HIDUPKATOLIK.COM— Paus Fransiskus mendesak para imam untuk mempelajari seni menjadi seorang bapa dari St. Yosef dengan menjadi seorang gembala yang hanya mencari kebaikan kawanan yang dipercayakan kepada mereka. Ia menyampaikan nasihat ini pada hari Kamis kepada delegasi Belgian Pontifical College, sebuah asrama bagi para imam dari Belgia yang belajar di Roma. Saat menerima mereka pada kesempatan peringatan 175 tahun Universitas ini, Bapa Suci juga mengenang Santo Paus Yohanes II yang pernah menjadi anggota asrama di sana sebagai imam mahasiswa dari tahun 1946 hingga 1948.
Berbicara kepada para imam pada malam pesta St. Yosef, di Tahun yang didedikasikan untuknya, yang juga pelindung Kolese, Bapa Suci merefleksikan Penjaga Penebus sebagai teladan bagi para imam. “Akan menjadikan lebih baik bagi Anda sekalian untuk menempatkan diri dan panggilan Anda di bawah mantelnya dan untuk belajar darinya seni menjadi bapa, dimana kalian semua dipanggil untuk segera mempraktikkannya di komunitas dan di area pelayanan yang akan dipercayakan kepada Anda,” ungkap Paus kepada kelompok itu seperti dilansir Vatican News,18/3.
Bapa yang menyambut
“Pertama-tama”, ujar Paus, “Santo Yosef adalah bapa yang ramah”. Ia mengesampingkan rencana pribadinya yang sah dan mencintai serta menyambut Maria dan Yesus dengan iman, dalam visi kehidupan keluarga yang sangat berbeda dari apa yang mungkin ia miliki. Dalam hal ini, ia adalah penguasa kehidupan spiritual dan kebijaksanaan, yang menyambut baik apa saja yang terjadi dalam hidup. “Alih-alih memaksakan gagasan dan rencana pribadinya, imam yang tiba di paroki baru harus terlebih dahulu mencintai komunitas itu dengan bebas. Dan perlahan dengan menyukainya, ia akan mengetahui komunitas itu secara mendalam dan dapat membantu mengaturnya di jalur yang baru,” tutur Paus.
Bapa wali
Paus berkata juga bahwa St Yosef menjalani panggilan dan misinya sebagai bapa wali dengan kebijaksanaan, kerendahan hati, dalam keheningan, dan dalam kesetiaan total pada rencana Tuhan. Ia dengan demikian menjadi hamba yang baik dan setia yang hanya menginginkan kebaikan dan kebahagiaan orang-orang yang dipercayakan kepadanya. Perwalian Yosef ini, jelas Paus, dilakukan dengan kebijaksanaan dan dengan kemurahan hati yang gigih, mengetahui kapan harus mundur dan kapan harus mendekat, tetapi selalu menjaga hati dengan waspada, penuh perhatian, dan doa.
Sebagai seorang gembala, lanjut Bapa Suci lagi, seorang imam selalu tinggal dengan kawanannya, terkadang ia di depan untuk membuka jalan, terkadang di tengah untuk mendorong, atau di belakang untuk mengumpulkan yang terakhir. Tanpa menjadi kaku, seorang penjaga yang penuh perhatian, jelasnya, siap untuk berubah sesuai kebutuhan, selalu memahami kebutuhan kawanannya dan menghindari godaan berlawanan dari dominasi dan kecerobohan.
Seorang “pemimpi”
St. Yosef juga adalah seorang bapa yang bermimpi, tetapi tidak seperti seseorang yang kepalanya di awan, terlepas dari kenyataan. Dengan pandangan profetik, Yosef tahu bagaimana melihat melampaui apa yang dia lihat dan mengenali rencana Allah. Dengan menjaga Yesus dan ibu-Nya, ungkap Paus, St. Yosef menjadi alat untuk merealisasikan rencana Tuhan, dalam kesunyian, kemurahan hati dan ketersembunyiannya yang tak kenal lelah.
Felicia Permata Hanggu