Melalui kesempatan yang disediakan Gereja ini, kita bisa pergunakan mendoakan saudara-saudari kita yang meninggal karena Covid, juga untuk korban Covid yang tidak kita kenal.
SETIAP tanggal 1 Agustus, ribuan peziarah dari Italia dan Eropa, sebelum pendemi 2019, berbondong-bondong datang ke Kota Assisi untuk mengikuti puncak perayaan Indulgensi Portiuncula pada tanggal 2 Agustus. Sehubungan dengan hal ini, HIDUP berbincang-bincang dengan Romo Dwihatmanto, OFM, yang secara khusus studi tentang Spiritualitas Fransiskan di Universitas Antonianum, Roma, kini menjadi Magister Novis. Berikut petikannya:
Sejak Kardinal Jorge Mario Bergoglio terpilih menjadi Paus dan mengambil nama pontifikal Fransiskus, sosok dan spiritualitas Santo Fransiskus seolah diartikulasikan lebih dalam dan luas. Apa tanggapan, Romo?
Kami merasa diingatkan kembali bahwasanya spiritualitas yang kami hayati ini aktual dan dibutuhkan oleh Gereja. Artinya, bagaimana spiritualitas yang dilihat Paus sebagai cara untuk membaharui Gereja, menjadi tantangan bagi kami untuk bisa mewujudkannya. Sedangkan bagi Gereja, ini menjadi satu kesempatan yang baik melihat kembali seluruh kehidupan menggereja. Bisa saja, sebagai lembaga yang besar, dengan sejarah yang begitu lama, kita telah tinggal dalam kemapanan atau kenyamanan. Ternyata ada perkembangan pesat di dunia ini dan membutuhkan tanggapan yang berbeda dari cara-cara sebelumnya. Menurut Paus cara-cara itu sudah ada dan itu sudah dimulai Fransiskus Assisi.
Bagaimana hal itu bisa lebih dijelaskan, Romo?
Saya melihat kesamaan situasi di Abad Pertengahan, di zaman Fransiskus, misalnya sekarang disebut hedonisme, itu pun sudah ada di masa itu; orang ingin menikmati, mencari kejayaan sendiri dengan menjadi ksatria sebagaimana juga dialami Fransiskus. Ini juga ada di zaman sekarang. Contoh lain, adanya gap antara yang kaya (maiores) dan yang miskin (minores). Zaman Fransiskus sedang ada perubahan masyarakat. Dari negara feodal menjadi negara-negara kota, di mana di negara-negara kota, kekuasaan feodal mulai hilang. Kekuatan pada awalnya pada penguasaan modal yaitu penguasaan tanah. Ketika muncul kelas masyarakat kelas menengah atau orang kaya baru, para pedagang umumnya, muncul orang-orang kaya, walaupun tanah tidak banyak, statusnya bukan bangsawan, tetapi mereka bisa menggerakkan situasi masyarakat, mereka bisa berkuasa secara ekonomi, sosial politik. Dengan negara kota, muncul dua kelas dalam masyarakat yang saya sebut tadi, maiores yang kaya, berkuasa atau sekarang disebut sebagai golongan atas dan satu kelompok lagi yaitu minores yang tidak punya apapun. Sekarang itu terjadi, gap antara orang-orang kaya dan berkuasa dengan orang-orang miskin dan terpinggirkan. Ini juga diungkapkan Paus Fransiskus. Ia meminta kita melihat orang-orang kecil, mendekati mereka. Sekarang, kekakyaan dalam bentuk korporasi sehingga kekayaan kemudian berjejaring; kalau dulu kemiskinan karena tidak punya pilihan, sekarang orang miskin tidak punya pilihan karena struktur ekonomi.
Kita lihat Paus datang ke Uni Emirat Arab 2019, bertemu dengan imam besar Al-Azhar, Paus melakukan hal yang dulu dilakukan Fransiskus Assisi dalam konteks masa itu ada Perang Salib. Perang yang tentu saja ada masalah iman, tetapi juga lebih penguasaan tanah atau tempat-tempat suci, sekarang konteksnya ketidakharmonisan antaragama juga masih ada. Selain itu, okumen-dokumen yang disusun oleh Paus Fransiskus seperti Ensiklik Laudato Si’, Ensiklik Fratelli Tutti, mengambil inspirasi dari gagasan-gagasan pokok Fransiskus Assisi.
Indulgensi Portiuncula juga adalah salah satu warisan yang ditinggalkan oleh Santo Fransiskus dan Paus Fransiskus juga melihatnya sebagai salah satu kekayaan rohani Gereja masa kini. Bagaimana Romo melihat hal ini, kalau kita melihat misalnya Paus Fransiskus juga memberikan Indulgensi saat merebaknya pandemi ini tahun lalu?
Indulgensi dalam hidup menggereja adalah hal yang normal. KHK 992-994 sendiri mengatur hal ini, itu semua tentang indulgensi, pengampunan, dosa-dosa manusia dihapuskan. Maka, ada pelbagai macam Indugensi. Indulgensi Portiuncula, saya mau menempatkan dalam konteks yang lebih luas, yang disebut sebagai Pengampunan Assisi yang terjadi setiap tanggal 1-2 Agustus. Puncaknya di tanggal 2, prosesnya dimulai tanggal 1. Kalau kita lihat sumber-sumber tentang Fransiskus, disebutkan bahwa dia menyampaikan Indulgensi ini pada tanggal 2 Agustus 1216. Suatu malam di Portiuncula, ia mendapat suatu penglihatan, dia bertemu dengan para malaikat maka Portiuncula ini (basilika) diberi nama Maria Ratu Para Malaikat. Saat ia ditanya, apa yang dia inginkan, Fransiskus menjawab, bahwa ia menghendaki keselamatan jiwa-jiwa. Setelah peristiwa itu ia menemui Paus Honorius III. Kita tahu saat itu masa gelap di mana indulgensi juga diperjualbelikan. Paus bertanya, “Berapa lama Indulgensi ini akan diberikan,” Fransikus menjawab, “Saya tidak menghendaki tentang waktu, saya menghendaki, banyaknya jiwa-jiwa yang diselamatkan.” Sejak saat itulah, perayaan ini dilaksanakan dan semakin banyak orang yang datang sehingga kalau hanya tanggal 2 Agustus saja dirasa tidak cukup. Maka, Gereja Portiuncula menambah mulai dari tanggal 1 Agustus.
Bagaimana Indulgensi ini kita tempatkan dalam konteks sekarang ini?
Menurut saya, orang-orang sekarang ini, butuh sekali pengampunan karena luka itu mudah sekali muncul. Komunikasi orang yang semakin mudah, apalagi dengan dunia virtual, di mana sensenya itu tidak kena, misalnya kita ngobrol saat secara virtual, kalau saya misalnya menyampaikan kata-kata yang tidak enak, ya tidak terasa karena tidak langsung, beda kalau bertemu langsung karena budaya kita masih ada budaya segan. Hoaks, ujaran kebencian berkembang begitu pesat. Maka, kalau ditanya, apa relevansi Indulgensi Portincula ini, ya pengampunan. Tentu saja pengampunan akan bermakna jika ada kesadaran bahwa saya bersalah, maka saya minta pengampunan dari Tuhan. Saat ini banyak sekali orang minta diampuni dan juga mengampuni. Jadi, Indulgensi Assisi mengingatkan kita untuk mengampuni dan diampuni. Hal ini penting sekali.
Saat ini sedang pandemi, termasuk di Assisi, artinya para peziarah tidak sebanyak sebelum masa pandemi yang diizinkan untuk bisa berziarah…
Saya kira, Portiuncula sudah akan dibuka dengan pembatasan kendati di Eropa umumnya sudah mulai terbuka. Kita di Indonesia saat ini tidak mungkin juga ke sana mendapatkan Indulgensinya sendiri, dan memang tidak harus Indulgensi ini karena cukup banyak Indugensi di dalam Gereja. Indulgensi Portiuncula ini bisa juga didapatkan di gereja-gereja Fransiskan cuma sekarang ini kita tidak tahu bagaimana perkembangan ke depan, apakah PPKM darurat akan diperpanjang sampai Agustus mendatang.
Pastinya Romo sudah sering berkunjung ke Basilika ini ketika studi di sana. Suasana apa yang bisa digambarkan?
Di Italia banyak tempat ziarah. Namun dari seluruh tempat ziarah yang pernah saya kunjungi, Assisi tidak ada duanya. Sangat tenang, teduh, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Di Portiuncula, keheningan sangat ditekankan. Voluntir mengingatkan supaya selalu menjaga ketenangan. Suasana yang tak terlukiskan itu mungkin saja karena saya belajar mengenai Fransiskus, apa yang terjadi di tempat itu, sehingga ada memoria, seolah-olah saya sedang melihat Fransiskus, mengalami persaudaraan pertama. Maka, bagi saya, tempat itu istimewa sekali. Di situ ada kapel tempat Fransiskus meninggal, tempat ia dibaringkan, di situ juga selalu ada sepasang burung merpati di keranjang yang pernah dibawa Fransiskus. Di situ ada kebun mawar tanpa duri. Mawar ini menggambarkan bagaimana waktu itu Fransiskus menghadapi godaan sampai ada mukjizat tentang mawar yang ternyata mawarnya tidak berduri. Di sini banyak kenangan akan Fransiskus dan sahabat-sahabat awal. Kita tahu Fransiskus tidak mau memiliki sesuatu. Tapi dengan Portiuncula ia bersikap berbeda.
Prasyarat apa yang diperlukan agar umat dapat memperoleh Indulgensi Portiuncula?
Setiap Indulgensi, termasuk Portiuncula ini, perlu suatu olah kerohanian. Orang terlebih dahulu mengaku dosa, mendaraskan Aku Percaya, Bapa Kami, dan sungguh melakukan suatu ungkapan tobat. Kalau hanya datang ke sana, tapi hidupnya tidak diubah, bisa jadi rahmat Tuhan itu tidak dimiliki. Untuk mendapatkan rahmat Tuhan itu, perlu pertobatan.
Jika ada umat Katolik dari Indonesia ingin mendapatkan Indulgensi ini, apa yang ingin Romo sampaikan?
Indulgensi memberi kesempatan kepada kita, baik bagi diri kita sendiri, ataupun orang lain yang sudah meninggal. Sekarang ini, banyak sekali korban Covid, yang tidak memperoleh sakramen-sakramen seperti Komuni Terakhir, Pengakuan Dosa, dan Perminyakan. Maka, kesempatan yang disediakan Gereja ini, kita bisa pergunakan untuk mendoakan saudara-saudari kita yang meninggal karena Covid ini; juga untuk korban-korban Covid yang tidak kita kenal.
HIDUP, Edisi No. 30, Tahun ke-75, Minggu, 25 Juli 2021