web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

PADA HARI YANG FITRI YESUS NAIK KE SURGA

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – TAHUN 2021 akan menjadi salah satu momentum bersejarah dalam kehidupan umat beragama karena pada tanggal 13 Mei 2021 umat Islam dan umat Kristen merayakan salah satu hari raya mereka secara bersamaan yaitu Hari Raya Idul Fitri dan hari peringatan kenaikan Yesus Kristus ke Surga. Kedua perayaan tersebut secara teologis jelas tidak bisa disama-samakan karena memiliki dalil yang mendasarinya masing-masing akan tetapi banyak hikmat yang dapat kita petik dari masing-masing peristiwa tersebut yang kemudian dapat memperkaya pengalaman untuk perjalanan hidup kita kedepan.

Hari Raya Idul Fitri merupakan peringatan atas dua kemenangan bagi umat Islam yaitu kemenangan atas perang ba’dar dan kemenangan atas puasa yang telah dilaksanakannya selama kurang lebih satu bulan lamanya yaitu selama Bulan Ramadan. Di dalam agama Islam kami mengenal banyak dan cukup dalam mengenai konsep dosa-pahala dan berpuasa menjadi salah satu perwujudan umat Islam untuk menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu yang bermuara pada perbuatan dosa meskipun upaya menahan hawa nafsu tersebut senantiasa dilakukan sepanjang hidup tetapi momentum Bulan Ramadan yang diisi dengan berpuasa selama sebulan lamanya memiliki kekhasan tersendiri yakni pada saat itu umat Islam tidak diperkenankan makan dan minum sejak terbit fajar hingga terbenam matahari selama satu bulan lamanya. Kemenangan atas berpuasa dalam menahan segala bentuk hawa nafsu tersebut kemudian dirayakan pada sebuah hari yang disebut Hari Raya Idul Fitri.

Hari raya ini umumnya dimaknai sebagai saat di mana manusia (umat Islam) kembali fitri yang berarti suci dan bersih dari segala dosa atau biasa juga disebut sebagai hari kemenangan karena manusia (umat Islam) lahir kembali sebagai orang-orang yang menang dalam mengendalikan hawa nafsu. Kembali bersihnya diri manusia (umat Islam) dari segala dosa tersebut dalam hemat saya dapat menjadi simbol dan juga pijakan baru bagi umat Islam untuk memulai lagi kehidupannya dengan cara yang lebih baik, dengan cara yang lebih pengasih dan penyayang tidak hanya kepada antarsesama manusia tetapi juga terhadap sesama ciptaan Tuhan.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Kemenangan atas hawa nafsu selama Bulan Ramadan juga tidak lantas dapat dijadikan dalil untuk kita boleh merasa paling beriman sehingga akan dengan mudah menghakimi yang lain. Kemenangan tersebut sebaiknya menjadi inspirasi untuk kita semua bahwa nyatanya kita, manusia dapat menahan diri dari segala hawa nafsu selama satu bulan lamanya maka seharusnya kita pun lebih bisa menahan hawa nafsu untuk tidak saling menghakimi atas nama perbedaan keyakinan dalam jangka waktu yang lebih lama lagi yakni sepanjang hayat kita.

Tidak jauh berbeda dengan perayaan Idul Fitri yang sarat akan makna, perayaan kenaikan Yesus Kristus pun juga sarat akan makna yang dapat menjadi inspirasi untuk banyak manusia tidak hanya orang Kristen saja. Perayaan Kenaikan Yesus Kristus tentu tidak bisa kita lepaskan dari perayaan-perayaan hari besar umat Kristen yang lain yakni perayaan Kelahiran, Kematian dan Kebangkitan Yesus Kristus. Kalau boleh saya katakan, Kenaikan Yesus Kristus ke Surga adalah bagian dari serangkaian kisah perjalanan Putera Maryam tersebut.

Peringatan Kenaikan Yesus Kristus dirayakan pada hari Kamis 40 hari setelah perayaan Paskah dan pada perayaan Paskah ada serangkaian kegiatan khususnya adalah pada Minggu Paskah diperingati peristiwa ketika Yesus dipersidangkan untuk dijatuhi hukuman hingga Ia benar-benar mati di kayu salib atau dikenal dengan istilah Jalan Salib.

Proses disalibnya Yesus tentu menjadi peristiwa yang disisi lain menyakiti hati para pengikutnya namun disisi yang lain salib tersebut juga menjadi simbol betapa luas kasih Yesus untuk umat manusia sehingga Ia rela mengorbankan hidupnya bahkan ada pula yang meyakini bahwa disalibnya Yesus adalah simbol ditebusnya dosa manusia sehingga manusia terlahir baru kembali.

Terlepas bagaimana orang mengartika peristiwa penyaliban tersebut yang jelas peristiwa tersebut adalah peristiwa pengorbanan yang dilakukan secara tulus dan ikhlas demi kemaslahatan bersama. Tidak hanya Yesus yang merelakan dirinya namun juga Maria, sang Ibu yang mengasihinya pun harus turut merelakan Puteranya yang tunggal tersebut untuk dipaku di atas kayu salib dan barangkali hal tersebut menjadi hal yang paling menyakitkan bagi perasaan seorang Ibu melihat anaknya menderita didepan matanya.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Tiga hari setelah Yesus mati di kayu salib, Ia pun bangkit kembali yang kemudian hal tersebut dimaknai bahwa Yesus telah menang dari mati. Kebangkitan Yesus Kristus selain dipercaya sebagai salah satu bukti kebenaran nubuat Alkitab juga menjadi simbol keselamatan untuk umat manusia. Lalu, setelah bangkit dari mati, 40 hari setelahnya Ia naik ke Surga yang kenaikan tersebut salah satunya dimaknai sebagai bentuk peneguhan agar manusia (umat Kristiani) tidak perlu khawatir akan segala pergumulan hidupnya serta jangan pula khawatir akan kematian karena Yesus telah menyediakan tempat di Surga bagi orang yang percaya.

Menghayati kembali serangkaian peristiwa mulai dari disalib hingga naiknya Yesus ke Surga dan juga peristiwa Idul Fitri ada satu hal utama yang penulis catat dan anggap penting yakni tentang keselamatan. Dari kedua peristiwa perayaan keagamaan umat Kristen dan umat Islam kita tahu bahwa sebenarnya Tuhan, Allah adalah memang selalu welas asih terhadap seluruh manusia tanpa membeda-bedakan bahkan Tuhan pun senantiasa menunjukkan jalan kepada manusia untuk selamat dan terlepas dari belenggu dosa meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Umat Islam menyelematkan diri dari belenggu dosa salah satunya adalah melalui puasa dan umat Kristen diselamatkan dirinya melalui pengorbanan Yesus Kristus.

Ketika Tuhan, Allah saja senantiasa memberi kesempatan manusia untuk selamat dari berbagai belenggu dosa maka sebagai ciptaan-Nya sudah seharusnya kita senantiasa berupaya untuk saling memberikan rasa aman tidak hanya antarsesama manusia namun juga antarsesama ciptaan-Nya yang lain terlebih di tengah situasi kerukunan antarumat beragama yang kerapkali goyah atas nama perbedaan keyakinan tanpa diiringi rasa welas asih untuk saling menghargai.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus
Merawat kebersamaan.

Rasa saling memberi rasa aman tersebut dapat kita realisasikan melalui hal-hal yang sederhana dalam kehidupan sehari-hari misalnya tidak mengganggu bahkan menolak rumah ibadah agama lain, tidak menghakimi pilihan agama ataupun keyakinan orang lain bahkan termasuk pula pada aktivitas penggunaan sumberdaya alam tanpa mengeksploitasinya karena kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia dalam hemat penulis juga menjadi salah satu bentuk tindakan yang tidak memberikan rasa aman terhadap ciptaan Tuhan.

Pada akhirnya, dari apa yang ada dalam ajaran agama Islam dan agama Kristen kita belajar tentang bagaimana Tuhan senantiasa mengajarkan untuk berbuat welas asih terhadap sesama dan melalui peringatan hari raya idul fitri dan kenaikan Yesus Kristus yang dilaksanakan dihari yang bersamaan ini saya berharap peristiwa tersebut dapat menjadi bahan pergumulan kita bersama agar ke depan konflik-konflik antarkedua umat beragama tersebut semakin terkikis dan tidak ada lagi karena sekalipun berbeda cara pandang saya percaya bahwa Yesus maupun Muhammad tidak mencintai pertikaian dan peperangan karena bukan cinta namanya kalau didalamnya masih penuh dengan perseteruan.

Merekatkan tali persaudaraan antar-lintas bangsa.

Teruntuk saudara-saudari/ku umat Islam dan umat Kristen baik yang berada di Indonesia maupun di seluruh dunia dengan penuh cinta kepada kalian saya mengucapkan selamat merayakan dan menggumuli tauladan-tauladan yang ada dalam kedua peristiwa tersebut, para penerima wahyu agama telah banyak meneladankan maka kita yang mengaku sebagai pengkutnya yang setia bahkan yang paling beriman sudah selayaknya meneladani dan meneruskan perjuangan-perjuangan mulia mereka di dunia yang sementara ini meskipun tidak dapat semulia perjuangan mereka namun setidaknya kita telah mengupayakan yang sebaik-baiknya.

Damai sejahtera semoga senantiasa mengiringi setiap perjalanan hidup kita.

Salam.

Dewi Praswida, Alumna Program Magister Lingkungan dan Perkotaan Unika Soegijapranata, aktivis GusDurian, penerima beasiswa Nostra Aetate studi di Pontifical Institute for Arabic and Islamic Studies dan Pontifical University of Sint Thomas Aguinas, Italia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles