HIDUPKATOLIK.COM – PADA pertengahan Juni 2021, Agnez Mo atau dikenal Agnes Monica (34), penyanyi kondang dan selebritas, membuat kejutan. Namanya melejit kembali. Kali ini tidak tentang prestasi, popularitas, dan berbagai penghargaan yang disandangnya, nasional maupun internasional, tetapi sebagai selebritas yang peduli pada pandemi Covid-19. Bersama Artha Graha Peduli (Tomy Winata), ia mendirikan klinik vaksinasi gratis.
Berdiri sejak 10 Maret 2021 di Rumkitlap Ancol di Kawasan Ancol dan Mal Artha Gading, sampai 18 Juni klinik sudah memvaksinasi lebih dari 48.000 orang. Kegiatan dimotivasi solidaritas, kepeduli dan kesediaan membantu ajakan pemerintah agar lembaga, instansi atau masyarakat bisa ikut menyediakan fasilitas vaksinasi. Mempekerjakan 60 nakes dan 120 relawan.
Apa pun latar belakangnya, kita apresiasi bentuk solidaritas Agnes Monica. Kalau tidak dia umumkan lewat instagramnya, tanggal 18 Juni yang lalu, kegiatan mulia ini niscaya hanya diketahui beberapa orang. Padahal di balik kegiatan itu, seperti dia akui, itulah bentuk kontribusi solidaritasnya dengan kondisi masyarakat saat ini. Dia berharap kegiatan ini menginspirasi para selebritas atau orang-orang berduit untuk juga melakukannya. “Selain memberikan vaksin, klinik memiliki fasilitas lengkap, mulai dari tempat suntik, vaksin, ambulans, kamar darurat. Juga menyediakan makanan bagi mereka yang baru disuntik berupa mie instans dan telur.
Semua gratis. Selain bagi masyarakat umum, klinik juga disediakan untuk para penggemar Agnes Monica dengan menunjukkan identitas id Agnation dengan lebih dulu mendaftar lewat email
of**************@gm***.com
; dan tetap bekerja sama dengan Kemenkes atau Dinas Kesehatan dalam hal ini Puskesmas Pademangan.
Risiko setiap inisiatif seseorang berbuat baik pada sesama, mengundang pro dan kontra, apalagi seorang selebritas yang tidak akan jauh dari maksud peningkatan popularitas. Yang skeptis berkomentar: “ah, cari popularitas. Agnes ingin mendulang keuntungan lewat berbagai kejutan dan kegiatan termasuk kegiatan filantropis. ” Dalam konteks serba darurat saat ini, dengan jumlah yang terpapar lebih dari 20.000 per hari dan munculnya dua virus varian baru dari AS dan India, ketika sebaiknya prinsip menyelamatkan kehidupan (life) didahulukan selain kesejahteraan (livelihood), komentar sinis dan skeptis (bukan kritis) pembukaan klinik gratis Agnez Mo perlu dikesampingkan.
Dalam kondisi serba “darurat” saat ini, ketika rumah-rumah sakit terisi penuh, sehingga pasien terpaksa dirawat di selasar RS atau dibawah tenda, pasien yang keburu meninggal dalam perjalanan mencari RS dan korban terpapar terus bertambah, konon dari lima orang di Jakarta dua terpapar, beberapa fasilitas umum dipermak jadi rumkit darurat, merebaknya varian virus baru, di balik motivasi, maksud dan alasan apa pun, penyelenggaraan klinik gratis perlu kita apresiasi.
Solidaritas atas dasar kemanusiaan, apa pun latar belakang dan motivasinya adalah mulia. Apalagi di sekeliling kita, kita saksikan beberapa rumah sakit, dipasang tenda-tenda untuk menampung pasien Covid-19. Di halaman RSUD Kramatjati – Kampung Tengah, Kramatjati, misalnya– berdiri tenda-tenda perawatan. Serba darurat. Keadaannya mengingatkan kita kondisi serba darurat setelah gempa di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, Mei 2006.
Menempatkan musibah yang merobek kondisi kemanusiaan, justru menggerakkan kebersamaan. Sekat-sekat perbedaan mencair, sebab yang menjadi dasar adalah kesamaan manusiawi. Motivasi menolong sesama meniadakan sekat-sekat yang ada, yang kadang menjadi penghalang berkembangnya kebersamaan, apalagi diperuncing dengan tujuan politik dan kepentingan lain. Dengan klinik gratis, Agnez Mo menjebol sekat-sekat itu, tidak demi meningkatnya polularitas di mata penggemar lewat id Agnation, tetapi terutama memberikan fasilitas gratis bagi siapa pun.
Inspirasi Iman
Bagi yang setia mengikuti streaming Pertemuan “Api Karunia Tuhan” dari Bapak Uskup Ignatius Kardinal Suharyo tiap Senin malam yang pada 28 Juni yang lalu sudah ke-42, niscaya beruntung. Bersyukur bisa banyak belajar, memperoleh penyegaran dan pemupukan kehidupan rohani. Semua menjadi lebih mudah, sebab penjelasan dan kuliah Bapak Kardinal Suharyo sifatnya membiarkan teks-teks Kitab Suci berbicara dalam kehidupan. Bukan tafsir Kitab Suci, tetapi melatih kita membiarkan teks-teks itu relevan dengan keseharian, apalagi disampaikan dengan “mempermudah yang sulit dan bukan mempersulit yang mudah.”Dari antara 42 pertemuan itu, sejak Juli 2020, selalu ada benang merah dan percikan-percikan pencerahan yang aktual dan sesuai keadaan setempat (hic et nunc= di sini dan sekarang), yang bisa kita petik.
Satu di antaranya tentang solidaritas kemanusiaan yang oleh Rasul Paulus dalam berbagai suratnya, sering dia bawa ke atas menjadi inspirasi iman. Misalnya kepada jemaat di Korintus, sebuah kota pelabuhan yang besar dan ramai pada tahun 50-an M. Untuk “memanas-manasi” jemaat di Korintus agar memberikan derma untuk penyelenggaraan Konsili Yerusalem, ia membandingkannya dengan jemaat Macedonia yang miskin (II Kor 8:1-15). Dia memberi penegasan motif Kristologis. Tetapi ketika menulis surat kepada jemaat di Filipi (Macedonia, sekarang Yunani modern), kadang di beberapa surat ke jemaat kota lain, inspirasi iman didahulukan baru kemudian motivasi (Filipi 1: 27-30).
Inspirasi iman: “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia” (ayat-29). Motivasi. “…dalam pergumulan yang sama seperti yang dahulu kamu lihat padaku, dan yang sekarang kamu dengar tentang aku” (ayat-30). Ada perbedaan antara motivasi dan inspirasi iman. Motivasi sebatas landasan kemanusiaan (solidaritas), inspirasi iman lebih menyangkut keyakinan, sehingga selalu mengandung ketidakjelasan (misteri). Iman adalah jawaban terhadap wahyu (Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi. “Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman” (Dei Verbum), seperti yang dilakukan Abraham yang meninggalkan segala-galanya meskipun tidak ada jaminan yang pasti dan jelas (bdk. Kejadian 12:1-3)—Mgr. Ignatius Suharyo, The Catholic Way, Kanisius 2009.
Transformasi dari motivasi ke inspirasi iman dalam konteks Agnez Mo lewat klinik gratis, tentu sebuah pengandaian sekaligus harapan. Mengandaikan apa yang dilakukan selain didasarkan atas dasar solidaritas kemanusiaan, juga digerakkan oleh imannya (kristiani), tanpa mengesampingkan motivasi demi mendongkrak popularitas atau peningkatan popularitas sebagai buah positif lainnya. Dengan demikian terkesampingkan semua sinisme dan skeptisisme, sekaligus harapan semoga menjadi virus positif yang membuahkan semakin banyak orang tergerak ikut melakukan.
Transformasi dari motivasi ke inspirasi iman dalam konteks Agnez Mo lewat klinik gratis, tentu sebuah pengandaian sekaligus harapan.
St. Sularto, Kontributor, Wartawan Senior