HIDUPKATOLIK.COM – EMPAT puluh tahun telah berlalu, namun kenangan Rahayu Ningsih Hoed terhadap “Kramat 7” masih sangat segar. Ini tidak lain karena di Kramat 7, alumna Fakultas Sastra, Program Studi Prancis, Universitas Indonesia (1985) ini merasakan pendampingan atau penggemblengan yang dia banggakan hingga kini.
Di Kramat 7, Yayuk, demikian sapaan akrab mahasiswa berprestasi Boston University, 2001 ini, merasakan jalinan persahabatan yang tulus dari para pendamping dan teman-teman mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Katolik UI (KMK UI). “Persahabatan melebihi hubungan saudara, tidak luntur oleh waktu. Kami masih bersahabat sampai sekarang, 40 tahun kemudian,” katanya penuh syukur.
Sejak awal bergabung dalam KMK UI, dia merasakan keterterimaan sebagai anggota keluarga besar. “Di sanalah saya belajar memperkuat iman melalui Misa, pendalaman iman dan retret. Di sana juga saya tingkatkan kemampuan berorganisasi dan berinteraksi melalui program IS dibawah bimbingan Romo Subroto Widjojo. Kramat 7 merupakan salah satu kenangan terindah dalam hidup saya. Bahkan Kramat 7-lah yang turut membentuk saya menjadi seperti sekarang ini,” ungkap Yayuk dengan gembira.
Yayuk mengalami, di KMK UI, dia dan teman-temannya dilatih secara sungguh-sungguh untuk bertumbuh dan berkembang secara intelektual maupun dalam iman secara alamiah, tanpa indoktrinasi. Pembinaan berjalan melalui Misa, kor, pendalaman iman, mencari dana. Khusus untuk pencarian dana ini, mereka membuat aneka makanan lalu menjual di gereja-gereja. Mereka lakukan semuanya dalam suasana persaudaraan.
Meski mencebur diri secara serius dalam KMK, Yayuk dan teman-teman tetap memiliki waktu untuk terlibat dan bergaul dalam organisasi lain melalui Senat Mahasiswa, kegiatan mahasiswa antarjurusan atau paduan suara, camping, pengembangan diri dan lain-lain. Apalagi, jelasnya, saat itu Romo Ign. Ismartono, SJ selaku Pembina, selalu mempromosikan dialog antarumat beragama dan peduli pada masyarakat yang terpinggirkan.
Selama bergabung di KMK UI, hal yang menjadi tantangan dan kemudian dirasakan sebagai kesempatan belajar adalah kenyataan mereka selalu kekurangan dana melakukan kegiatan seperti rekoleksi, retret atau Baksos. Untuk mendapatkan dana, mereka harus berusaha sungguh-sungguh.
Mereka dilatih kreatif mendapatkan uang misalnya dengan menawarkan jasa membungkus kado Natal, menyediakan Sinterklas dan Piet Hitam serta menyediakan kadonya, jasa mendekorasi pesta ulang tahun, merias anak-anak waktu bazar dan lain-lain.
Yayuk bersyukur, dalam proses pembinaan itu, gereja-gereja membolehkan mereka mencari dana di lingkungan gereja; boleh berjualan makanan, buku dan lain-lain. Dan yang paling Yayuk syukuri adalah gereja memberikan tempat untuk merayakan misa mahasiswa dengan intensi khusus. Juga Gereja mengirimkan Romo Ismartono dan Romo Subroto untuk menjadi pembimbing.
Gereja juga memberikan kesempatan untuk menghadiri acara kepemudaan atau acara organisasi Katolik di luar kota atau di luar negeri. Yayuk sendiri pernah dikirim ke Surabaya untuk menghadiri Munas Wanita Katolik. Ada yang dikirim ke Roma, dan ke berbagai negara lain.
Kini, di saat KMK UI mencapai usia 40 tahun, salah satu penasihat Alumni Katolik UI ini berharap tradisi yang pernah diterima dari Kramat 7 berlanjut. Mahasiswa Katolik tetap bimbingan dalam iman dan kemampuan sehingga bisa berkarya di masyarakat.
Dia juga berharap para alumni yang sudah banyak menerima berkat di masa lalu, rela berbagi dengan melakukan seperti yang pernah dilakukan di Kramat 7. “Membantu adik-adik mahasiswa Katolik untuk mengembangkan iman dan kemampuannya; mengadakan pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan; dan membuka ruang dialog dengan mereka,” imbuhnya.
Emanuel Dapa Loka
HIDUP, Edisi No. 31, Tahun ke-75, Minggu, 1 Agustus 2021