu sebabnya juga ungkapan “iri hati” (Mat. 20:15), yang harafiahnya adalah “mata yang jahat” mengingatkan kita pada teguran Tuhan terhadap Kain: “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik?…” (Kej. 4:6-7). Menerima hidup kekal itu sama saja masuk dalam Kerajaan Sorga. Itu tidak lain adalah masuk ke dalam hidup yang hanya berarti ketika diberikan kepada orang lain dan
bukan dimiliki sendiri.
Mgr. Vitus Rubianto Solichin, SX , Uskup Terpilih Keuskupan Padang