HIDUPKATOLIK.COM – SUDAH jatuh, tertimpa tangga pula. Peribahasa ini menggambarkan masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT). Khususnya di Kabupaten Lembata. Belum benar-benar pulih dari erupsi Gunung Ile Lewotolok, Badai Seroja memporak-porandakan kabupaten ini dan Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur. Keduanya merupakan wilayah pelayanan pastoral Keuskupan Larantuka. Sejak Minggu, 4 April 2021, Siklon Topis Seroja memicu cuaca ekstrem di wilayah NTT menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor secara merata di provinsi yang terdiri dari 21 kabupaten/kota.
Hujan Ekstrem
Direktur Caritas Keuskupan Larantuka, Pastor Marianus Welan ketika itu sedang merayakan Ekaristi Paskah bersama umat di Lembata. Di wilayah ini, mereka sudah mulai masuk tahap penerimaan diri dan menerima sutuasi walaupun sesekali masih mendengarkan dentuman dari Gunung Ile Lewotolok.
Malam itu, setelah Ekaristi, sekitar pukul 20.30 waktu setempat, sudah mulai hujan. “Hujan yang sangat ekstrem, dari jam 21.00 sampai jam 01.00 dini hari, hujan tak pernah berhenti. Melihat situasi itu, saya coba diskusi dengan warga setempat. Jangan melihat ini sebagai hal yang ringan tapi sudah mulai berpikir untuk evakuasi. Maka saya mendorong pengurus Gereja untuk menyampaikan kepada warga yang rumah-rumahnya di titik sekitar sungai, untuk memulai evakuasi dini,” jelas Pastor Martinus. Pukul 01.00 lewat sudah mulai dengar bunyi gemuruh dari gunung dan suara air dan bebatuan, terdengar dari arah gunung. Lalu semakin kuat dan ketika masuk di pukul 02.00, listrik padam.
Masyarakat di lokasi Pastor Marianus untungnya sudah mulai evakuasi diri. “Saya coba kontak umat di desa-desa lainya, meminta mereka untuk jangan terlalu merasa nyaman dengan situasi tersebut dan mulai evakuasi. Kira-kira pukul 03.00 saya kontak namun tidak ada jawaban. Ternyata mereka sudah terpapar longsor serta banjir bandang,” terangnya.
Respons Inklusif
Caritas Keuskupam Larantuka dalam peristiwa ini langsung membentuk tim Crisis Center. Setelah itu, mulai melihat dan membuat pemetaan dan pendataan: berapa jumlah warga yang terpapar, berapa warga yang selamat, berapa yang penyintas atau pengungsi, dan berapa yang meninggal dunia.
“Saya menelepon Bapa Uskup Larantuka. Ia setuju dan menghimbau segera mempublikasikan ke berbagai pihak. Terus terang, dalam situasi seperti ini kami tidak bisa sendiri. Jumlah warga sangat banyak di Adonara maupun di Lembata,” tutur Pastor Marianus.
Dengan membentuk Crisis Center, Caritas mengumpulkan bantuan-bantuan untuk masyarakat terdampak. Sampai dengan tanggal 15 April 2021, beberapa akses jalan yang putus sementara dikerjakan. Caritas fokus menolong beberapa desa yang jaringan pipa mata airnya putus. “Kami coba membelanjakan barang-barang yang urgen. Bagi saya, kebutuhan air merupakan hal yang sangat vital bagi masyarakat,” ungkap Pastor Marianus. Menurutnya, respons dari Keuskupan merupakan respons yang inklusif. Artinya, melampaui suku, agama, ras, dan sebagainya.
Maka, ketika semua adalah penyintas dan menjadi korban dari peristiwa ini pasti akan dibantu dengan sebaik-baiknya. Beberapa jenis relawan yang turun di wilayah Larantuka, salah satunya relawan yang datang membuat pengkajian. Ada enam relawan yang ada di Lembata. Sekitar lima relawan ada di Adonara. Relawan logistik sekitar 30 orang. Mereka siap di tempat, menerima barang, mencatat setiap membuat pengepakan lalu distribusi barang ke lokasi. Kebanyakan relawan dari paroki-paroki setempat. Ada juga yang membuat gerakan dan mengantarkan bantuan secara mandiri. “Hal yang seperti itu tentu juga kami perlu tahu dulu jenis bantuannya. Jangan sampai tumpang tindih,” tambah Pastor Marianus.
Caritas di wilayah terdampak telah membuka Pos Layanan Tanggap Darurat, yakni: Pos Layanan Tangap Darurat Caritas Keuskupan Larantuka di Jl. Mgr. Miguel Rangel No. 1-2, San Dominggo, Larantuka. Caritas juga melakukan koordinasi dengan Wakil Uskup di Dekenat Lembata dan Dekenat Adonara. Tim juga membagikan makanan siap santap di Paroki Kristus Raja, Waiwerang, Pulau Adonara. Kemudian, pastor-pastor paroki di Adonara dan Lembata berkolaborasi dengan kepala-kepala desa di wilayah terdampak untuk mendata para penyintas. Distribusi pangan dan nonpangan saat ini terus dilakukan oleh relawan keuskupan ke Adonara maupun ke Lembata.
Sedia Payung
Sudah beberapa kali Pastor Marianus bertolak ke lokasi bencana. “Saya sangat prihatin dengan situasi ini. Masyarakat sangat kehilangan harapan karena harta benda hanyut, ternak dan hasil panen musnah. Segi ekonomi mereka juga terpapar. Banyak rumah warga yang hancur dihempaskan banjir. Lebih menyedihkan, ketika di antara mereka mencari keluarganya, yang sampai sekarang belum bisa ditemukan,” jelasnya.
Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung datang ke satu desa yang terdampak dan merayakan Ekaristi di lokasi bencana. “Ia memberkati mereka memberikan penguatan. Paling kurang, kehadiran Uskup merupakan suatu hal yang sangat luar biasa, bantuan spiritual. Uskup juga meneguhkan umat, bahwa mereka tidak sendirian menghadapi bencana ini,” terang Pastor Marianus.
Caritas merasa perlu menguatkan, pertama-tama kapasitas relawan. Kedua, jejaring atau koneksi. Ketika bencana terjadi, harapannya teman-teman yang tersebar di paroki- paroki, dengan dorongan belarasa, mereka terpanggil untuk tanggap darurat. “Sehingga saya pikir, perlu dibuat seperti pelatihan para relawan, baik di tingkat dekenat maupun paroki. Dengan demikian mereka sudah punya kemampuan dan keahlian untuk mengevakuasi korban atau paham ketika adanya tanggap darurat,” ujar Pastor Marianus.
Berdasarkan Press Release dari KARINA (Caritas Indonesia) yang dirilis pada 16 April 2021, Caritas mengupayakan membantu warga di Dusun Molong, Utan Ulumado, Adonara, berupa penyambungan saluran air bersih sepanjang 300 meter. Sambungan ini memberikan akses terhadap air bersih bagi 113 KK (495 jiwa) di dua dusun. “Kami sangat terbantu dengan disambungnya saluran air yang terputus,” ujar Ketua Jamaah Masjid Dusun Molong.
Mgr. Fansiskus Kopong Kung: Kita Tidak Ditinggalkan
“SANGAT manusiawi kalau kita berduka dan bersedih oleh musibah yang kita alami ketika mempersiapkan diri pada saat Perayaan Kebangkitan Kristus, Tuhan kita. Kita dikejutkan oleh musibah banjir bandang dan tanah longsor yang memakan korban.
Namun, secara iman, kita harus bisa bangkit. Dalam situasi seperti apapun, Allah tidak meninggalkan umat kesayangannya. Dalam situasi apapun, Yesus yang bangkit dah hidup tidak meninggalkan umat yang digembalakan-Nya.
Meskipun peristiwa ini menyedihkan tapi kita percaya bahwa Yesus yang bangkit dan hidup tidak meninggalkan kita. Maka, marilah, betapapun kita sedih, Allah senantiasa menghibur batin kita, meneguhkan dan menguatkan. Ia tidak akan pernah meniggalkan umat-Nya. Di tengah situasi ini, marilah kita bersama-sama membangun hidup kita menuju ke masa depan yang kita harapakan, hidup yang damai dan sejahtera. Mari, kita serahkan diri kepada Allah. Kita bangkitkan kembali harapan untuk kehidupan yang baru dengan bantuan rahmat-Nya.”
Karina Chrisyantia
(Majalah HIDUP, Edisi No. 17, Tahun ke-75, Minggu, 25 April 2021)