HIDUPKATOLIK.COM – SAMSI Pomalingo (Pengurus Wilayah NU Provinsi Gorontalo) menegaskan, melihat banyaknya konflik sosial dan konflik agama maka moderasi agama sangat penting.
“Banyak yang bilang, kenapa agama harus dimoderasi? Sebenarnya bukan agamanya yang dimoderasi melainkan sikap kita terhadap agama yang harus dimoderasi,” ujarnya ketika berbicara pada Dialog Moderasi Beragama untuk Menangkal Radikalisme dan Menumbuhkembangkan Toleransi Beragama, Sabtu, (20/3/2021).
Dialog yang diselenggarakan PMKRI Kota Jajakan Gorontalo tersebut diadakan dalam bentuk zoom meeting yang dimoderatori Kartika Budiman dengan peserta berasal dari perwakilan ormas kemahasiswaan berbasis keagamaan seperti GMKI, HMI, PMII, IMM, KMHDI serta pengurus dan anggota PMKRI Gorontalo.
NU dan Muhamadiyah, sebut Pomalingo, terus mendukung pemerintah dalam mewujudkan universal beragama. “Membangun moderasi agama memang bukan hal yang gampang, tetapi kita harus terus yakini bahwa pentingnya moderasi agama untuk mewujudkan toleransi di negeri ini,” ujanya.
Kakanwil Kemenag Provinsi Gorontalo H. Syafrudin Baderung menegaskan, moderasi beragama menjadi jargon nasional dalam penguatan cinta kebangsaan terhadap NKRI, dan termasuk dalam salah satu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah oleh Pemerintahan Jokowi.
Kemenag, sebutnya, selalu berupaya mensosialisasikan dan memberikan pemahaman kepada seluruh sendi umat beragama tentang pentingnya moderasi beragama,
“Tidak ada agama yang disebarkan di nusantara ini dengan menggunakan kekerasan. Islam dalam sejarahnya disebarkan oleh ulama dan pedagang, sedangkan Kristen disebarkan oleh misionaris dari Eropa,” ujar Baderung.
Ditegaskan, semua agama moderat, karena semua agama cinta damai. Yang tidak moderat adalah pola pikir yang sempit.
Pembimbing Masyarakat Katolik Kemenag Provinsi Gorontalo Reinne Koraag mengungkapkan, moderasi beragama bisa dimulai dengan membuka diri terhadap agama-agama lain.
Kami yang beragama Katolik, secara jumlah kecil, tetapi kami tidak minoritas, karena keberadaan kita di Gorontalo sangat dihargai dan tidak dibeda-bedakan oleh masyarakat Gorontalo. “Ini bukti bahwa moderasi beragama di Gorontalo sudah ada,” ujarnya.
Dikemukakan, kita punya satu keinginan, dengan kemajemukan Indonesia kita bisa bergandengan tangan dalam memajukan negeri ini. Kita tidak bisa berdialog dalam tataran doktrin, tetapi kita bisa berdialog dalam tataran universal yang bisa mempersatukan kita.
Alim Niode (Budayawan) menegaskan, semua agama apapun, paling tidak memiliki 5 kandungan yaitu aspek mistikal, aspek ritual, aspek ideologikal, aspek intelektual dan aspek sosial.
“Banyak tokoh lintas agama yang bekerjasama dengan Nani Wartabone dalam mengibarkan merah putih dan memerdekakan Gorontalo, bukti moderasi agama sudah ada dalam sejarah Gorontalo,” ujarnya.
Talulembang Sule (Dewan Pertimbangan PMKRI Kota Jajakan Gorontalo) berharap, apa yang disampaikan para narasumber dapat diimplementasikan di organisasi dan kehidupan masing-masing. “Upaya kita bersama menangkal radikalisme dan mengembangkan toleransi,” ujar mantan Ketua PMKRI Cabang Manado itu.
Refaldi Melo (Ketua Tim Kerja Dialog) menjelaskan, tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk menumbuhkembangkan rasa toleransi terhadap keberagaman beragama, mendukung program Pemerintah dalam pencegahan paham radikalisme, dan menjalin silaturahmi antarorganisasi kemahasiswaan melalui konsep pluralisme.
Stevan Lintang (Koordinator PMKRI Kota Jajakan Gorontalo) berharap, melalui kegiatan yang dilaksanakan ini akan terbangun kesadaran dan komitmen yang kuat dari para peserta (ormas berbasis keagamaan dan kebangsaan) untuk proaktif menumbuhkembangkan pemahaman dan praktek keagamaan yang moderat dan toleran dalam rangka terwujudnya integrasi bangsa di tengah kemajemukan sesuai semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Lexie Kalesaran (Manado)