web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Kok Ada Kepiting di Lambang Uskup Terpilih Keuskupan Padang, Mgr. Vitus Rubianto Solichin, SX

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – LAMBANG Uskup Vitus Rubianto Solichin, SX adalah perisai yang terbagi menjadi tiga bagian: dua bagian di atas, kiri dan kanan, dan satu bagian besar di bawah. Di bagian atas sebelah kiri, dengan latar belakang merah, adalah Kitab Suci, bidang minat studi Uskup yang pada saat dipilih menjadi Uskup Padang sehari-harinya mengajar Kitab Suci di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta. Mewartakan Kabar Gembira dan membina kehidupan umat beriman berdasar pada Sabda Allah senantiasa menjadi perhatiannya.

Di bagian atas sebelah kanan, dengan latar belakang kuning, adalah seekor kepiting berwarna merah dan sebuah salib berwarna coklat. Cerita mengenai kepiting dan salib ini merupakan bagian dari kisah perjalanan misi Santo Fransiskus Xaverius di Maluku. Mgr. Vitus adalah seorang misionaris dari Serikat Msionari Xaverian (SX). Serikat yang didirikan Santo Maria Guido Conforti di Parma, Italia pada tahun 1895 ini menjadikan Santo Fransiskus Xaverus ini sebagai pelindungnya.

Di bagian bawah perisai, dengan latar belakang biru, ada beberapa simbol. Di kiri atas ada bintang bersudut enam berwarna kuning, yang bersama dengan laut biru di bawahnya adalah Stella Maris atau Bintang Samudra, salah satu gelar Bunda Maria. Di kanan atas ada dua untai buah andalas berwarna ungu, melambangkan Pulau Sumatera. Di tengah bawah, ada 3 ombak, melambangkan lautan yang menghubungkan Sumatra dengan pulau-pulau di sekitarnya. Di atas ombak ini ada sebuah perahu Mentawai, yang mengingatkan bapa uskup akan pulau indah tempat beliau untuk pertama kalinya menjalankan tugas misionernya. Di atas perahu ini ada seekor induk pelikan dengan tiga anaknya yang masih kecil. Induk pelikan ini terlihat berdarah, setelah ia memberikan daging dan darahnya sendiri untuk makanan bagi anak-anaknya. Pelikan ini adalah lambang Kristus.
Di atas perisai ditempatkan sebuah galero atau topi khas klerus berwarna hijau, dengan 6 jumbai pada masing-masing sisinya. Di bagian tengah belakang perisai adalah sebuah salib pancang berwarna kuning keemasan. Galero hijau dengan 6 jumbai berikut salib pancang ini merupakan penanda bahwa sang empunya lambang adalah seorang uskup.
Akhirnya, di bagian bawah perisai terdapat pita berwarna kuning keemasan, bertuliskan motto penggembalaan Uskup Vitus dalam Bahasa Latin: “Misericordia Motus”, artinya “Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan” (Luk 15:20). Demikianlah, Gereja diundang untuk menampilkan wajah Bapa yang berbelas kasih.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Kisah Kepiting dan Fransiskus Xaverius

Salah satu tantangan besar yang dihadapi Fransiskus kala itu dalam pelayaran menuju tanah misi ialah badai yang mengguncang kapal yang ditumpanginya. Suatu hari di bulan Maret 1546, Fransiskus ditawari untuk mengunjungi pulau-pulau di sekitar Ambon oleh seorang saudagar Portugis, Joao Raposo. Ia dengan senang hati menerima tawaran itu. Baginya tawaran itu adalah kesempatan untuk memperkenalkan Kristus bagi orang-orang yang masih teguh dengan tradisi leluhurnya. Misalnya di desa Tamilau yang penduduknya sering melakukan ritus pemujaan roh-roh. Dalam pelayaran itu Fransiskus ditemani seorang pemuda Portugis Bernama Fausto Rodrigues. Mereka menumpangi sebuah perahu yang saat itu lebih dikenal Korakora, sebuah perahu kecil, yang sisi-sisinya rendah sekali, cuma sedikit saja di atas permukaan air, dan mempunyai sebuah bilik di dalamnya. Perahu itu dijalankan oleh pelaut-pelaut kekar yang mendayung seirama dengan lagu mereka. Apabila laut tenang, perahu kecil itu meluncur di permukaan air dengan lancar. Tetapi kalau latu menggelora, para pelaut harus bersusah-payah untuk menjalankan perahu-perahu melewati gelombang-gelombang yang tinggi.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Pada hari ketiga pelayaran, ketika mereka sudah hampir sampai ke tempat tujuan, tiba-tiba badai mengamuk. Fransiskus lantas mengambil salib yang tergantung di lehernya, mencelupkannya ke dalam air dan berdoa kepada Allah, sekiranya mereka dibebaskan dari bahaya itu. Badai ganas itu menyebabkan tali salib putus dan jatuh ke dasar laut. Rupanya badai terus mengamuk, mengguncang perahu itu selama dua puluh empat jam. Mereka terhempas ke pantai Pulau Seram oleh angin. Setelah itu Fransiskus dan Fausto menyusuri pesisir pantai menuju desa.

Bagaimana dengan salib yang tenggelam ke dasar laut tadi? Setelah sepuluh menit berjalan menyusuri pesisir pantai, mereka melihat seekor kepiting besar membawa salib yang jatuh ke laut itu dengan sapitnya datang ke arah mereka. Fransiskus berlutut dan kepiting itu menunggu sampai ia mengambil salib tadi, lalu segera kembali ke laut. Ia sangat bersukacita, ia mencium harta yang yang baru ditemukan itu, memeluknya, dan tetap berlutut mendekap salib itu di dadanya selama sekitar setengah jam. Fausto juga berlutut dan bersyukur kepada Allah karena mujizat yang besar itu.
Inilah salah satu mukjizat yang dialami Fransiskus dalam ekspedisi evangelisasinya. Salib yang ia temukan kembali menjadi satu kekuatan yang mengobarkan hatinya di hadapan tantangan-tantangan yang ada. Pelbagai kesulitan dan tantangan justeru menjadikannya semakin gigih mewartakan Kristus kepada segala bangsa.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Menurut rencana, Mgr. Vitus Rubianto Solichin, SX akan menerima Tahbisan Episkopal pada tanggal 7 Oktober 2021.

Fr. Erik Ndeto, SX/FB Komsos Padang/fhs

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles