HIDUPKATOLIK.COM – “SALAH satu sumber inspirasi dan belajar jurnalistik dimulai dari Majalah HIDUP,” ungkap Alpheus Vandri Battu belum lama ini. Kelahiran, Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur (NTT), 18 November 1977 ini mengakui, pertama kali membaca HIDUP saat duduk di bangku SD hingga sekarang.
Ketika itu Vandri sedang bermain ke rumah saudaranya. Ia melihat tumpukan majalah yang pertama terbit pada 5 Januari 1946 ini. “Saya langsung tahu, ini merupakan majalah Gereja. Informasi tentang kegerejaan di seluruh Indonesia ada di majalah ini,” terangnya. Semenjak itu, ia setia membacanya.
HIDUP tidak hanya bacaan untuk Vandri. Baginya, HIDUP merupakan teman di perjalanan yang menghantarnya menjadi seorang jurnalis. Saat kelas 1 di SMAN 1 Kefamenanu, Keuskupan Atambua, ia mengikuti kursus jurnalistik di aula Gereja Santa Theresia, Kefamenanu. “Salah satu pematerinya Pastor Herminus Bere, kontributor HIDUP di Atambua. Dalam pelatihan ini, kami diajarkan standar menulis berita 5W + 1H. Paling berkesan, kami dibimbing praktik membuat liputan tentang pedagang kecil di pasar. Saya akhirnya paham, bahwa salah satu tugas jurnalis membantu orang kecil melalui tulisan. Kepekaan sosial pun mulai terbuka,” imbuhnya.
HIDUP pun menemani Vandri saat kuliah di Malang, Jawa Timur. Ia mulai aktif di Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Di sana ia bertemu lagi dengan seorang kontributor HIDUP yang meliputnya ketika dilantik menjadi Ketua Presidium PMKRI Cabang Malang periode 2001-2002.
Vandri cukup rutin membaca majalah ini terutama Rubrik Teropong yang ditulis Soedjati Djiwandono, pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan anggota Komisi Kerasulan Awam Konferesi Waligereja Indonesia saat itu. Menurutnya, ulasannya sangat berkaitan dengan situasi atau isu sosial dan politik yang sedang terjadi saat itu. “Rubrik ini menjadi referensi yang sangat baik. Bahkan, saya masih simpan Edisi No. 24, tanggal 11 Juni 2000; No. 28, tanggal 9 Juli 2000, dan No 25, tanggal 24 Juni 2001,” tuturnya.
Selain itu, aktivis Komunitas Santo Yusuf Pekerja, Malang ini kerap menyimak rubrik lain seperti Sajian Utama dan Eksponen. Menarik dan kontekstual. Edisi No. 25, tanggal 24 Juni 2001 misalnya, Sajian Utama mengulas tentang Waspada Memilih Tayangan. Tema ini masih relevan dengan situasi masyarakat sekaligus sebagai pengingat. Edisi No.12, tanggal 24 Maret 2019 membahas tentang Tradisi Angelus. “Selalu menarik karena berkaitan dengan hidup menggereja,” akunya. HIDUP membantunya memperluas wawasan dan terinspirasi oleh tokoh yang ditampilkan di Eksponen.
Bagi umat Paroki Ratu Rosari dari Fatima, Kesatrian, Malang ini, HIDUP berpengaruh untuk kehidupan imannya. “Setiap rubrik, seperti Santo-Santa, dapat menambah referensi atau literasi saya, dan memengaruhi cara pandang saya terhadap suatu situasi dari perspektif Katolik,” tutupnya.
Karina Chrisyantia