web page hit counter
Minggu, 17 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

“INI WARISAN” IMAM SULUNG PUTRA BALI, PASTOR SERVATIUS I NYOMAN SUBHAGA, SVD

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – RASA dukacita dan kehilangan menyelimuti umat Katolik Keuskupan Denpasar.  Imam pertama yang lahir dari rahim Pulau Dewata-Bali, Pastor Servatius I Nyoman Subhaga, SVD (83 tahun), telah dipanggil Tuhan pada Senin, 5 April 2021 dini hari pukul 01.34 Wita setelah sekitar 10 hari dirawat di RSUD Wangaya Denpasar.

Romo Subhaga, demikian akrab disapa, adalah putra Bali asli, lahir di Batu Lumbung, Paroki Tuka, 23 Maret 1938 dari pasutri I Wayan Gulis dan Ni Made Rente,  yang kala itu masih menganut Hindu Dharma.Romo Subhaga ditahbiskan menjadi Imam, 9 Juli 1969, tercatat menjadi putra Bali pertama yang ditahbiskan sebagai imam dalam Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD).  Juga angkatan pertama Seminari Menengah Roh Kudus Tuka, setelah menyenyam pendidikan kurang dari satu tahun di Seminari Mataloko, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ketika Seminari Tuka berdiri, dia dipanggil pulang untuk melanjutkan studinya di sini.

Daam buku Kenangan 50 Tahun Imamat P. Servatius Nyoman Subhaga, SVD, Agus Thuru mengisahkan bahwa seorang misionaris SVD, yakni Pater  C. Van Iersel, mencarikan donatur dari Propaganda Fide. Lalu Mgr. Hubertus Hermens, SVD, Prefektur Apostolik Denpasar kala itu  mengirim  Servas ke Mataloko, Ngada, Flores, tahun 1952.

Sepuluh bulan belajar  di Seminari St. Yohanes Berchmans Todabelu, Servas  kemudian ditarik ke Bali  karena Pater Nobert Shadeg, SVD mendirikan Seminari Roh Kudus Tuka. Ia belajar  di Seminari itu tahun 1953-1955.

Setamat dari SMP Seminari Tuka, ia melanjutkan pendidikan di Seminari Mertoyudan, Magelang (1956-1961), kemudian memasuki Novisiat SVD di Ledalero, Maumere (1961-1963) dan Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero (1963-1968).

Setelah melewati masa kuliah, Kaul Pertama, Kaul Kekal, dan Diakon, akhirnya ia ditahbiskan menjadi imam pada 9 Juli 1969 di Gereja Roh Kudus Babakan, Canggu, Kuta Utara, Bali oleh Mgr. Paulus Sani Kleden, Uskup Denpasar kala itu.

Baca Juga:  KWI dan Garuda Indonesia Jalin Kerja Sama "Community Privilege"

Dalam sebuah kesempatan perayaan emas perkawinan Bone Bali Hada yang turut menjadi panitia dalam tahbisannya tahun 1969, Romo Subhaga menceritakan bahwa tahbisannya itu di samping sebuah peristiwa iman yang sangat agung, juga diiringi pesta yang sangat meriah.

Tak tanggung-tanggung pesta berlangsung tujuh hari, dan tujh malam, sebagai ekspresi kebahagiaan dan kegembiraan umat Katolik Bali karena lahirnya seorang putra Bali yang menjadi imam. Cerita itu dibenarkan oleh Bone Bali Hada dan istrinya, Atik  Bone yang terlibat aktif dalam panitia tahbisan tahun 1969.

Ia memilih moto: “Seorang imam dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa.”

Jejak Karya

Agus Thuru mengisahkan Romo Subhaga mulai  karya pastoral di Paroki Hati Kudus Yesus Palasari, Bali Barat (1970-1973). Ia melanjutkan pendidikan dalam bidang katekese di  Yogyakarta (1973-1976)  sambil membantu di Paroki Kidul Loji Panembahan Senopati, belajar cara romo-romo Serikat Yesus melayani pastoral paroki.

Tahun 1976, ia kembali ke Denpasar dan berkarya di Paroki Santo Yoseph Denpasar  hingga saat terakhir hidupnya. Cukup lama menjadi kepala paroki, atas pertimbangan usia dan kondisi kesehatannya, empat tahun lalu, Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San, menunjuk rekannya, Pastor Yohanes I Nyoman Madia Adnyana, SVD menjadi kepala paroki, sedangkan Romo Subhaga menjadi pastor rekan.

Bagi Keuskupan Denpasar, begitu besar jasa yang ditanamkan dari pelayanan dan pengabdian Romo Subhaga bagi pertumbuhan dan pengembangan iman Katolik di Pulau Bali termasuk dalam pembangunan fisik.  Sebagai Kepala Paroki St. Yoseph Denpasar (1976-1990-an), ia harus mengemban tugas pelayanan kepada umat yang berdomisili di wilayah Bali Timur. Saat itu wilayah Paroki Santo Yoseph meliputi Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, Klungkung dan Karangasem, serta Bali Selatan yaitu Kuta dan Nusa Dua.

Baca Juga:  Jaringan Caritas Indonesia Terus Bergerak Membantu 9000 Pengungsi Akibat Erupsi Gunung Lewotobi

Ia juga tercatat sebagai imam yang turut serta merintis berdirinya paroki-paroki baru di wilayah ini: Paroki Katedral Denpasar; Paroki St. Petrus Monang Maning; Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kuta; Paroki Gianyar; dan Stasi Klungkung dan Karangasem.

Salah satu karya monumental Pastor Subhaga: Gereja Yesus Gembala Yang Baik Ubung, Denpasar, Bali

Karya monumental  Romo Subhaga yang ia wariskan untuk umat Paroki Santo Yoseph dan Keuskupan Denpasar adalah Gereja Yesus Gembala Yang Baik Ubung, Denpasar. Gereja dengan gaya arsitektur sarat budaya Bali ini dibangun dengan ide-ide yang mengalir dari diri Romo Subhaga baik sebagai imam, seniman, dan budayawan.

Masih dalam satu area dengan gereja itu juga ada pembangunan Griya Bhakti Pastoral yang berfungsi sebagai pembinaan iman dan karya pastoral lengkap berbagai sarana seperti aula pertemuan, ruang adorasi, gua Maria serta beberapa ruangan pembinaan lainnya.

Mgr. Silvester San, dalam Misa mohon keselamatan Romo Subhaga usai pemakaman di Gereja Hati Kudus Yesus Palasari, Selasa (6/3/2021) mengatakan apresiasi tinggi dan terima kasih yang berlimpah kepada Romo Subhaga. “Kita semua mengenalnya. Meski sudah berusia lanjut tetapi ia sangat energik. Hampir seluruh karya dan pelayanannya di Keuskupan Denpasar. Di Denpasar, saat gereja masih sedikit ia ke mana-mana,” ungkap Mgr. San.

Menurut Mgr. San, jejak karya almarhum sangat banyak. Salah satu sangat monumental adalah pembangunan Gereja Yesus Gembala Yang Baik dengan Griya Pastoralnya di Ubung  yang merupakan pengembangan dari Gereja St. Yoseph. “Sebagai manusia tentu ia juga memiliki kekurangan dan kelemahan. Tetapi lepas dari kekurangannya, kita melihat semua hal positif yang bisa kita pelajari darinya,” ungkapnya.

Baca Juga:  Misa Gregorian: 30 Hari Tanpa Terputus

Bebarapa hal yang dapat dipelajari, kata Uskup, antara lain, kecintaannya pada budaya, khususnya budaya Bali. Dengan berbagai upaya, ia telah berjuang menghadirkan Gereja inkulturatif atau inkulturasi dalam gereja. “Jejak karya Gereja Yesus Gembala Yang Baik Ubung, Denpasar  bisa kita lihat sebagai karya inkulturatif,” kenang Mgr. San.

Romo Paroki St. Yoseph Denpasar, Yonanes Nyoman Madia, SVD, mengungkapkan, banyak kenangan dari seniornya itu. “Ia telah menata pengembangan Gereja di Bali ini mulai dari Denpasar hingga ke Bali Bagian Timur dan Bali Selatan,” ungkapnya.

Menurut Romo Yan Madia, sebagai seorang iman dan gembala, Pastor Subhaga sangat komit dan setia dengan imamat dan karya pelayanannya. Ia juga pekerja keras sampai detik terakhir pengabdian selama hampir 52 tahun.

Akibat pandemi, tidak banyak umat yang boleh hadir saat pemakamannya di Pamakaman Rohaniwan Katolik di Palasari, Bali Barat. Untuk memenuhi kerinduan umat akan imamnya yang sangat berjasa ini, jenazah almarhum diberangkatkan dari RSUD Wangaya melewati depan Gereja St. Yoseph, Biara Soverdi, jalan di sekitar Gereja Yesus Gembala Yang Baik Ubung, rumah keluarganya di Batu Lumbung Tuka, dan Gereja Tuka. Di titik-titik itu, umat menunggu dengan setia sambil melambaikan tangan, berdoa; ada yang menabur bunga di ambulans pembawa jenazah.

Bagi Romo Subhaga, semua itu telah cukup sebagaimana tertulis dalam moto HUT Emas Imamatnya: Cukuplah Kasih Karunia-Ku Bagimu.

Hironimus Adil, Komsos Keuskupan Denpasar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles