web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Uskup Larantuka, Mgr. Kopong Kung: Paskah yang Melahirkan Pertobatan Universal

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COMBUNDA Maria secara istimewa bersatu dengan Yesus sejak detik pertama Ia mengambil rupa manusia di dunia, sampai detik Ia menghembuskan nafas-Nya di kayu salib. Tentu juga secara istimewa Maria mengambil bagian dalam saat pertama kebangkitan-Nya, walau Injil tidak mencatatnya. Seluruh kehidupan Putranya, adalah rahmat sekaligus sukacita besar yang disimpan Maria dalam hati.

Sukacita ini oleh umat Katolik di Desa Konga, Kecamatan Titehena, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, dirasakan sebagai sukacita lewat tradisi Maria Haleluya setiap Minggu Paskah. Apa makna dan pesan dari perayaan Maria Haleluya ini? Berikut ini petikan wawancara HIDUP dengan Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung:

Terkait dengan kisah kebangkitan Tuhan, bukankah yang seharus bersukacita pertama adalah Maria Magdalena sebagai orang yang pertama kali menerima penampakan Yesus?

          Injil memang tidak mencatat bahwa Yesus menampakkan diri kepada Bunda Maria. Tetapi melihat seluruh kehidupan Yesus, sudah tentu kehidupannya selalu berada bersama Maria. Sudah sepantasnya inilah yang terjadi. Sebab jika Injil menggarisbawahi bahwa ibu-Nya adalah saksi pertama kebangkitan, orang dengan mudah menentang kebangkitan-Nya, dan menganggap kebangkitan Yesus adalah kisah biasa dari sang ibu tentang anaknya sendiri. Maria telah demikian amat sangat dekat dengan Salib Kristus, pastilah ia juga memperoleh pengalaman yang istimewa tentang kebangkitan-Nya. Allah menghendaki seorang wanita lain untuk dicatat dalam Injil-menjadi saksi pertama kebangkitan Putra-Nya. Lewat Maria Magdalena, kisah itu diceritakan hingga saat ini. Magdalena seorang pendosa berat yang bertobat. Fakta ini membuka mata kita bahwa betapa berharganya seorang pendosa berat di mata Tuhan.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Apa korelasinya dengan tradisi Maria Haleluya di Desa Konga?

          Maria Magdalena dianggap rendah, karena ia wanita, dulunya pendosa berat, tapi dikembalikan harkatnya oleh Tuhan lewat pertobatan. Ia bahkan dipilih Tuhan menjadi saksi kebangkitan-Nya sebelum menampakan diri kepada para murid yang lain. Bukan saja umat Larantuka, tetapi refleksi pertobatan ini dialami seluruh umat manusia. Ini kasih universal bagi jagat raya bahwa Yesus wafat di salib lalu bangkit dari kematian menghalaukan dosa-dosa manusia. Kebangkitannya ini disimpan dalam hati Bunda Maria sebagai sebuah sukacita. Kebangkitan ini juga menandahkan kita harus menanggalkan manusia lama dan bersatu sebagai manusia baru lewat pertobatan.

Berarti pertobatan menjadi pesan utama dalam tradisi Maria Haleluya di Konga itu?

Pertobatan selalu tak lepas dari refleksi tentang teologi salib, “kubur gelap” atau kegelapan dosa. Tetapi tradisi Maria Haleluya mengandung pesan sukacita. Selama Pekan Suci umat Larantuka merayakan Samana Santa yang berpuncak pada Jumat Agung dengan kematian Yesus. Maka umat mengarak patung Bunda Maria (Tuan Ma) dan Patung Yesus (Tuan Ana). Dalam perayaan ini kita merayakan Bunda Maria Mater Dolorosa (Bunda Maria Dukacita atau Bunda Kesedihan). Perayaan ini merujuk kepada hubungan Maria dengan kesedihan-kesedihan sepanjang masa hidupnya, khususnya kesedihan Maria menyertai Yesus hingga akhir hayat-Nya di bawah kaki salib. Setelah Pekan Suci, ada Minggu Kebangkitan yang oleh umat Larantuka, secara khusus di Desa Konga, dirayakan minggu kegembiraan lewat perayaan Maria Haleluya sebagai Maria yang bersukacita. Kita bersukacita bersama Maria-menghibur dan dihibur oleh Maria di surga karena Putranya telah membebaskan kami dari dosa dan maut.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Monsinyur, bukankah sukacita Maria itu terjadi saat perjumpaan dengan Elisabet?

Maria adalah teladan harapan bagi semua orang. Bukan hanya karena Maria telah menerima dan melakukan kehendak Allah, tetapi karena seluruh hidupnya adalah satu Magnificat (Pujian) yang panjang. Dalam dirinya ada kekuatan, daya tahan, harapan yang berkobar dan kehidupannya sendiri adalah sebuah sukacita. Dalam diri Maria ada dukacita mendalam sekaligus sukacita yang suci teristimewa saat dirinya memandang salib Putranya. Maria menerima mahkota sukacita dan sebuah salib kesedihan. Proses itu terjadi dalam seluruh hidupnya. Umat Larantuka melihat kegembiraan tidak berkurang karena kesedihannya. Sebab dalam dirinya, ada janji Tuhan yang terpenuhi.

Apa artinya Maria menerima sukacita yang suci?

Maria merupakan wanita terpilih. Ia mendapat kabar dari Malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung dan melahirkan Anak Allah. Hal ini sebagai berita mengejutkan bagi Maria sekaligus berita sukacita. Kegembiraan berikut adalah bertemu saudarinya Elisabet, lalu sukacitanya karena begitu amat dekat dengan salib Putranya. Inilah jalan kesucian Maria sebagai Bunda Kristus. Kepasrahan diri dan sukacitanya sebagai Bunda Kristus di bawah salib membuat kita perlu belajar menjadi suci dalam hidup sehari-hari.

Bagaimana pengalaman sukacita Maria dapat dihayati dalam hidup sehari-hari?

Maria bepergian ke rumah Elisabet, adalah mula-mula dari banyak perjalanan yang memuncak dalam perjalanan ke Kalvari. Semua memiliki satu kesamaan, perjalanan itu tidak mudah, selalu membutuhkan keberanian dan kesabaran. Ia tahu apa artinya berjalan menanjak, dia tahu apa artinya lelah berjalan dan dia bisa memegang tangan kita di tengah kesulitan kita. Merenungkan Maria, kiranya tidak salah pandangan kita kepada semua perempuan atau ibu di negeri ini yang dengan pengorbanan diam-diam, pengabdian, dan penyangkalan diri, membentuk masa kini dan mempersiapkan jalan bagi mimpi masa depan. Pengorbanan mereka adalah sebuah keheningan, keuletan, dan tanpa tanda jasa.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Tahun ini kita merayakan Paskah dalam keheningan Covid-19. Apa harapan Monsinyur?

Akibat pandemi Covid-19, kita harus merayakan Paskah dalam keheningan tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya. Tetapi Bunda Maria mengajak kita untuk tetap bersukacita bahwa lewat salib ada kebangkitan Putranya, ada kehidupan baru. Covid-19 membuat kita hidup sebagai manusia lama, berada dalam kubur yang gelap, tak berpengharapan. Tetapi Covid-19 juga mendorong kita untuk bangkit. Ada harapan bahwa di puncak salib Kristus, ada sukacita, ada Paskah yang mengubah hidup kita. Kita diajak bersama Bunda Maria melewati Covid-19 ini dengan berseru, “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurutu perkataan-Mu.”

 Maria menjadi Ratu di Kota Larantuka, apa penjelasan Monsinyur?

Sebutan ini berkaitan dengan sejarah panjang kehadiran Portugis abad XV-XVI. Lalu sejarah penemuan patung Mater Dolorosa di Pantai Larantuka. Kemudian pada 8 September 1886, Raja Don Lorenzo Usinemo II, raja ke-10 Larantuka menobatkan Bunda Maria sebagai Ratu Kerajaan Larantuka, yang sejak itu Larantuka disebut Reinha Rosari. Kemudian tahun 1954, Mgr. Gabriel Manek, SVD (Uskup Pertama Larantuka) mengadakan upacara penyerahan Keuskupan Larantuka kepada Hati Maria Yang Tak Bernoda. Kemudian, selama lima abad, tradisi keagamaan Samana Santa tetap melekat di sanubari umat Katolik Larantuka.

Yusti H. Wuarmanuk

 (HIDUP, No.14, Tahun ke-75, Minggu, 4 April 2021)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles