web page hit counter
Selasa, 26 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

“Rezeki” atau “Makanan Kami yang Secukupnya”? Dua Versi Terjemahan: Katolik dan Protestan dalam Doa Bapa Kami

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – BERILAH kami rezeki pada hari ini. Salah satu kalimat permohonan dalam doa Bapa Kami versi Katolik ini cukup problematis karena berbeda dengan doa Bapa Kami versi Protestan, yang berbunyi: Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya. Kalimat versi Protestan ini mengikuti terjemahan harfiah teks asli doa Bapa Kami dalam bahasa Yunani: ton arton hèmõn ton epiousion dos hèmin sèmeron. (Mat 6:11). Muncul dua pertanyaan di sini: alih-alih menggunakan kata ‘makanan’ mengapa dalam versi Katolik digunakan kata ‘rezeki’? dan mengapa kata ‘yang secukupnya’ hilang dari rumusan itu?  Sebagai catatan, paling tidak ada lima belas versi terjemahan doa Bapa Kami yang pernah ada dalam Bahasa Indonesia. Dan teks doa Bapa Kami dalam dua versi terakhir (Katolik dan Protestan) adalah hasil terakhir dari evolusi rumusan doa Bapa Kami tersebut.

Rezeki atau Makanan?

Dalam setiap versi doa Bapa Kami yang pernah ada, sebagian penerjemah menggunakan kata ‘rezeki’, sebagian yang lain dengan kata ‘makanan’, dan ada pula yang menggunakan kata ‘roti’. Penggunaan kata ‘rezeki’ dapat ditemukan dalam beberapa terjemahan Injil ke dalam bahasa Indonesia, seperti:  Reziki kita sahari-hari brilah akan kita pada hari ini (Batavia, 1835, terjemahan oleh J. Emde dkk.), Bijar Toehan kasih sama saja redjeki saja pada ini hari (Batawia, 1863, H. C. Klinkert), Berilah akan kami pada hari ini rezeki jang tjoekoep (Batavia, 1870, H. C. Klinkert), Berilah rezeki jang kami perlu hari ini (Ende 1964, P. J. Bouma), dan terakhir Berilah kami rezeki pada hari ini sebagaimana versi Gereja Katolik seperti yang tertulis dalam TPE 2005).

Sementara itu, kata ‘makanan’ rupanya menjadi kata favorit bagi para penerjemah: Berila kita makannanku sedekala hari (Enkhuizen, 1629 – terjemahan oleh A.C. Ruyl), Beri-lah akan kami pada hari ini makanan kami yang sa-hari-harian (1910, W.G. Shellabear), Bri-lah sama kami ini hari makanan kami yang s-hari-shari (1913 – Malayu Baba – Wh.G. Shellabear), Berilah kami pada hari ini makanan kami jang setjoekoepnja (1938 – W. A. Bode, selanjutnya menjadi dasar terjemahan LAI-TL 1954, LAI-TB 1971), dan terakhir Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya (LAI-TB 1997) yang menjadi rumusan terakhir versi Protestan.

Baca Juga:  Keuskupan Tanjungkarang Memperoleh Tiga Imam Baru: Imam Tanda Kehadiran Allah

Masih ada dua versi yang menggunakan kata ‘roti’, tetapi sepertinya kurang begitu populer: Roti cami derri sa hari hari bri hari ini pada kami (Amsterdam 1668 – terjemahan oleh D. Brouwerious), Rawtij kamij saharij berilah akan kamij pada gharij ini (Amsterdam 1731, 1733 – M. Leijdecker).

Kata rezeki, makanan, maupun roti merupakan variasi terjemahan dari kata Yunani artos. Kata artos sendiri secara harfiah berarti roti. Bagi masyarakat di Palestina pada abad pertama, termasuk para murid Yesus, roti adalah makanan utama mereka.

Tidak jarang ke dalam roti itu mereka masukkan segala jenis makanan lain seperti sayuran dan daging ke dalam roti itu. Kebiasaan ini masih berlangsung sampai sekarang di Timur Tengah. Jadi, menyebut kata artos, dalam pikiran orang pada zaman itu adalah soal makanan. Karena itu, terjemahan ‘makanan’ kiranya sangat cocok, terlebih bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang tidak terbiasa makan roti.

 

Memang pernah ada yang mengusulkan agar kata roti dipakai sebagai terjemahannya. Alasannya, supaya lebih dekat dengan kata aslinya. Bahkan, ada yang berpendapat, dengan menggunakan kata roti, maka pikiran umat dapat tertuju pada Yesus Kristus, yang dalam Injil Yohanes mendapat julukan Roti Hidup. Meskipun maksudnya baik, terjemahan ‘roti’ agak melenceng dari konteks asli doa Bapa Kami.

Terjemahan rezeki sebenarnya agak bermasalah lantaran kata itu memiliki arti yang beragam. Kata yang berasal dari bahasa Arab ‘rizq’ ini mengacu pada segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan yang diberikan oleh TUHAN. Konsekuensinya, rezeki bisa berarti makanan sehari-hari, nafkah, penghidupan, pendapatan, keuntungan, kesempatan mendapat makan, dan tentu saja uang (bandingkan KBBI). Jadi, kalau orang berdoa ‘berilah kami rezeki’, tidak ada yang tahu apakah ia sedang membayangkan makanan sehari-hari atau uang satu milyar. Pemakaian kata rezeki dapat melahirkan bias dari makna asali rumusan doa Bapa Kami.

Baca Juga:  Telentang di Atas Gunung Sampah, Pastor Mutiara Andalas: Kita Tidak Menyalibkan Tuhan di Tempat Sampah

Dari sisi pemahaman teologis-spiritual, dengan mengucapkan ‘makanan’ daripada ‘rezeki’ orang sebenarnya dilatih untuk bersikap rendah hati, berpasrah, dan tidak terlalu banyak menuntut kepada TUHAN. Makanan adalah hal yanag paling penting dan esensial untuk menopang hidup sehari-hari. Tidak ada makanan (dan minuman), orang pasti akan mati. Karena itulah, makanan seharusnya yang kita mohonkan pertama kali, dan bukan rezeki yang lain.

Yang Secukupnya

Memang masih menjadi misteri mengapa kata ‘yang secukupnya’ hilang dalam rumusan versi Katolik. ‘Yang secukupnya’ adalah terjemahan dari kata sifat dalam bahasa Yunani: epiousion. Kata epiousion ini pun agak problematis. Sebab, kata ini hanya muncul dalam doa Bapa Kami (Mat.6:11; Luk.11:3) dan tidak ada rujukan lain di luar teks Alkitab sehingga artinya sulit dipastikan. Sekurang-kurangnya, ada tiga tafsiran dari para ahli kitab suci berkenaan dengan kata itu: yang untuk hari ini (jika epiousion merupakan kombinasi dari kata epi dan einai), atau yang untuk hari mendatang (jika kombinasi dari epi dan ienai) atau yang substansial, yang mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup (jika kombinasi dari epi dan ousia). Tafsiran ketiga ini dimunculkan oleh Origenes dan dipertegas oleh Theodorua dari Mopsuestia, yang menerjemahkan makanan ‘yang kita perlukan’

Terjemahan ‘yang secukupnya’ tampaknya menjadi jalan tengah untuk dapat merangkum arti ketiganya. Dengan kata lain, makanan ‘yang secukupnya’ adalah makanan yang sungguh-sungguh dibutuhkan untuk bertahan hidup saat ini dan setiap hari. Arti ini dapat dipertegas lagi dengan mengaitkan pada wejangan dalam kitab Amsal 30:8 (Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku); atau kisah manna di padang gurun dalam Keluaran 16:4 (memungut [manna] tiap-tiap hari sebanyak yang perlu untuk sehari).

Baca Juga:  Uskup Agung Palembang: Banyak Intelektual Katolik, Hanya Sedikit yang Mau Berproses

Hilangnya frasa ‘yang secukupnya’ sangat mungkin karena versi Katolik mendasarkan teks Latin dan bukan Yunani. Teks Latin berbunyi Panem nostrum cotidianum da nobis hodie” (Bdk. Luk.11:3 Vulgata). Terjemahan secara harfiah akan berbunyi: “Berilah kami roti harian (cotidianum) kami pada hari ini”. Bisa jadi, pengulangan kata dasar ‘hari’ dalam kata ‘harian’ dan ‘hari ini’ membuat penerjemah doa Bapa Kami versi Katolik menghilangkan kata ‘harian’. Sekalipun maksudnya supaya tampak lebih efektif dan estetik, menerjemahkan teks doa yang sangat vital bagi iman orang Kristiani dari teks terjemahan dari teks asli, kiranya juga kurang tepat dan berpotensi kehilangan makna terdalamnya.

Dan lagi, walaupun ‘yang secukupnya’ sekilas terlihat sebagai kata yang sederhana, tetapi kata tersebut mempunyai arti dan efek mendalam bagi si pendoa. Maksudnya, dengan mendoakan ‘yang secukupnya’, setiap hari kita diingatkan untuk hidup ugahari, sederhana dan tidak berlebihan dalam memanfaatkan anugerah TUHAN. Dan, secara praktis, kita diajak untuk tidak menimbun makanan dan bersikap solider dengan mereka yang kelaparan.

Singkatnya, terjemahan “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” cukup tepat dalam dua hal: secara literal mendekati makna dari teks asli doa Bapa Kami dalam Injil dan secara teologis-spiritual memiliki kedalaman arti dan pesan konstruktif.

Akhirnya, doa Bapa Kami bukanlah sekadar doa pujian dan permohonan kepada Allah Bapa, tetapi juga sebuah instruksi bagaimana kita sebagai manusia harus hidup dan bersikap di hadapan-Nya.

Romo Albertus Purnomo, OFM, Penulis dan Pengajar Kitab Suci, STF Diryarkara, Jakarta

(HIDUP, Edisi No. 10/Tahun ke-75, 7 Maret 2021)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles