HIDUPKATOLIK.COM – SANTO Yosef, “hamba yang bijaksana dan setia” telah menjadi bagian dari devosi umat dan mendapat tempat yang strategis dalam iman dan teologi Kristen setelah Puteranya dan Perawan Maria. Ada banyak nama pribadi, instansi, gereja, kongregasi, kelompok-kelompok spiritual dan sosial mengadopsi nama St. Yosef, dan menjadikannya figur inspiratif dan pelindung.
Meskipun tak mengucapkan sepatah kata pun dalam Kitab Suci, St. Yosef tetap meninggalkan jejak-jejak teologisnya sendiri teristimewa dengan peran yang diembannya sebagai ayah angkat bagi Yesus. Menyadari hal ini, banyak orang Kudus memiliki devosi dan kecintaan yang mendalam terhadap Yosef. Misal, St. Thomas Aquinas (1225-1274) menggarisbawahi tiga hal pokok dalam teologi Yosef. Pertama, Yosef dan Maria adalah sungguh-sungguh menikah, baik secara esensi dari sebuah pernikahan dan kesempurnaan sebuah pernikahan, namun tanpa relasi badan. Kedua, St. Yosef tetap murni sepanjang hidupnya. Ketiga, keduanya menghayati kaul kemurnian (fisik) sebelum pernikahan dan mutlak setelah pernikahan.
Kemurnian hidup St. Yosef memberi cermin bagi sebagian tarekat/ kongregasi yang berkarya di Indonesia. Menurut Paus Emeritus Benediktus XVI, ada dua hal yang menjadi keutamaan hidup dalam diri St. Yosef yang dihayati para religius yaitu kemurnian dan realitas keheningan. “Kemurnian St. Yosef menjadikan dirinya sebagai teladan keluarga dan komunitas religius. Keheningannya untuk meresapi misteri Allah. Ia bukanlah pribadi yang mengalami kekosongan batin.”
Mengalami Keheningan
Kehidupan yang tersembunyi di Nazaret memungkinan setiap orang berada bersama Yesus dalam kegiatan sehari-hari. Rumah di Nazaret adalah sebuah sekolah, di mana orang mulai mengerti kehidupan Kristus. Itulah sekolah Injil, pertama-tama mengajarkan keheningan, lantas melahirkan kemurnian diri.
“Di sini kita belajar betapa pentingnya kehidupan di rumah. Nazaret memperingatkan kita akan apa sebenarnya keluarga, akan kebersamaan dalam cinta, akan martabatnya, keindahan yang gemilang, kekudusannya, dan hak yang tidak dapat diganggu gugat,” ungkap Paulus VI, pidato 5 Januari 1964, saat kunjungan ke Nazaret.
Semangat hidup Nazaret juga menjiwai para Suster Dina Santo Yosef (DSY). Mereka berusaha belajar dalam keheningan komunitas untuk dekat dengan Kristus. Hal ini sebagaimana disampaikan Sr. Francisia, DSY. Cara hidup para Suster DSY adalah berbasis dalam cara hidup Tuhan sendiri yang memilih jalan kedinaan demi cinta-Nya.
St. Yosef merupakan pelindung Suster DSY, bukan sekadar nama tetapi ada pesan lain yang begitu mendalam. Dalam diri St. Yosef ada kesederhanaan hidup (kedinaan) untuk menjadi satu dengan Yesus. Dalam keheningan batin, ia menjadi satu dengan Allah lewat penyerahan diri, kerendahan hati, dan kepatuhan. “Maka dari kepercayaan ini lahirlah sebuah ungkapan iman Mgr. Petrus Joseph Savelberg, pendiri Kongregasi DSY. ‘Pergilah kepada St. Yosef dan lakukanlah apa yang dikatakannya,” ujar Sr. Francisia.
Yosef adalah orang yang hidup dalam pengalaman-pengalaman konkret lewat kehadiran di setiap perutusan. Hal itu juga dialami para Suster DSY dalam relasi dengan Allah lewat pengalam konkret di komunitas dan karya pelayanan lainnya. “Lewat pribadi ini, saya belajar untuk menjadi pribadi yang sederhana dan tulus. St. Yosef hadir sebagai pribadi yang lebih banyak bekerja dalam keheningan. Saya juga belajar untuk sederhana, tulus, dan bekerja dalam keheningan. Sebab dalam keheningan saya bisa merasakan persatuan dengan Allah,” ungkapnya.
Penjaga Karmelit
Sementara itu, bagi Ordo Karmel (OCarm) maupun Karmel Tak Berkasut (Ordo Carmelitarum Discalceatorum/OCD), yang didirikan St. Theresia dari Avila dan St. Yohanes dari Salib, spiritualitas St. Yosef adalah tetap setia menjaga kehormatan diri. St. Theresia dari Avila memiliki devosi yang mendalam kepada St. Yosef. Ia menulis, “Saya juga menganggap St. Yosef sebagai pembela dan pelindung saya, dan saya memercayakan diri saya terutama kepada perantaraannya.”
Menurut Monialibus (tulisan) OCD, Gunung Karmel berada di Palestina yang adalah tanah kelahiran St. Yosef. Ini bukanlah sebuah kebetulan tetapi menunjukkan warna spiritualitas Yosef dalam kharisma dan spiritualitas para Karmelit awali. Dalam buku “Santo Yoseph: Ite Ad Joseph, ‘Pergilah Kepada Yosep”, Pastor Fransiskus Berto G, OCarm juga menjelaskan relasi St. Theresia dan St. Yosef. Dalam autobiografinya, St. Theresia mengatakan, “Permohonan apa saja yang disampaikan kepada St. Yosef akan dikabulkan, barangsiapa percaya, dapat memohonnya. Dia adalah ayah dan pelindung yang membantu saya dalam kesulitan yang membahayakan jiwa saya. Saya mengalami pertolongan selalu lebih besar dari yang saya harapkan.”
Menurut Pastor Hariawan Adji, OCarm selaku Wakil Prior Provinsial Ordo Karmel Indonesia, para Karmelit menempatkan Perawan Maria sebagai “Nyonya Rumah” (Lady of the Place) pertapaan pertama mereka di Gunung Karmel. Para Karmel menganggap Perawan Maria sebagai saudari karena bersama-sama Maria berusaha mendaki puncak Gunung Karmel, yaitu Yesus sendiri. “Karena kedekatan para Karmelit dengan Perawan Maria, maka kami juga menghormati St. Yosef. Terbukti setiap tanggal 19 Maret, para Karmelit merayakan Hari Raya St. Yosef,” ujarnya.
Selanjutnya, di kalangan para Rubiah Karmel, salah satunya St. Teresa dari Avila, St. Yosef bukan saja pelindung tetapi juga penjaga para Karmelit. Tak heran sebuah patung St. Yosef ditempatkan di ruangan-ruangan para rubiah di biara agar St. Yosef “mengawasi” para rubiah.
Bagi para keluarga Karmelit paling penting adalah keheningan dalam bertindak. St. Yosef adalah tokoh tanpa suara dari Perjanjian Baru. Injil tidak mencatat sepata kata pun yang diucapkan Yosef. Tetapi sepanjang hidupnya, Yosef menyuarakan kehendak Allah. “Selain itu, St. Yosef adalah teladan keadilan dan kesetiaan. Sekalipun dalam kesulitan, pengasingan, dan kekhawatiran tentang hari esok, kami tidak berkecil hati dan tetap percaya kepada Tuhan,” ujar Pastor Adji.
Kemurnian Pernikahan
St. Yosef dalam aspek spiritual telah mengambil bagian dalam karya keselamatan Yesus lewat peran keayahannya. St. Efrem (306-3720), teolog dan doktor Gereja mengatakan: “Berbahagialah engkau St. Yosef, di sisimulah tumbuh seseorang yang menjadi bayi kecil untuk menjadi sama sepertimu. Sabda tinggal dibawah atap rumahmu tanpa meninggalkan Bapa-Nya. Dia adalah Putera Bapa, dipanggil Putera Daud, dan Putera Yosef.”
Kata-kata ini kiranya menggarisbawahi kedekatan Yesus dan Yosef. Kristus memangil Bapa dengan Abba, suatu panggilan yang juga digunakan anak-anak Israel untuk memanggil ayah mereka. Yesus juga dalam keseharian tentu saja memanggil Yosef dengan kata yang sama. Artinya betapa Yesus sendiri melihat St. Yosef sebagai ayah-Nya.
Paus Yohanes Paulus II menulis, “Yosef adalah seperti keibuan Maria, pertama-tama memiliki karakter Kristologis. Artinya, semua hak istimewa Maria didapat dari martabat menjadi ibu Kristus, demikian juga Yosef mendapatkan martabatnya sebagai ayah Kristus.”
Selain itu, keayahan St. Yosef secara spiritual adalah bukan karena menikahi Maria, atau karena memberikan nama kepada Yesus, apalagi karena mengambil bagian dalam keturunan Daud, tetapi karena setia melaksanakan kehendak Allah. St. Yosef adalah orang pertama setelah Perawan Maria yang menghayati Sabda Kristus, “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan memeliharanya,” (Luk. 11:28).
Pernikahan St. Yosef dan Perawan Maria adalah pernikahan dalam kemurnian. Suatu pernikahan yang sulit dipahami dan diterima oleh dunia yaitu tetap perawan-perjaka. St. Agustinus dari Hipo (354-430 M) menjelaskan Yesus masuk dalam silsilah Yosef agar Israel memahami bahwa hubungan seksual bukan segalanya dalam pernikahan. Sebaliknya, dengan hal ini Israel diajarkan bahwa meski menikah, kita tetap dapat tinggal dalam kemurnian, diekspresikan dalam sehati-sejiwa. “Maria adalah milik Yosef, dan Yosef adalah milik Maria. Mereka saling menyerahkan diri. Maria tetap bertanggung jawab menjaga Yosef agar tetap murni, begitu sebaliknya.” Hal ini diterangkan dalam Mat. 1: 24b-25, “Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki.”
Teladani Yosef
Kemurnian St. Yosef sebelum dan sesudah pernikahan dengan Maria adalah kehendak Allah dan tanda kepenuhan janji Allah itu sendiri. Refleksi soal kemurnian menjadi refleksi utama para Puteri Bunda Hati Kudus (PBHK). Kemurnian selalu dilekatkan pada spiritualitas hati-hidup dan mencintai menurut hati. Cara hidup menurut hati-Nya adalah jalan menuju kemurnian.
Tarekat PBHK didirikan Pater Jules Chevalier, MSC tanggal 30 Agustus 1874 di Issodun, Prancis. Semboyan mereka adalah, ametur ubique terrarium cor Jesu Saccratissimum, “Semoga Hati Kudus Yesus dikasihi di mana-mana”. Semboyan ini mengungkapkan keinginan para Suster PBHK untuk memuliakan Hati Yesus. Perutusan utama Tarekat PBHK adalah mewartakan cinta Hati Kudus Yesus kepada semua orang agar mereka percaya akan kasih Allah yang berbelas kasih. Mereka dipanggil untuk mewartakan cinta Hati Kudus dalam berbagai bidang karya kerasulan dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan seperti cinta kasih, persaudaraan, kejujuran, keadilan, dan sebagainya.
Sr. Agusta Sada Wana, PBHK selaku Kepala Sekolah TK Bunda Hati Kudus Grogol, Jakarta Barat menjelaskan St. Yosef juga mendapat tempat istimewa bagi para Suster PBHK. Hal ini karena hati St. Yosef yang tulus dan penuh cinta juga menjadi kekhasan Hati Kudus Yesus dan hati Perawan Maria yang diwarnai kekudusan. Jika Hati Yesus adalah jawaban dari setiap persoalan hidup, maka hati Yosef adalah hati yang merangkul dan mengajak setiap manusia untuk bekerja, berbuat sesuatu untuk keluar dari persoalan hidup. St. Yosef mengajarkan setiap orang untuk bertindak dalam keheningan. Tindakan-tindakan itu kiranya bisa membawa setiap orang menuju pada keselamatan.
Semangat ini juga dianggap sebagai keistimewaan St. Yosef. St. Efrem Siro (306-373 M) berkesimpulan kunci Kerajaan Allah ada di tangan Perawan Maria dan St. Yosef. “Yesus memiliki dua kunci Kerajaan Allah, satu kepada Yosef dan satu lagi kepada Maria.” Kata-kata St. Efrem ini didasarkan pada peran St. Yosef dalam sejarah keselamatan sebagai ayah Yesus. Selain itu kesucian dan kemurnian yang dimilikinya, sehingga ia dianugerahi berbagai rahmat keistimewaan.
Pastor Ȃngel Peňa, iman Agustinian dan penulis rohani memberi judul bukunya tentang “St. Yosef Lebih Kudus dari Orang Kudus,” menegaskan setelah Maria, St. Yosef adalah pribadi yang paling suci di dunia dan tak seorang pun melebih kesuciannya. Kedekatannya dengan Yesus dan Maria adalah garansi tingkat kesuciannya yang tinggi.
“Itulah kenapa di abad ini, St. Yosef menjadi ikon dan pelindung berbagai macam komunitas, tarekat, biara, gereja, dan sebagainya. Hal ini menunjukkam bahwa St. Yosef telah menjadi satu figur yang cicintai dan dihormati di tengah umat,” tulisanya.
Paus Emeritus Benediktus XVI kepada umat beriman yang membangun keluarga, menjelaskan lihatlah cinta St. Yosef kepada Maria dan Yesus. “Kalian yang sedang mempersiapkan perkawinan, hormatilah calon isteri dan calon suami kalian seperti dilakukan St. Yosef. Ia menerima dan menghormati Maria apa adanya. Ia mencintai keduanya dengan seluruh hidupnya.”
Yusti H. Wuarmanuk
(Majalah HIDUP, Edisi No. 11/Tahun ke-75, 14 Maret 2021)