HIDUPKATOLIK.COM -Renungan Minggu, 15 Agustus 2021 Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga Why. 11:19a; 12:1.3-6a.10ab. Mzm.45:10-12.16; Ul:10d.
1 Kor. 15:20-26, Luk. 1:39-56
“SUDAH sepatutnya ia (Maria), yang menjaga keperawanannya saat melahirkan, juga memelihara tubuhnya sendiri dengan terbebas dari segala kerusakan, bahkan setelah kematian. Sudah sepantasnya ia, yang telah membawa Sang Pencipta sebagai seorang anak dalam rahimnya, berdiam di dalam tabernakel Ilahi. Sudah sepantasnya Bunda Allah memiliki apa yang dimiliki Putranya dan harus dihormati oleh setiap makhluk sebagai Ibu dan Hamba Allah.” Dalam pujian Santo Yohanes Damasenus (675-749) pada Hari Raya Perawan Maria Diangkat ke Surga di atas, dua gelar Maria, yaitu Ibu dan Hamba Allah menarik untuk disimak dalam merenungkan sosok Bunda Perawan yang diangkat ke Surga. Gelar Ibu dan Hamba Allah ini rupanya tersirat dalam perikop Kitab Wahyu dan Injil Lukas yang dibacakan dalam perayaan ini.
Perikop Kitab Wahyu bercerita tentang visiun atau penglihatan yang diterima oleh Yohanes. Karena sebuah visiun, segala sesuatu yang tampak hakikatnya adalah sebuah simbol untuk realitas yang lain. Visiun itu menunjuk pada sebuah tanda besar di langit. Tampak seorang perempuan yang sedang mengandung dan kemudian melahirkan anak laki-laki. Dalam proses melahirkan itu, ia sebetulnya sedang berada di bawah ancaman seekor naga besar. Para ahli kitab suci berbeda pendapat tentang siapa yang disimbolkan dengan perempuan itu. Di satu pihak, penafsir beraliran historis-kritis akan mengatakan, perempuan itu adalah simbol Bunda Gereja yang kudus sementara sang naga adalah simbol kekaisaran Romawi yang menindas dan menganiaya Gereja. Di pihak lain, penafsir beraliran tipologis-metaforis akan berkata, perempuan itu menunjuk pada Maria, Ibu Yesus yang adalah Hawa baru sementara sang naga adalah Iblis atau kuasa jahat yang ingin menaklukannya.
Terlepas dari perdebatan siapakah sejatinya sosok perempuan itu, yang jelas, visiun itu menegaskan, keselamatan Allah akhirnya selalu terwujud sekalipun kejahatan mengancam dan nyaris membinasakan. Kelahiran anak laki-laki dari rahim perempuan itu adalah simbol lahirnya keselamatan. Seperti diserukan, “Sekarang telah tiba keselamatan, kuasa, dan pemerintahan Allah kita.” Dengan demikian, kejahatan bukanlah kata terakhir dan keselamatan akan menang.
Sama seperti sosok perempuan dalam Kitab Wahyu, Injil Lukas menceritakan perjumpanaan dua perempuan yaitu Elisabet dan Maria yang sedang mengandung dua tokoh yang akan menjadi bentara keselamatan (Yohanes Pembaptis) dan Juru Selamat (Yesus) bagi banyak orang. Sebagian sejarawan Alkitab menduga, maksud kedatangan Maria ke Yehuda adalah membantu persalinan Elisabet yang sedang mengandung Yohanes.
“Namun, yang penting di sini justru terletak pada kidung yang dilagukan Maria – yang sering disebut Magnificat.”
Dalam kidung tersebut, Maria memberikan kesaksian tentang keselamatan dari Allah. Allah adalah Dia yang selalu memperhatian hamba-Nya yang rendah hati. Terhadap hamba seperti ini, Allah akan melakukan karya-karya yang agung. Kerendahan hati mengundang karya besar Allah. Inilah logika Allah dalam Magnificat. Lebih lagi ditegaskan, dengan kemahakuasaan-Nya, Allah akan menjungkirbalikkan tatanan jahat di dunia. Orang yang sombong dan menyalahgunakan kekuasaan untuk tindakan jahat akan diturunkan, sementara orang yang rendah hati dan kelaparan akan dipuaskan dengan kelimpahan. Intinya, dalam kidungnya, Maria menumbuhkan harapan kekal bahwa keselamatan akan tetap terwujud sesuai dengan waktu yang ditetapkan-Nya.
Dalam konteks ini, perayaan Maria Diangkat ke Surga juga merupakan perayaan keselamatan Allah. Pertama-tama, Allah menyelamatkan Maria dengan mengangkatnya ke Surga. Sama seperti yang dialami Yesus Puteranya, tubuh dan jiwa Maria bertranformasi dalam tubuh dan jiwa yang abadi dalam kemuliaan Allah. Lantas, mengapa Maria diangkat ke surga? Ada banyak jawaban. Salah satunya, sebab dalam hidupnya Maria telah melahirkan keselamatan Allah, baik melalui Yesus Kristus maupun dalam kata-katanya yang penuh harapan. Apa yang terjadi dengan Maria kiranya akan terjadi pula dengan kita sebagai orang Kristiani. Kita juga akan diangkat ke surga jika dalam hidup kita juga mengandung dan melahirkan keselamatan dalam kata dan perbuatan yang baik. Akhirnya, kita di sini sesungguhnya diajak untuk mengikuti teladan sosok perempuan yang melahirkan keselamatan.
“Apa yang terjadi dengan Maria kiranya akan terjadi pula dengan kita sebagai orang Kristiani.”
Romo Albertus Purnomo, OFM, Pengajar Kitab Suci di STF Driyarkara, Jakarta
HIDUP, Edisi No. 33, Tahun ke-75, Minggu, 15 Agustus 2021