web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Karena Ancaman Terorisme, Urgen Meningkatkan Sistem Keamaman di Lingkungan Gereja

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Faktor keamanan dan keselamatan aset gereja dan umat beriman adalah faktor penting saat ini. Sekuriti gereja harus memiliki manajemen keamanan terpadu.

TEPAT 21 tahun silam, Riyanto kala itu berusia 25 tahun, berpamitan pada ayahnya Sukarmin. Dengan seragam loreng hijau khas Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU), dan vespa kesayangannya, ia siap untuk betugas. Ia mendapat tugas mengamankan kebaktian di Gereja Eben Haezer, Jalan Kartini nomor 04, Kota Mojokerto, Jawa Timur, 24 Desember 2000.

Tidak ada firasat buruk apapun dalam benak sang ayah. Dia hanya melepaskan sang anak dengan pesan hati-hati saat bertugas. Dia tak menyangka hari itu adalah hari terakhir kali bertemu sang anak. Saat mengamankan jalannya kebaktian di gereja, ia bersama beberapa petugas keamanan dan Polsek setempat menemukan sebuah bungkusan mencurigakan di dalam gereja. Riyanto memberanikan diri membuka bungkusan itu. Ternyata bungkusan itu berisi sebuah bom. Sekejap Riyanto berteriak, tiarap!

Riyanto berusaha membuang bom itu keluar jendela agar tidak meledak dalam gereja. Bom dalam bungkusan itu dilemparkan ke tempat sampah tetapi terpentang dan mengenai dirinya. Riyanto tewas saat itu juga. Warga lingkungan Sabuk RT/RW 02/04 Kelurahan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto ini membuka cerita baru bagaimana peran Banser dalam mengawal NKRI.

Prajurit Ulama

Ahmad Deni Haidar, Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Barat menyebutkan setiap kali Natal atau Paskah, Banser selalu menjadi sorotan. Karena Banser adalah salah satu ormas Islam yang terdepan dalam mengamankan perayaan Natal dan Paskah. Banser menjadi garda depan bila toleransi terusik dengan aksi-aksi intoleransi. “Banser masih mau mengucapkan selamat Natal dan Paskah kepada saudara-saudara Kristen. Padahal di beberapa daerah ucapan Natal dan Paskah itu haram. Bagaimana mau mengamankan ibadah Natal dan Paskah kalau mengucapkan saja haram hukumnya?” tanya Haidar.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Hal senada diungkapkan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Gus Yaqut, dalam pesan singkat meminta agar orang-orang Islam harus jernih dalam berpikir. Dalam Islam tidak ada anjuran untuk memecahkan umat beragama apalagi membenci minoritas. Dalam konteks ini Ansor berusaha menjaga NKRI karena pesan utama Islam yang konsen pada habl min an-nas, habl min Allah, dan juga habl min `alam, “bagaimana hubungan antarsesama manusia, hubungan manusia dengan Allah, dan hubungan manusia dengan alam”.

Yaqut merumuskan pesan ini merujuk pada konteks kemanusiaan di Indonesia. Umat Islam, katanya, harus mampu membangun relasi kemanusiaan terhadap umat beagama lain. Karena realitasnya adalah Indonesia itu berbeda agama. Maka relasi saling menghormati, menghargai perbedaan, gotong royong sesuai Pancasila. “Sampai di sini jangan takut karena dalam Islam bahkan banyak ulama meyakini bahwa Pancasila tidak bersebrangan dengan Islam. Bahkan dalam Pancasila terpancar nilai keislaman,” tulis Gus Yaqut.

Kelangkaan SDM

Betul, Banser adalah sahabat dekat TNI/Polri, termasuk sekuriti gereja kala Paskah dan Natal. Tapi bagaimana pengamanan pada hari-hari biasa? Apakah sudah cukup tenaga keamanan di lingkungan gereja? Bagaimana dengan manajamen keamanan diterapkan paroki terhadap para sekuriti?

Menjawab beberapa pertanyaan ini, Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanto menjelaskan setiap gereja yang menggunakan sekuriti sebagai tim pengamanan hendaknya memiliki manajemen sekuriti atau manajamen pengamanan yang terpadu. Satpam di gereja-gereja wajib senantiasa memperhatikan dan melaksanakan sistem manejemen pengamanan    mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan agar menghasilkan  tujuan yang diharapkan oleh lingkungan atau organisasi di mana satpam bertugas.

Mengutip shearing dan stenning dalam jurnal Crime and Justice, salah satu defenisi sekuriti adalah berbagai macam bentuk jasa pengamanan, yaitu petugas pengalaman, petugas patroli, investigasi, sistem alarm, peralatan pemantau, anjing penjaga, alat sensor, dan lain sebagainya. Dalam perkembangannya, pengertian sekuriti lebih sempit sebagai perlindungan dari perusakan secara khusus terhadap informasi, individu, atau properti.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Berdasarkan pengertian ini, Stanislaus menjelaskan Sumber Daya Manusia merupakan faktor utama pada sebuah program keamanan. “Hanya masalahnya di gereja-gereja (di perkantoran umum) sekuriti itu dipilih bukan karena SDM tetapi karena fisiknya yang kekar, orang yang bisa mengamankan gedung. Bahkan sekuriti itu dianggap orang-orang yang pendidikannya terbatas. Di sini letak persoalannya,” ujar Stanislaus.

Ia menyayangkan kelangkaan SDM sebagai ancaman baru bagi keamanan gereja. Stanislaus meyakini bahwa para personil keamanan harus dilatih untuk mengenali aktivitas mencurigakan yang diindikasikan dilakukan oleh para teroris (terrorist activity indicators) lewat beberapa cara. Pertama, lewat pengamatan. Seorang teroris dapat saja mengamati mengenai kekuatan dan kelemahan yang akan dituju, juga mengamati personil keamanan yang sedang bertugas. Kedua, pengumpulan data (elicitation). Seorang teroris bisa mendapatkan data tentang struktur bangunan gereja atau lokasi dan data personil keamanan. Ketiga, menguji sistem keamanan; dilakukan teroris untuk mengukur waktu yang dibutuhkan untuk menerobos masuk lingkungan gereja. “Hal-hal ini harus dipahami oleh sekuriti yang memiliki SDM yang cukup.”

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (kedua dari kanan) bertemu Uskup Agung Makassar Mgr. Johannes Liku Ada (ketiga dari kanan) pascatragedi bom di Katedral Makassar, 28/3/2021.

Pembenahan Sistem

Hal yang sama ditambahkan Nathanael Unmahopa, Bintara Pembina Desa di Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Menurutnya seorang sekuriti perlu memahami jelas tugas dan fungsinya termasuk lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Dalam bekerja, harus ada sistem pengamanan fisik seperti adanya CCTV, ada pencahayaan yang memadai, membuat manajamen risiko dengan aparat penegak hukum, termasuk melakukan rapat mingguan mengenai manajamen risiko.

Umat Paroki Keluarga Kudus Cibinong, Keuskupan Bogor ini menuturkan faktor yang harus menjadi perhatian juga adalah komunikasi dengan seluruh penghuni pastoran atau yang berada di lingkungan gereja. Di sini perlu membuat suatu rantai komando yang jelas dan memiliki sistem komando pusat dan cadangan. Bisa komando pusat di pastoran lalu komando cadangan di pos sekuriti.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

“Paling penting, setiap personil keamanan gereja, harus memiliki lisensi dan sertifikat, dan seluruh personil keamanan harus ikut serta dalam seluruh kegiatan pelatihan dan perencanaan untuk memastikan mereka memahami tugas dan tanggung jawab mereka,” ujar anggota TNI yang sering menjadi Training Security Management Program ini.

Nathan menambahkan, para sekuriti di setiap gereja harus sudah terlatih untuk memiliki stimulus dalam keadaan darurat dan simulasi evakuasi. Setiap gereja harus memiliki standar manajemen keamanan seperti kontrol parimeter yaitu melakukan patrol dan mengunci seluruh pintu sebelum dan sesudah kegiatan di gereja. Ada juga kontrol akses melarang benda-benda tertentu masuk lingkungan gereja atau orang-orang asing masuk lingkungan gereja.

“Manajamen seperti ini apakah sudah diterapkan di gereja-gereja? Sepertinya belum semua sekuriti di gereja memahami hal ini. Asal datang tepat waktu dan pulang tepat waktu, mumpung tak dikontrol masih sempat tidur-tidur di pos,” ungkap Nathan.

Sesuai pengalamannya, rata-rata sekuriti di gereja adalah orang yang tidak memiliki rencana darurat, kurangnya proses penyisiran gedung gereja sebelum Misa, kurangnya akuntabilitas terkait para pedagang keliling di sekitar pagar gereja.

“Ini tugas yang tidak mudah butuh kerja sama antara pastor paroki, Dewan Pastoral, dan seluruh umat, juga tim sekuriti. Tapi jika ingin gedung gereja tetap aman para sekuriti harus tetap memahami tugas dan peran mereka,“ pesan Nathan.

Yusti H. Wuarmanuk

(HIDUP, NO.16, Tahun ke-75, Minggu, 18 April 2021)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles