HIDUPKATOLIK.COM – Akhir-akhir ini banyak dari kita menerima kabar tentang orang-orang dekat kita yang ternyata sudah isolasi mandiri, membutuhkan ruang perawatan, mencari donor plasma konvalesen bahkan undangan Misa requiem online. Tidak jarang kita mendengar suara sirene ambulans berbunyi nyaring melintas. Itu artinya mengantar yang sakit ke rumah sakit atau mungkin mengantar yang berpulang ke pemakaman. Tidak bisa tidak itu semua membuat kita cemas, gelisah, bingung dan takut. Hati resah dan berharap harap cemas akan nasib kita bagaimana ?
Situasi pandemi yang meningkat di negara kita dan yang terjadi di seluruh muka bumi ini membuat tekanan tinggi secara mental bagi kita tanpa kecuali. Ketakutan akan keterpaparan virus yang mematikan serta dampak sosial ekonomi yang menghimpit manusia di masa pandemi ini jelas dapat mengganggu kesehatan mental. Makin parah deraan pada psikis kita karena entah kapan pandemi ini berakhir setelah hampir 1,5 tahun berjalan.
“Stres berkepanjangan tanpa tertangani itu dapat membawa kepada kondisi depresi yang jauh lebih berbahaya.”
Dampak stres dan depresi pada manusia berkorelasi pada jiwa dan raganya. Jiwa yang mudah marah, moody, mudah curiga, frustasi, bingung rendah diri, hilang gairah hidup, produktifitas kerja hilang bahkan keinginan untuk tidak hidup lagi bisa tercetus. Kesakitan badan bisa terjadi dari gejala kelelahan, sakit kepala, gangguan pencernaan, berat badan meningkat, jantung berdebar bahkan memicu penyakit darah tinggi, sampai penyakit jantung dan pembuluh darah serta penyakit berat lainnya dapat terjadi jika mengalami gangguan pada mental dalam waktu lama.
Resep Manjur?
Mencermati begitu banyak dampak stres dan depresi maka seharusnya kita menghindari jangan sampai kita mengalami atau minimal tidak mengalami dalam waktu lama. Namun tentu semua bertanya bagaimana caranya? Adakah resep manjur untuk mencegah stres dan depresi agar mental kita bugar konsisten? Banyak pilihan yang bisa kita pelajari dari berbagai sumber dan tehnik untuk bebas stres dan depresi baik secara nonmedis atau medis. Semua berpulang kepada kita masing-masing mau memilih yang mana.
Menerima kenyataan bahwa kita dalam kondisi sulit di masa pandemi adalah langkah sederhana dan mendasar untuk lebih lepas dari tekanan. Sadari sungguh bahwa kita tidak sendiri melainkan semua seisi planet ini sedang bersama bersusah-payah. Menerima dalam arti bukan menyerah dan pasrah namun berserah pada Dia yang lebih berkuasa atas hidup kita ini. Karena perlawanan hati akan melelahkan jiwa kita dan menyangkali kenyataan di depan mata. Pikiran kita harus bisa diajak berdamai bahkan dikendalikan karena banyak kecemasan berasal dari pikiran yang masih sebatas pikiran dan belum tentu benar terjadi. Padahal pikiran yang berlebihan akan menghasilkan gangguan pada tubuh. Karena kekhawatiran kita tentu tidak akan menambah atau mengurangi kisah hidup ini ( Bdk. Matius 6:27)
Setelah menerima kenyataan hidup, kita dituntut untuk berusaha maksimal untuk melakukan pola hidup sehat dan protokol kesehatan supaya keterpaparan tidak terjadi. Ikhtiar yang benar dan berkesinambungan untuk melakukan itu mutlak ada dalam langkah laku kita setiap hari. Jangan katakan sudah maksimal jika bermasker dengan benar tidak setia dilakukan atau maskernya masih tidak menutupi lubang hidung. Jangan katakan sudah maksimal jika masih tidak betah dirumah saja dan kerap berada dirumunan orang padahal tahu covid itu berpindah dari orang ke orang. Jangan katakan sudah maksimal jika kita belum juga mendengar dan melaksanaakan apa yang pemerintah kita atur di masa pandemi ini. Jangan merasa sudah maksimal namun masih ragu untuk divaksin yang justru menjadi sarana perlindungan kita. Jangan katakan sudah maksimal melakukan protokol kesehatan jika kita belum menjadi teladan yang benar bagi pelaksanaan protokol kesehatan itu sendiri.
Mengucap Syukur
Setelah semua upaya kesehatan itu sudah maksimal kita perbuat maka jangan takut dan percaya saja kepada penyelenggaraan Tuhan (Bdk Markus 5:36). Namun bisa jadi kita mencobai-Nya jika kita melakukan sebaliknya, tidak melakukan maksimal protokol kesehatan yang benar dan semata berpaham Tuhan pasti meluputkan dari segala yang jahat termasuk penyakit. Maka selalu benarlah ujaran ini: ora et labora (berdoalah dan bekerjalah).
Mari gembirakanlah hati karena nasihat Amsal, itu adalah obat yang manjur. Mari mengucapkan syukur karena saat ini kita masih bernapas dengan lega yang adalah kemewahan bagi yang terpapar bergejala berat. Melakukan hobi, bersyukur tulus, menikmati alam anugerah-Nya, melakukan bela rasa dan berdoa adalah hal yang riil yang bisa dilakukan untuk mendamaikan jiwa. Berolah raga rutin, makan bergizi, tidur cukup dan berjemur matahari dikatakan akan menguatkan badan dan sekaligus mendukung kebugaran jiwa.
Jika kita terlalu dan selalu hanya berfokus pada kondisi pandemi dan kesakitan maka kita akan mengurung jiwa kita pada ketakutan tak berujung. Itu semua memberi kontribusi nyata penurunan kebugaran jiwa dan raga kita. Dengan sesadar-sadarnya lepaskanlah fokus itu untuk melihat hal lain yang berharga yang masih ada disekeliling kita. Buang rasa tidak aman yang masih mengisi ruang pikir dan nuansa hati kita. Lihatlah dan bersyukurlah atas kesehatan tubuh kita sekarang, lihat juga keberadaan keluarga kita atau semua yang patut kita syukuri. Berilah istirahat pada mata dan telinga kita dari semua medsos dan berita tentang pandemi. Lalu isilah relung hati kita dengan semua kedamaian yang bersumber dari-Nya. Jangan ragu karena kita berpegang pada-Nya selalu. Jangan takut karena kita mengandalkan-Nya. Percayalah pada Kasih Karunia dan penyelenggaraan-Nya. Sebab entah kita sakit, entah kita sehat bahkan entah kita sudah tidak di dunia ini, kita tetaplah milik Dia yang Maharahim. (Bdk.Roma 14:8)
”Jangan katakan sudah maksimal melakukan protokol kesehatan jika kita belum menjadi teladan yang benar bagi pelaksanaan protokol kesehatan itu sendiri.”
dr. Yan Edwin Bunde, tinggal di Bandung, Jawa Barat
HIDUP, Edisi No.30, Tahun ke-75, Minggu, 25 Juli 2021