web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Welcome Back to Reality!

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – SAYA ini termasuk sweet tooth, karena saya suka sekali makan snack atau dessert yang manis termasuk minuman manis dan dingin menyegarkan. Bagi saya, masuk ke dalam toko kue bagaikan anak kecil masuk ke toko permen, girang sekali. Mendadak ‘laper mata’, semua mau dicobain, apalagi bakery zaman now sepertinya berlomba-lomba berkreasi dengan rasa baru yang unik. Saya menemukan kue tart rasa mangga, rasa coklat bercampur alpukat, malah ada kue tart rasa klepon dan rasa es teler segala. Seru bingits!

Tiba-tiba saya kepikiran, bila roti-roti buatan manusia ini aja semua enak-enak, bagaimana rasanya Manna, roti dari Surga itu ya? Manna digambarkan sebagai ‘sesuatu yang seperti sisik, halus seperti embun beku, warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti kue madu’. Berarti Manna bener-bener snack mungil yang rasanya manis dan dingin sekaligus renyah…kressss! Duh, mendadak saya jadi pengen sekali mencicipi.

Saya jadi berharap ketemu semacam Time Machine yang bisa membuat saya jadi Time Traveller, mundur ke ribuan tahun silam dan langsung mendarat di perkemahan orang Israel di padang gurun Sin.

Sejujurnya saya belum pernah ke padang gurun, jadi saya harus siap-siap bawa Sun block SPF 50, baju jubah panjang plus selendang, topi pantai lebar dan sunglass UV protector. Bila sudah mendarat di padang gurun Sin, saya pasti akan bersenang-senang makan Manna yang bergelantungan di atas rumput seperti embun itu. Lebih seru lagi bila saya menengadahkan wajah ke arah langit dengan mulut terbuka lebar, langsung menyantap Manna ke mulut saya, merasakan snack manis yang dingin langsung dari Surga…asal jangan sampai kepergok orang Israel, nanti dibilang norak dan rakus lagi. Tapi saya juga berencana mau mencicipi Manna yang udah digiling lalu dibakar sehingga mirip Sponge Cake atau dimasak sehingga bisa jadi mirip Kolak pisang yang kental dan manis. Yummy!

Setelah puas makan Manna, saya akan masuk lagi ke Time Machine, kali ini saya mau ke tepi sungai Kerit disebelah timur sungai Yordan. Saya mau nemenin nabi Elia, minum air sungai Kerit yang bening dan segar, bagaikan minum air mineral langsung dari sumber aslinya. Nabi Elia pasti gak akan percaya, kalau saya cerita bahwa nasib orang-orang di masa mendatang sangat tragis, sebab minum air putih aja harus bayar.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Lalu kami akan nongkrong di tepi Sungai Kerit, menikmati indahnya sunset sambil nungguin food delivery dari gagak-gagak. Lagi-lagi Nabi Elia gak bakal bingung kalo saya cerita bahwa di masa depan delivery makanan dianterin oleh mas Gojek atau Grab dan dibayar dengan uang elektronik. Kami terus mengobrol sambil menikmati roti dan daging yang terus berdatangan dari udara. Untung saya udah siap-siap bawa saos Barbeque andalan saya, sehingga malam itu kami bisa makan steik lezat lengkap dengan dessert roti bakar. Gratisss!

Besoknya saya pamit pada Elia dan saya kembali masuk ke Time Machine, kali ini saya bertekat mencicipi makanan mewah di Istana Raja Salomo, makanya waktunya saya pas-pasin dengan kedatangan Ratu Syeba dari Etiopia.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Begitu mendarat, saya langsung tertegun menyaksikan betapa besarnya dan mewahnya istana Raja Salomo yang saat itu sedang meriah sekali dengan musik riang dari ‘orchestra’ kecapi, gambus dan suling. Supaya gak salah kostum, saya ‘pinjem’ ajalah salah satu pakaian istri raja yang 700 orang itu, dijamin gak ada yang nyadar…hehehhehe.

Dengan kostum yang tepat, saya bebas berkeliaran kemana-mana mencicipi segala hidangan yang enak-enak yang dihidangkan di piring-piring emas. Kapan lagi ya gak? Raja-raja dan presiden zaman now malah belum tentu pernah makan di piring emas, apalagi saya.

Aneka hidangan khas Mediterania memenuhi meja panjang, daging domba dan daging rusa dipanggang atau dimasak dalam kuah kaldu, manisan dari buah ara, salad dengan olive dressing, dan tentunya wine yang terbuat dari anggur terbaik dari seantero kerajaan.

Dalam sekejap perut saya terasa langsung begah dan buncit karena kebanyakan makan, dan saya merasa sedikit melayang, mungkin karena kebanyakan menenggak wine. Meski dengan sedikit ‘terhuyung-huyung’, saya gak akan mau melewatkan mengintip ‘Hutan Libanon’ tempat Raja Salomo menyimpan semua perlengkapan dari emas yang berharga. Di ruangan itu, saya terpesona dengan kilauan beribu-ribu barang yang terbuat dari emas murni maupun emas tempaan. Dari berbentuk perisai sampai perkakas makan, batu-batu permata dalam peti-peti termasuk hadiah dari Ratu Syeba. Saya yang hanya punya anting emas 3 gr, sangatlah bingung dengan segala perhiasan dan perabotan emas murni ini.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Mendadak saya pusing. Raja Salomo benar-benar lebih dari golongan creme de la creme di sepanjang sejarah manusia. Setelah puas selfie-selfie, saya memutuskan sebaiknya saya segera kembali ke Time Machine, sebelum saya tergoda untuk tinggal betulan di era pemerintahan Raja Salomo, yang ganteng, pinter, bijaksana dan super tajir.

Dalam kondisi yang masih sedikit tipsy saya memutuskan untuk tidur di ranjang saya yang empuk, dengan perasaan sedikit menyesal, kenapa tadi gak coba ngintip ke kamar Raja Salomo, dan merasakan tempat tidur Raja ya? Kalo zaman now kan paling keren kasur berisi bulu angsa, kalau buat Raja Salomo kira-kira matras dan bantalnya terbuat dari apa dong ya? Bulu domba? atau bulu burung Merak? Entahlah…saya mulai terlelap. Sayup-sayup terdengar suara “Bot..bot…Botiiii!”, suara khas tukang roti langganan kami, dengan mata tetap terpejam saya tersenyum lebar. Welcome back to reality!

Fransisca Lenny, Kontributor, alumna KPKS Tangerang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles