HIDUPKATOLIK.COM – Di sore hari nan sepi…. Ibuku bertelut
Sujud berdoa, kudengar namaku disebut
Di doa ibuku, namaku disebut
Di doa ibuku kudengar, ada namaku disebut
Lagu ini menemani saya tiba di suatu tempat nan sepi yang cuacanya agak panas pada sepenggal siang hari itu. Tak terasa air mata saya juga ikut keluar. Di sana telah beristirahat dengan tenang, selama 25 tahun jenazah seorang Mama yang sangat saya sayangi. Duka itu masih terasa ada sampai saat ini. Mungkin anda juga pernah mengalami kehilangan seseorang yang amat kita cintai.
Bagi saya, Mama adalah seorang pribadi yang penuh cinta, sabar, pengasih, riang dan suka menolong siapapun. Dari cerita beberapa orang, Mama adalah seorang pekerja keras di masa mudanya. Ia serba bisa dan apapun mau ia kerjakan. Saya juga melihat Mama seperti sosok Bunda Maria yang selalu menerima dan percaya akan rencana Tuhan. Tetapi saya juga pernah melihat dalam sepi dan sendiri, Mama terdiam dan menangis. Mama menyimpan semua permasalahan hidupnya itu sendiri di dalam hatinya.
Terkenang pada tahun pertama pernikahan, saya hamil dan melahirkan anak. Saya baru merasakan bahwa menjadi seorang mama itu tidaklah mudah. Untuk menjadi seorang mama, saya harus menyiapkan diri lahir dan batin. Banyak hal-hal baru yang harus saya pelajari dan ketahui. Bila ada Mama saat itu menemani saya, semua perjalanan hidup ini terasa sangatlah mudah. Tetapi bila tidak ada Mama di samping maka saya harus lebih rajin untuk belajar dan kreatif. Di zaman sekarang semua ini memang sudah lebih dipermudahkan. Saya bisa bertanya kepada si Mas Pintar di hape.
Menjadi mama itu ternyata tidak mengenal waktu, 24 jam sehari terkadang malah terasa kurang. Jangan ditanya tentang soal hari libur, itu hanyalah suatu ilusi semata.
Menjadi seorang mama harus pintar bagaikan seorang manager dalam suatu perusahaan yang bisa mengatur semuanya di rumah. Belum lagi harus menjadi seorang tukang masak, Asisten Rumah Tangga, tukang ojek dan masih banyak lagi gelar-gelar lainnya. Setiap hari pekerjaan rumah itu terasa engak ada habis-habisnya. Terkadang saya bertanya-tanya: kapan ya aku bisa boci — bobo ciang alis Metime?
Hmmmmm… Inilah realita kehidupan bila ingin menjadi seorang mama yang sebenarnya. Semua proses itu saya pelajari dan jalani pelan-pelan. Bukan dengan kekuatan saya sendiri tetapi karena ada Tuhan yang selalu setia hadir menemani. Ia dengan setia telah menolong dan menyempurnakan semua yang saya lakukan. Saya juga berusaha sering memanggil bala bantuan loh…. yaitu Roh Kebijaksanaan dan temannya Roh Penguasaan diri. Sehingga saya tidak keseringan marah-marah dan stres di rumah menghadapi semuanya.
Saya bersyukur diberikan kesabaran serta mau tetap setia menghadapinya baik suka maupun duka. Sejalannya waktu saya juga berharap bisa naik kelas setahap demi setahap dalam realita kehidupan ini. Seorang mama musti kuat dan sehat supaya keadaan rumah bisa terkendali. Coba anda bayangkan bila seorang mama sakit…. Bagaimana dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil?
Contoh kesetiaan Mama yang rajin berdoa setiap hari, baik suka maupun duka merupakan contoh iman yang sangat baik bagi saya dan keluarga. Saya diajarkan untuk tetap setia dan percaya akan semua rencana Tuhan yang selalu indah pada waktunya. Belajar untuk sabar, memaafkan, lebih peka, mau menerima keadaan, tidak putus asa dan selalu mau berusaha untuk menjalaninya dengan baik.
Sengatan mentari terasa menggigit kulitku siang terik itu. Tiba-tiba saya makin menyadari, melalui peristiwa kedukaan 25 tahun yang lalu, saya sangat bersyukur karena Tuhan telah membukakan mata hati saya. Tuhan ternyata sangat mencintai Mama sehingga Ia melepaskan semua kesusahannya yang ada di dunia ini dari raganya. Lalu pada akhirnya sayapun berani melepaskan kedukaan 25 tahun yang lalu itu dan menerimanya dengan ikhlas. Kematian bukanlah suatu perjalanan akhir dari kehidupan tetapi awal dari suatu perjalanan yang abadi dan kekal.
Terima kasih, Mama! Engkau telah mengajarkan banyak hal padaku tentang kehidupan, ternyata!!
Eviantine Evi Susanto, Kontributor, Ibu Rumah Tangga