HIDUPKATOLIK.COM – “Jangan kehilangan senyum. Yang paling penting adalah ada begitu banyak orang peduli kepada kita baik dari keuskupan maupun luar keuskupan..”
GELEGAR suara air menderu begitu kuat terdengar hingga jauh. Gelombang air itu terus bergolak dan mendorong ruang yang mengukungnya. Semakin hari akibat curah hujan tinggi semakin banyak pula volume air yang tertampung. Tak kuasa menahan kekuatan besar itu, akhirnya Bendung Kambaniru patah pada Minggu, 4/4. Air bendung yang terletak di kelurahan Maulumbi yang membendung sungai terbesar di Pulau Sumba itu laksana raksasa menghantam semua yang dilewatinya termasuk pemukiman warga, kebun, sawah, dan ladang. Terjadilah banjir bandang.
Cepat bergerak
Dari Tebing Pantai Padadita Direktur Caritas PSE Keuskupan Weetebula, Laurensius Juang menyampaikan laporan bagaimana aliran air bendungan mengalir menghancurkan tempat yang dilewati. Terlihat dalam video berdurasi 2.30 menit itu suasana kering diliputi tanah lumpur akibat banyak pohon didominasi pohon kelapa ambruk. Disisi lain dari kejauhan terlihat juga sawah dan kebun jagung masih terendam banjir dan lumpur. Selain itu, banjir bandang ini membuat lebar sungai kian besar mengalir lurus ke laut. “Pecahnya bendungan ini mengakibatkan banjir bandang di wilayah kota Waingapu, Mauliru, Kambaniru, Sumba Timur,” jelas pria yang akrab disapa Pak Lorens ini. Dalam peninjauan lain di jembatan Kambaniru, Vikjen Keuskupan Weetebula, Pastor Agustinus Malo Bulu, CSsR turut memberikan penjelasan aliran banjir bandang yang menghantam pemukiman warga, khususnya mereka yang tinggal dipinggir kali. “Mereka ini yang butuh ditolong oleh kita,” ungkapnya haru.
Akhirnya setelah tiga hari sejak tanggal 4 April akses jalan ke Sumba Timur tertutup, Tim Keuskupan Weteebula yang terdiri dari Vikjen Keuskupan Weetebula, Sekjen Keuskupan Weetebula, Pastor Marselinus Dapawole, Ketua Komisi PSE Keuskupan Weetebula, Pastor Agustinus Waluyo Abubakar, CSsR, dan Direktur Caritas Keuskupan Weetebula dan relawan bisa mengunjungi umat terdampak. Kedatangan tim pada tanggal 10 April untuk memberikan sembako kepada 340 keluarga katolik dan non-katolik terdampak di Stasi Mauliru, Stasi Kambaniru, Stasi Lambanapu, Stasi Kapuaratu, Sumba Timur.
Selain memberikan bantuan materil, Keuskupan juga memberikan dukunga moril lewat sapaaan Vikjen Keuskupan Weetebula. Kepada umat dengan suara agak sedikit bergetar, Pastor Agustinus menyapa, “Jangan kehilangan senyum. Yang paling penting adalah ada begitu banyak orang peduli kepada kita baik dari keuskupan maupun luar keuskupan. Papa, Mama, kita tidak sendirian.”
Dalam proses pembagian sembako, beberapa mama di tempat pengungsian mencurahkan isi hatinya kepada Lorens. Seorang mama berambut putih dengan kerut mata dimakan usia, Michelle Lumimangi mengutarakan saat banjir datang ia hanya berharap kepada Tuhan. “Hanya Tuhan saja saya harap. Tidak ada rasa rakut. Saya rasa terima kasih, syukur kepada Tuhan,” ungkapnya polos. Kemudian Mama Anna yang saat itu masih dirumah langsung mengungsi menyampaikan, “Rasa terima kasih.” Lalu Mama Kornelia yang tak kuasa menahan tangis. Terlihat matanya diliputi trauma mendalam. “Saya banjir masih ada di rumah kemudian lari pontang-panting, rumah saya persis di pinggir kali,” tuturnya sambil terisak hebat. Ia melanjutkan, “Saya langsung mengungsi di gereja dan saya bersyukur kepada Tuhan masih memberikan napas kepada saya.”
Respons
Sebelum kunjungan langsung Tim Keuskupan ke lokasi, Caritas Keuskupan Weetebula sudah mulai beraksi sejak tanggal 6 April 2021. Awalnya secara spontan dilakukan oleh Pastor Paroki Sang Penebus Waingapu, Sumba Timur bersama OMK dan Dewan Pastoral. Wilayah paroki inilah yang paling terdampak. Lorens menjabarkan, setelah peristiwa itu, Caritas Keuskupan mulai berkoordinasi dengan KARINA dan PSE KWI dan juga pastor paroki di Sumba timur.
Berdasarkan rapat itu, ditunjuklah Pastor Laurensius Lino Maran, CSsR sebagai koordinator lapangan untuk wilayah Sumba Timur. Saat itu jugalah, Caritas Keuskupan membuka posko pelayanan pertama di Paroki Waingapu untuk seluruh Dekanat Waingapu.
Dalam perkembangan, Posko pelayanan kedua didirikan di kantor Keuskupan Weetebula, Sumba Barat Daya, langsung di bawah koordinasi Ekonom Keuskupan Weetebula. Kemudian posko pelayanan ketiga didirikan di Kantor Caritas PSE Keuskupan Weetebula di Waikabubak, Sumba Barat.
Selanjutnya dalam hal pendistribusian bantuan, Lorens menuturkan Pos Pelayanan II dan III bertugas mendistribusikan barang bantuan kepaa masyarakat yang terdampak melalui Pos Pelayanan I. “Jadi semua bantuan dalam bentuk barang atau sembako itu diarahkan ke Pos I di Waingapu. Dari pos pelayanan itu disalurkan kepada masyarakat terdampak di wilayah Sumba Timur atau Dekanat Sumba Timur berdasarkan data yang disampaikan dari paroki, “terangnya. Selain itu, juga ada donatur dari Paroki Sumba Barat yang menghantar langsung bantuan ke paroki terdampak, misalnya Paroki St. Petrus dan Paulus Waikabubak langsung menghantar ke lokasi. “Puji Syukur, korban jiwa di wilayah keuskupan tidak ada, meskipun demikian sekitar 1.885 rumah rusak berat” sebut Lorens.
Hingga saat ini, Lorens memberi keterangan bahwa masyarakat terdampak masih membutuhkan sembako. Ia berkisah, baru pada Selasa, 13/4, Pastor Paroki St. Maria Magdalena Nggongi wilayah selatan Sumba Timur terhubung sekitar tengah malam. Dalam kontak itu terdapat informasi bahwa masyarakat di sana juga terdampak parah. “Di daerah pinggir pantai ini dilaporkan banyak rumah yang rusak, tanaman berupa padi dan jagung tertimbun lumpur,” jelasnya. Pendataan Paroki Nggongi mencatat terdampat 219 keluarga dengan jumlah 1147 jiwa terdampak banjir bandang. Mendistribusikan bantuan kesana Pos I menggunakan truk.
Selain Tim Keuskupan dan Paroki, banyak relawan hadir memberi diri. Disebutkan Lorens, relawan di Keuskupan Weetebula datang dari wilayah Sumba Tengah dan relawan Satu untuk Sumba. Ada juga relawan Redemptoris Muda yang terdiri dari para imam dan postulant Redemptoris. Mereka ini hamper setiap hari bersama umat terdampak di lokasi mengantar air bersih dengan menggunakan mobil tangka lalu turut membantu membersihkan lumpur yang ada di rumah warga. “Kira-kira relawan Redemptoris muda ada 25 orang yang turun ke lokasi,” imbuhnya.
Terakhir Lorens menjabarkan respons yang belum dilakukan kepada korban ada pemulihan trauma. “Ini menjadi prioritas kami juga kedepannya. Kami bersama-sama sedang mempersiapkan hal ini,” terangnya lagi.
Program ke depan
Berkaca dari pengalaman ini, Lorens berupaya agar diadakan program peningkatan kapasitas SDM di bagian relawan terlatih. Kemudian juga peningkatan manajemen penanggulangan bencana. “Pelatihan ini yang akan saya minta dari KARINA supaya memberi pembekalan kepada ketua OMK, Imam Moderator, supaya jika ada bencana lagi jalur koordinasi bisa lebih jelas dan tepat sasran,” ungkapnya. “Memang lima tahun lalu pelatihan ini pernah diadakan namun mereka yang telah dilatih sudah banyak merantau,”akunya lagi.
Meksipun peristiwa ini berat, Lorens tetap optimis bahwa lewat bencana ini kita diajarkan bagaimana memberi kasih kepada masyarakat terdampak secara sistemati dan mempunyai manajemen yang jelas dan tepat tidak sekadar sosial karitatif. “Kami sedang berjuang mewujudkan hal itu,” pungkasnya semangat.
Felicia Permata Hanggu
(Majalah HIDUP, Edisi No.17, Tahun ke-75, Minggu, 25 April 2021)