HIDUPKATOLK.COM – TATA Perayan Ekaristi (TPE 2020) menginstruksikan para imam untuk mengucapkan salam atau sapaan “Tuhan bersamamu” (Latin: Dominus Vobiscum) kepada umat. Sebanyak empat kali salam tersebut diucapakan, yaitu dalam salam pembukaan, sebelum dibacakan Injil, prefasi, dan sebelum berkat penutup. TPE 2020 tidak memberi alternatif salam dari pemimpin Ekaristi (imam) selain ‘TUHAN bersamamu’. Dalam TPE yang lama memang ada alternatif salam yang lain, yaitu ‘TUHAN sertamu”. Sebenarnya, makna hakiki dari kedua ungkapan tersebut tidak berbeda. Hanya kata-katanya saja yang berbeda.
Di luar perayaan Ekaristi, sebelum mengucapkan berkat, imam biasanya mengawalinya dengan salam ini. Dalam perayaan liturgis, pada umumnya salam ini tidak pernah diucapkan oleh siapapun kecuali oleh klerus, minimal diakon tertahbis.
Selain Gereja Katolik, tampaknya ada sejumlah denominasi Gereja Kristen lainnya yang juga memakai salam ini di awal ibadah mereka. Sekali lagi, mungkin rumusan kata-katanya berbeda, tetapi maknanya tetap sama.
Dalam beberapa ritus upacara keagamaan orang-orang Yahudi, terutama ibadah di Sinagoga, ketika seseorang dipanggil dan ditugaskan untuk membaca Torah (atau Taurat), ia biasanya akan mengawalinya dengan sapaan Adonai immachem, yang artinya kurang lebih sama “Tuhan bersamamu.”
Sebenarnya salam ini sudah hidup beradab-abad lamanya bahkan sebelum menjadi rumusan baku dan resmi dalam liturgi gereja. Jadi, salam ini sudah mentradisi atau diteruskan turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Salah satu cara untuk mendeteksi ke-kuno-an salam ini adalah dengan menelusuri teks atau dokumen kuno yang memuat salam itu. Dan dokumen kuno tersebut adalah Alkitab.
Dasar Alkitabiah
Dalam Kitab Rut (versi Vulgata: Kitab Suci terjemahan dalam bahasa latin) tertulis: “Et ecce ipse veniebat de Bethlehem dixitque messoribus “Dominus vobiscum” (Lalu datanglah Boas dari Betlehem. Ia berkata kepada penyabit-penyabit itu: “TUHAN kiranya menyertai kamu” (Rut. 2:4). Sama halnya, juga dalam Kitab 2 Tawarikh (versi Vulgata) tertulis: Azarias..egressus est in occursum Asa et dixit ei: “ Audite me, Asa et omnis Iuda et Beniamin! Dominus vobiscum, quia fuistis cum eo” (Dengarlah kepadaku, Asa dan seluruh Yehuda dan Benyamin! TUHAN beserta dengan kamu bilamana kamu beserta dengan Dia” (2Taw. 15:2). Dalam kitab Bilangan (versi Vulgata) tertulis rujukan ke Dominus vobiscum: Nolite ascendere, non enim est Dominus vobiscum, ne corruatis coram inimicis vestris! (Janganlah maju, sebab TUHAN tidak ada di tengah-tengahmu, supaya jangan kamu dikalahkan oleh musuhmu) (Bil. 14:42).
Dalam Perjanjian Baru, khususnya dalam perikop tentang perintah untuk memberitakan Injil di akhir Injil Matius dikatakan hal yang sama (versi Vulgata) terdapat rujukan yang kurang lebih sama : Et ecce ego vobiscum sum omnibus diebus usque ad consummationem saeculi (Dan… Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat. 28:20).
Jika membaca beberapa kisah dalam Alkitab mengenai tugas perutusan para pahlawan atau para nabi dalam Alkitab, maka akan mudah ditemukan salam ini. Biasanya, salam ini diucapkan oleh malaikat, sebagai utusan TUHAN. Ambil contoh salah satu tokoh, yaitu Yosua. Dalam kitab Ulangan, dikisahkan ketika Yosua menggantikan tugas Musa sebagai pemimpin bangsa Israel, Allah berkata kepadanya “Aku akan menyertai engkau”(Ul. 31:23). Ini adalah penjaminan ilahi terhadap tugas perutusan Yosua.
Sama halnya dengan kisah Gideon dalam kitab Hakim-Hakim. Dikisahkan, ketika menampakan diri kepada Gideon, malaikat TUHAN menyapanya “TUHAN menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani” (Hak. 6:12). Dari salah satu kisah para nabi, kita menemukan sosok Yeremia yang menerima jaminan pernyertaan TUHAN dalam tugas perutusannya. Diceritakan, ketika nabi Yeremia takut untuk menjalankan tugas kenabian, TUHAN berkata “Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau” (Yer. 1:8).
Dalam Perjanjian Baru, salam ‘TUHAN sertamu’ dapat ditemukan dalam kisah Maria menerima kabar gembira dalam Injil Lukas. Ketika malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Maria, salam pertama yang diucapkan adalah “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau”(Luk. 1:28). Salam ini kemudian menjadi kalimat pertama dalam doa salam Maria.
Sebenarnya masih banyak teks-teks dalam Alkitab yang memuat ungkapan TUHAN sertamu, entah secara eksplisit maupun implisit: entah TUHAN menyertai engkau, Aku menyertai engkau, Yesus Kristus menyertai kita, dsb. Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecilnya. Intinya, salam atau rumusan TUHAN menyertai/bersama engkau merupakan ungkapan iman yang paling kuno sekaligus penting dalam sejarah keselamatan bangsa Israel dan gereja.
Jika kita menelusuri lebih jauh makna salam ‘TUHAN bersamamu’, maka kita akan menemukan bahwa salam tersebut sesungguhnya merupakan pewahyuan identitas Allah yang paling orisinil kepada manusia. Bagaimana hal ini dijelaskan?
Untuk itu, kita perlu masuk dalam kisah penampakan TUHAN (teofani) kepada Musa dalam kitab Keluaran. Dikisahkan, ketika Musa melihat manifestasi TUHAN dalam semak belukar yang menyala tetapi tidak terbakar, ia sekaligus menerima pewahyuan nama Allah (Kel. 3:6-14).
TUHAN memerintahkan Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir. Menanggapi permintaan itu, Musa terlebih dahulu menanyakan nama Allah yang akan diberitahukan kepada orang Ibrani di Mesir (bdk. Kel. 3:13). Allah menjawabnya dengan berkata “AKU ADALAH AKU” (Kel. 3:14). Teks asli Ibrani berbunyi: “ehyeh asher ehyeh.” Secara harfiah berarti “Aku ada yang Aku ada” atau “Aku akan ada yang Aku akan Ada.”
Rumusan ini sangat sulit untuk dimengerti dan mirip dengan sebuah teka-teki. Dan memang sudah seharusnya nama TUHAN Allah tetap sulit dimengerti untuk menjaga misteri keilahiannya. Sebagian teolog mengartikan rumusan itu sebagai “Aku adalah Ada yang murni”. Namun, tafsiran para teolog ini agak terkesan terlalu jauh dari konteks teks dan lebih dipengaruhi oleh gagasan filosofis.
Ada pula yang menafsirkan, di sini sebenarnya Allah ingin mengatakan “Siapakah Aku lebih daripada apa yang bisa kamu pahami.” Tafsiran semacam ini tampak lebih merumitkan daripada memberi solusi atas arti ‘ehyeh asher ehyeh’.
Salah satu pendekatan yang kurang lebih tepat untuk mencapai pengertian arti ‘ehyeh asher ehyeh’ adala dengan melacak penggunaan kata tersebut dalam teks lain dan melihat arti dari ko-teksnya. Kata ‘ehyeh’ sebetulnya dipakai dalam dua ayat sebelumnya ketika Allah berkata kepada Musa “Bukankah Aku akan menyertai (ehyeh) engkau?”(Kel. 3:12). Dengan mengacu pada penggunaan kata ehyeh pada teks sebelumnya, maka ehyeh kemungkinan besar memiliki alternatif pengertian lain yaitu ‘ada untuk menyertai’ atau ‘berada bersama’.
Jika mengikuti penafsiran yang terakhir, maka penafsiran yang kurang lebih tepat dari nama Allah ‘AKU ADALAH AKU’ ‘aku yang ada untuk menyertai [yang] aku yang ada untuk menyertai. Jadi, TUHAN Allah adalah “Dia-Yang-Selalu-Menyertai” atau “Dia-Yang-Selalu-Bersama.”
Dan lagi, jika kita melihat secara global kisah-kisah dalam Alkitab, maka poin utama dari seluruh kisah Alkitab adalah penyertaan TUHAN terhadap umat-Nya, Israel (Perjanjian Lama) maupun Gereja (Perjanjian Baru). Isi Alkitab tidak lain adalah kisah tentang TUHAN yang menyertai atau TUHAN yang selalu bersama umat-Nya
Sebuah Mantra
Lantas, apa hubungannya antara kajian singkat di atas dengan salam imam ‘TUHAN bersamamu’ dalam perayaan Ekaristi? Ketika imam mengucapkan salam “TUHAN bersamamu”, sesungguhnya imam sedang memaklumkan misteri atau rahasia terbesar iman Kristiani yaitu identitas, karakter, dan sifat sejati dan terdalam dari TUHAN sendiri. TUHAN bukanlah Allah yang jauh dan tak terjangkau oleh manusia. Sebaliknya, Allah adalah juga Dia yang mau hadir dan bersama dengan umat-Nya. Dalam perspektif religius, TUHAN sekaligus transenden dan imanen.
Dengan mengucapkan salam itu di awal, di tengah, dan di akhir perayaan Ekaris, hendak ditegaskan bahwa TUHAN itu sungguh-sungguh hadir untuk berbicara melalui sabda-Nya, menolong dan melindungi umat-Nya dari segala kejahatan dan dosa. Jika salam ini diucapkan di bagian awal perayaan Ekaristi, salam ini menyadarkan bahwa TUHAN sungguh hadir dalam perayaan tersebut. Jika diucapkan sebelum berkat penutup atau doa berkat lainnya, salam ini akan mengingatkan bahwa dengan diberkati, TUHAN akan selalu berada bersama dalam seluruh kehidupannya.
Salam ‘TUHAN bersamamu’ hendaknya tidak hanya terdengar pada saat perayaan Ekaristi. Salam ‘TUHAN bersamamu’ seharusnya bergema setiap saat di dalam akal dan budi kita. Salam ini hendaknya menjadi mantra doa yang terucap dalam hati kita. Mantra doa ‘TUHAN bersamamu’ dapat menjadi motivator dan penyemangat internal pada saat kita menghadapi persoalan, kesulitan hidup atau penderitaan yang dapat melumpuhkan mental kita. Mantra ini mengingatkan, sebagai umat beriman, kita tidak sendirian, sebaliknya TUHAN akan selalu menyertai mereka yang percaya kepadanya dengan cara-Nya yang misterius. Dengan mengingat “TUHAN bersamamu”, daya transformatif bisa muncul dalam diri kita.
Akhirnya, jangan pernah menganggap salam ‘TUHAN bersamamu” itu sebagai sapaan formalitas dalam perayaan Ekaristi. Dengan mengucapkan salam itu yang juga sekaligus mantra doa, pemimpin Ekaristi yaitu imam dan seluruh umat masuk dalam misteri nama dan identitas Allah yang mahakudus.
Romo Albertus Purnomo, OFM, Penulis dan Pengajar Kitab Suci di STF Driyarkara dan kursus-kursus Alkitab di Jakarta, Alumnus Pontificium Institutum Biblicum, Roma