web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Romo F.X. Armada Riyanto: Prinsip dan Mentalitas Sinergi-Kolaborasi, Sebuah Keharusan!

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – STFT Widya Sasana (WS) Malang menginjak usia emasnya. Segenap sivitas akademika merayakan Yubileum 50 tahun ini pertama-tama dengan bersyukur kepada Tuhan atas penyelenggaraan kasih-Nya.

SYUKUR ini membawa kesadaran mendalam akan dua hal. Pertama, bagaimana Tuhan – lewat para pendiri STFT WS – telah membuat karya pendidikan calon imam ini terjadi dan berkembang. Kedua, bagaimana semangat awali telah dipancangkan sebagai fondasinya. Untuk menggali lebih jauh makna perayaan, tantangan, dan panggilan STFT WS, HIDUP mewawancarai Ketua STFT WS, F.X. Armada Riyanto CM. Berikut ini nukilannya:

Apa saja makna Yubileum 50 Tahun STFT WS selain bersyukur?     

Pertama, STFT WS harus makin memiliki kepekaan mendalam untuk sentire cum ecclesia (memiliki cita rasa sebagaimana Gereja Katolik). Kesetiaan STFT WS harus dikembalikan kepada “cita rasa” Gereja Katolik, bukan suatu opsi parsial atau, apalagi personal. Para dosen dan mahasiswa makin setia mendengarkan kehendak Tuhan dan kebutuhan misioner (perutusan) Gereja Katolik universal dan partikular. Pendekatan-pendekatan kepada kebudayaan, kemodernan, kemajuan teknologi, kurikulum dan program studi dst, harus makin membuat rasa cinta yang berkembang kepada misi Gereja.

Kedua, 50 Tahun STFT WS menjadi kesempatan bagi kami untuk merayakan persahabatan yang menjadi salah satu semangat awali pendiriannya. Persahabatan yang dimaksudkan bukan hanya terkait dengan kedekatan tetapi kolaborasi dan pembaruan diri. Ketika STFT WS dibangun, yang sangat mewarnai peristiwa itu ialah bahwa kolaborasi yang disepakati mengalir kepada pembaruan sistem formasio para calon imam dari masing-masing kongregasi, yang saat itu diawali oleh Congregatio Missionis (CM) dan Ordo Karmel. Dan, berikutnya banyak Kongregasi dan sekitar 15-an keuskupan mengutus mahasiswa ke STFT WS untuk program studi S1, S2, maupun S3.

Baca Juga:  Percakapan Terakhir dengan Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM

Ketiga, kini para dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa STFT WS harus bersinergi dalam mengoptimalkan talenta-talenta yang diberikan Tuhan. Mula-mula talenta personal. Pada tahap berikutnya juga “talenta” institusi yang sudah menjadi tradisi sejak awal. Sinergi yang saya maksud juga terutama terkait dengan tuntutan kemajuan teknologi dan perkembangan peradaban. Generasi saat ini membutuhkan optimalisasi talenta kita semua, meminta pula pendekatan-pendekatan yang terus dibarui. Karya pendidikan imam sudah bukan zamannya lagi bila dilakukan secara sendiri-sendiri dan terpisah-pisah, seperti periode sebelum Konsili Vatikan II. Sebab, makna “bersinergi” memiliki implikasi kolaborasi dan sense of communio yang luar biasa signifikannya untuk para lulusan, para imam masa depan. Simaklah bagaimana Paus Fransiskus telah memberi contoh “mengulurkan tangan”, membangun secara sinergis kolaborasi dengan umat beragama lain di mana-mana di setiap kunjungannya. Indikasi “sinergi-kolaborasi” semacam ini harus pula menjadi bendera dan nada dasar dari pendidikan calon imam dan pemimpin-pelayan Gereja masa depan.

Apa tantangan implementasi visi misi STFT WS?

Tantangan paling nyata kerap datang dari sudut pandang personal diri kita sendiri, yaitu kurang-bertekun dalam mempelajari dan menyesuaikan diri dengan berbagai ketentuan pendidikan yang terus berubah dan berkembang. Bagi saya, bagian paling tidak mudah ialah mengubah mindset dari sekadar “mengajar kelas” (bagi dosen) atau “belajar teks-diktat teologis/filosofis” (bagi mahasiswa) kepada “sinergi-kolaborasi dalam pengajaran, penelitian-publikasi, dan pengabdian (bagi semuanya).” Ke depan,      institusi pendidikan calon imam – apabila ingin tetap aktual – harus berani memperbarui diri dalam model-model kerja sama riset dan publikasi terkait bidang filsafat-teologi, yang merupakan fondasi formasio dan pendidikan para calon imam. Tantangan dari luar, sepertinya kurang signifikan.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Apa pengaruh pandemi Covid19 terkait pelaksanaanTridharma STFT WS?

Momen Covid-19 merupakan momen yang sangat berat. Kami kehilangan dua dosen. Satu di antaranya kalah bertempur dengan Covid-19. Kami berduka, tetapi percaya mereka telah memenangkan pertandingan cinta dan kesetiaan di hadapan Tuhan dan manusia. Hal lain, dengan berbagai kebijakan yang berubah, kami para dosen pada awalnya mudah lelah dengan segala pembelajaran jarak jauh. Tetapi, pada gilirannya para dosen belajar melakukan pembaruan model-model kuliah dan terutama mentalitas untuk tetap setia meningkatkan mutu kehadiran. Hal yang tidak tergantikan seperti perjumpaan langsung dan akrab memang belum memungkinkan sampai saat ini. Kami sangat menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk semua ini.

Kelas-kelas makin online dengan perbaikan dan peningkatan mutu yang terus diupayakan. Mengenai pengabdian, tim bergerak cepat untuk melakukan kontribusi dengan berbagai cara, termasuk bekerjasama dengan institusi lain.

 

Kampus STFT Widya Sanana Malang, Jawa Timur

Apa tujuan pendirian Program S3 Teologi?             

STFT WS terpanggil dan dengan rendah hati menanggapi panggilan Gereja Indonesia untuk mendirikan sebuah program doktoral bidang teologi. Bahwa Gereja Indonesia membutuhkan para doktor teologi terkait dengan institusi pendidikan tinggi keagamaan yang tersebar lebih dari dua puluhan di Indonesia plus lebih dari dua belasan lembaga pendidikan para calon imam. STFT WS ingin menegaskan identitas diri sebagai “pelayan Gereja” yang setia mendengarkan dan berusaha memberikan yang terbaik. Pada praktiknya, STFT WS banyak melibatkan para teolog dan filosof Indonesia dalam mencetak para doktor teologi. Artinya, program S3 Teologi lebih saya pandang sebagai karya bersama dengan kawan-kawan profesor dari institusi-institusi di tanah air. Sekali lagi, kami meyakini prinsip dan mentalitas sinergi-kolaborasi untuk memajukan Gereja Katolik di Indonesia. Syukur pula atas dukungan negara lewat institusi departemen agama, lewat program-program scholarship yang diperlukan. Sudah saatnya institusi negara dan lembaga pendidikan filsafat-teologi bekerjasama seoptimal mungkin.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Apa harapan Romo pada internal dan eksternal STFT WS?

Harapan saya, kawan-kawan dosen dan para calon dosen yang masih studi di mana pun makin menjadi pribadi-pribadi yang lentur, elastis, gigih untuk menghidupi sinergi-kolaborasi memutukan kampus dan tugas pendidikan yang dianugerahkan Tuhan. Kepada para alumni, agar para alumni berkenan berkolaborasi-sinergis untuk benar-benar memajukan STFT WS. Kepada para pimpinan Gereja dan para tarekat-kongregasi religius, dukungan nyata dan bermutu dari para anggotanya semoga makin ditingkatkan dan dipertahankan. Semoga para pimpinan Gereja Indonesia tidak tergoda untuk membuat sendiri-sendiri pendidikan para calon imamnya. Karena mungkin penuh semangat di awal, tetapi dalam perjalanan cost kerugiannya terlampau tinggi, bukan hanya terkait hal-hal materiil tetapi terutama dan utamanya terkait dengan produk pendidikan para alumni dan imam masa depan. Sense of communio dengan kawan-kawan dari berbagai latar belakang dalam arti luas dan mendalam benar-benar “emas” bagi institusi pendidikan seperti STFT WS.

Apa mimpi Romo sebagai Ketua STFT WS?

STFT WS makin menjadi kampus yang terus peka menjawab tantangan perubahan zaman dan perutusan Tuhan dan Gereja. Menjadi kampus yang sinergis-kolaboratif di dalam dan ke luar untuk mengabdi Gereja dan bangsa dalam bidang-bidang yang ditekuninya: filsafat, teologi, dan pendidikan para calon pemimpin-pelayan bagi Gereja dan masyarakat.

J.C. Wardjoko, Kontributor (Malang)

(HIDUP, Edisi no. 13/Tahun ke-75, 28 Maret 2021)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles