web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

KMK UI: Bukan Rumah Biasa bagi Mahasiswa Katolik

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Dari Kramat 7 hingga ke Depok, ‘rumah’ ini bagaikan oase kekatolikan bagi orang muda Katolik yang menimba ilmu di Universitas Indonesia.

TAHUN 1981 Romo Ignatius Ismartono, SJ, akrab disapa Romo Is, mendapat perutusan untuk berkarya sebagai Pastor Mahasiswa di Jakarta. Ia menjadi pengajar agama di Universitas Indonesia (UI) untuk beberapa fakultas seperti Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ekonomi. Pada waktu mengajar, Romo Is tinggal di sebuah rumah di Jl. Kramat 7 No. 25, Jakarta Pusat (rumah ini kemudian diberi nama Wisma Dewanto untuk mengenang seorang Yesuit muda yang meninggal di Timor Leste). Wisma itu merupakan salah satu bagian dari Kolese Hermanum.

Wisma Kramat 7/25
(Foto: Dok. Romo Ignatius Ismartono, SJ)

“Berangkat dari kebersamaan di dalam kuliah, para mahasiswa menyelenggarakan Misa. Sejauh saya ingat, yang pertama di Fakultas Ekonomi. Kemudian, seusai kuliah, beberapa mahasiswa singgah di Wisma Kramat 7/25. Mereka kerap berkumpul di halaman depan rumah itu. Di rumah tersebut terdapat sebuah ruang dari kayu – yang dinamakan bedeng -,” terang Romo Is ketika dihubungi melalui daring, Selasa, 20/7/2021.

Dari Dua Hukum Kanon

Pada suatu hari, Romo Is dipanggil oleh Uskup Agung Jakarta saat itu, Mgr. Leo Soekoto, SJ. Uskup menunjukkan dua naskah dari Hukum Gereja kepada Romo Is.
Dua naskah Kanon tersebut berbahasa Latin dan ia meminta Romo Is membacakan. Pertama adalah Kanon 518, yang berbunyi: “Pada umumnya paroki hendaknya bersifat teritorial, yakni mencakup semua orang beriman Kristiani wilayah tertentu; tetapi kalau dianggap bermanfaat, hendaknya didirikan paroki personal yang ditentukan atas dasar ritus, bahasa, bangsa kaum beriman Kristiani wilayah tertentu dan juga atas dasar lain”.

Romo Ignatius Ismartono, SJ

Mgr. Leo merupakan seorang ahli Hukum Gereja. Ia meminta Romo Is memperhatikan kalimat Paroechia regula generali sit territorialis. “Ia berkata, silahkan memperhatikan mengapa sit, bukan est. Selain itu, perhatian saya ditarik pada kalimat terakhir Kanon itu yang berbunyi: …hendaknya didirikan paroki personal yang ditentukan atas dasar ritus, bahasa, kaum beriman Kristiani wiayah tertentu dan juga atas dasar lain. Uskup menegaskan kepada saya, bahwa mahasiswa yang sedang kuliah merupakan dasar lain,” jelas  imam tahbisan  8 Desember 1976 ini.

Kemudian, Kanon kedua adalah Kanon 813 : “Uskup diosesan hendaknya sungguh memperhatikan reksa pastoral bagi para mahasiswa, juga dengan mendirikan paroki khusus atau sekurang-kurangnya dengan mengangkat secara tetap imam-imam untuk tugas itu, dan hendaknya ia berusaha agar di universitas-universitas, juga yang tidak Katolik, didirikan pusat-pusat kegiatan Katolik tingkat universitas, yang memberi bantuan kepada kaum muda, lebih-lebih di bidang rohani”.

Bagi Romo Is, Mgr. Leo sangat memperhatikan Kanon 813 ini. Jadi seorang uskup tidak sembarang mengutus imamnya. Tidak asal tunjuk melainkan ada sesuatu. Pertemuan kali itu diakhiri dengan kalimat perutusan bagi Romo Is. “Sudah, sebagai Pastor Mahasiswa, silahkan wujudkanlah itu.” Itu terjadi pada tahun 1982. Dulu, Pastor Mahasiswa yang mendirikan paroki personalis.Menurut Romo Is tidak ada istilah moderator. Istilah itu biasanya untuk imam yang ditugasi menjadi pengurus rohani organisasi yang menyebut diri sebagai organisasi Katolik, misalnya WKRI.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

“Terkait dengan paroki teritoral (Paroechia territorialis), orang sudah mengerti bahkan beberapa aktif di dalamnya. Tetapi paroki personal (Paroechia personalis), orang kurang familiar. Ketika itu, konsep ada, orang ada, imam ada, uskup ada. Maka kami mencoba merumuskan, rapat demi rapat, pertemuan demi pertemuan diselenggarakan. Dicoba membuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Akhirnya, kami sepakat untuk membuat pertemuan bersama Mahasiswa UI yang beragama Katolik. Hal yang saya ingat adalah bahwa di dalam pertemuan itu disepakati nama paroki personal ini adalah: KUKSA – Keluarga Umat Katolik Sivitas Akademika Universitas Indonesia”.

Ketua pertama adalah Raditya Wratsangka (sekarang Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti). Wisma Kramat 7/25 merupakan sekretariat paroki personalis ini. “Karakter yang kami usahakan dan doakan adalah penghayatan keutamaan Kristiani: iman, harapan dan cinta. Semua itu diwujudkan dalam pembinaan diri pribadi yang terbuka untuk kerja sama dengan sesama demi menghadirkan Kerajaan Allah – yaitu damai yang berkeadilan – di dalam masyarakat,” ungkap kelahiran Yogyakarta, 26 Februari 1945 ini.

Namun tahun 1983 mulai terdengar kembali suatu rencana bahwa UI akan dipindahkan ke Depok, Jawa Barat. Maka Romo Is mengusahakan adanya tempat bagi paroki personalis ini. Ia  mengubungi Uskup Bogor waktu itu, Mgr I. Harsono dan  menyampaikan bahwa Serikat Jesuit (SJ) sedang mencari tanah di wilayah Keuskupan Bogor. “Akhirnya, tanah seluas 1000 meter persegi dibeli oleh SJ, karena serikat kami yang ditugasi oleh KAJ untuk melakukan pastoral mahasiswa. Ketika pembangunan pun, wisma yang bernama Sahabat Yesus (SY) ini tidak lepas oleh campur tangan para mahasiswa dan UI. Lambat laun, banyak perguruan tinggi yang berdiri di sekitar Depok dan akhirnya Wisma SY dipakai sebagai tempat kegiatan Pastoran Mahasiswa Katolik Unit Selatan KAJ (PMKAJ Unit Selatan),” tambah Romo Is.

Mengalami Perubahan

KUKSA berdiri tahun 198I. Sebelumnya, semua mahasiswa Kristiani tergabung dalam Persekutuan Oekumene Sivitas Akamedika Universitas Indonesia (POSA UI).  Saat itu UI masih ada dua kampus di daerah Rawamangun dan Salemba. Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UI A.G. Sudibyo, dikenal sebagi Dibyo, saat itu salah satu mahasiswa yang kerap bergabung di Kramat 7. Menurut umat Paroki Santo Paulus Depok, Jawa Barat, awalnya KUKSA berdiri belum ada pengakuan secara organisatoris (pengakuan resmi) dari UI.

Dibyo menjelaskan, dalam perjalanannya, setelah zaman Reformasi (1998) KUKSA berubah wujud. “Setelah reformasi, ada suatu penataan-penataan organisasi di UI. Organisasi atau bentuk pembinaan keagamaan ini dijadikan unit kegiatan mahasiswa. Kebetulan saya yang diminta untuk merumuskannya. Pada saat itu, KUKSA berubah menjadi Keluarga Mahasiswa Katolik UI (KMK UI) dan ada dibawah pembinaan Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Pada masa itu, pastor mahasiswa yakni Dosen Agama Katolik belum resmi menjadi Pembina KMK. “Belum ada Surat Keputusan (SK) dari Rektor. Sekitar tahun 2010, saya mengusulkan para pastor yang ada di Wisma SY yang sebagai dosen Katolik, dapat menjadi pembina di bawah struktural UI.  Kalau Wisma SY sendiri itu dibawah keuskupan. Maka agak tidak nyambung ketika KMK UI hendak buat kegiatan yang tanda tangan itu dari PMKKAJ Unit Selatan. Sehingga ada SK rektor yang mengangkat dosen agama Katolik sebagai pembina KMK UI,” jelas Dibyo.

Sebelum Romo Is datang ke UI, kegiatan KUKSA secara tidak langsung sudah ada yang tergabung dalam POSA UI. Seiring perkembangan zaman mengalami perubahan nama, peresmian, dasar hukum Gerejani, dan sebagainya. Menurut Dibyo, pada tahun 2009 lahir Paguyuban Dosen Katolik UI yang tahun ini merayakan ulang tahun ke-12. Di samping itu, tahun ini juga berdiri komunitas alumni Katolik di UI yakni Alumnika UI.

Pada tahun1993, Romo Is pindah berkarya di Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Kemudian, karya di Wisma SY dilajutkan Romo Wahono Wegig, SJ. Setelah itu dilanjutkan oleh Romo Gregorius Budi Subanar, SJ dan Romo Andang Listya Binawan, SJ, mereka bertugas bersamaan. Kemudian digantikan oleh Romo Nico Dumais, SJ yang sudah meninggal dunia. Romo Nico digantikan oleh Romo Markus Yumartana, SJ. Sejak 2014 sampai sekarang Romo Ignatius Swasono, SJ didapuk di sini.

Seperti Ketemu Keluarga  

A.M. Sri Handini, yang akrab disapa Thea, sempat mengalami culture shock, selama satu setengah tahun ketika berkuliah di UI tahun 1981. Umat Paroki St. Barnabas, Pamulang, Tangerang Selatan ini selalu mengenyam pendidikannya di sekolah Katolik. Baru pertama kali ia berada di lingkungan yang heterogen. Hal yang sama dialami oleh Suhati Kurniawati, akrab disapa Ineke.

Suhati Kurniawati
Sri Hardini

“Di tengah kegalauan, kami disambut dan diterima oleh kakak -kakak mahasiswa Katolik. Itu rasanya seperti ketemu keluarga. Kami juga lebih tenang lebih bisa bertanya kepada mereka. Dari pengalaman-pengalaman mereka, sangat membantu kami sebagai mahasiswa baru dalam perkuliahan dan kehidupan berkampus di UI,” tutur Thea.

Ineke merasa dirangkul oleh KUKSA (nama sebelum KMK) yang sungguh membantunya untuk segalanya. Bukan hanya soal masuk dalam komunitas kampus tetapi juga untuk menjadi pribadi yang berani bertumbuh. “Sampai sekarang kami masih tetap berteman dan menjadi sumber kekuatan baru karena jejaringnya begitu luas. Di sini nilai-nilai Katolik disebarkan, ajaran cinta kasih yang kami rasakan ketika kami dibina di KUKSA sampai sekarang itu menyebar,” ungkap umat Santo Bonaventura, Pulomas, Jakarta Timur ini.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Ineke dan Thea memang tidak sempat mencecap Wisma SY karena mereka sudah lulus ketika pembangunan Wisma SY. Namun ketika itu Thea dan beberapa teman mempunyai kesepakatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan Wisma SY. “Kami sangat berharap dengan adanya komunitas Alumnika ini ada kerja sama yang erat dengan KMK UI agar dapat merajut kekeluargaan,” jelas Thea.

Ineke, Thea, Dibyo serta Romo Is percaya bahwa penyelenggaraan Roh Kudus turut campur tangan atas KMK UI selama ini. “Harapan kami pada KMK UI yang merayakan ulang tahun ke-40, semoga berkat Tuhan selalu melimpah bagi setiap anggotanya. Dengan demikian semakin mampu menjadi berkat bagi sesama manusia dan juga alam semesta,” pungkas Romo Is.

Lantunan Harapan

Sementara itu, ucapan selamat mengalir dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kerohanian yang berkembang di Universitas Indonesia (UI) atas ulang tahun ke-40 KMK UI. Semuanya menghaturkan harapan agar KMK UI kian bersinar dan berdampak di lingkup Universitas Indonesia maupun masyarakat luas.

Stephen Giovanni Walangare
Ketua Persekutuan Oikumene UI (PO UI)
Mari Bekerja Sama Senantiasa

“Kesetiaan Allah Tritunggal telah menyertai KMK UI selama 40 tahun. Sudah amat banyak mahasiswa Katolik yang terberkati dengan pelayanan KMK UI. Selamat ulang tahun untuk KMK UI, dari kami saudara seiman di PO UI. Semoga ada kesempatan untuk bekerja sama di waktu yang akan datang. Tuhan Yesus memberkati.”

Ilham Prakoso
Ketua Nuansa Islam Mahasiswa UI (Salam UI)
Semakin Keren

“Selamat ulang tahun buat KMK UI yang ke-40 tahun. Sebuah perjalanan panjang telah KMK lalui sampai saat ini. Senang sekali bisa bersama-sama memberikan nuansa kerohanian yang hangat dengan KMK dan kerohanian lainnya di Universitas Indonesia yang kita cintai. Semoga semakin keren dan dapat memberikan kebermanfaatan khususnya bagi teman-teman mahasiswa Katolik. Salam hangat dari kami, Salam UI.”

Arya Permadi Kristanto
Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Buddhis UI (KMBUI)
Selalu Jadi Wadah Pengembangan Diri

Saya mewakili teman-teman di KMBUI, ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepada KMK UI yang ke-40. Semoga kasih karunia Tuhan tetap menyertai perjalanan dan kegiatan KMK UI, dan semoga KMK UI selalu menjadi wadah pengembangan diri dan bertumbuh bersama di dalam Kristus.”

Dewa Ayu Cista Sevarathi
Ketua Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma UI (KMBUI)
Terus Eksis

“Om swastiastu, Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Indonesia (KMHD UI) mengucapkan selamat ulang tahun yang ke-40 untuk KMK UI. Semoga KMK UI bisa terus eksis dengan berbagai kegiatan  yang bermanfaat untuk umat sekitar. Jaya selalu untuk KMK UI.”

Karina Chrisyantia/Felicia Permata Hanggu
HIDUP, No.31, Tahun ke-75, Minggu, 1 Agustus 2021

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles