HIDUPKATOLIK.COM— Krisis yang dihadapi Irak dapat diatasi dengan membangun masyarakat berdasarkan persatuan persaudaraan, solidaritas dan kerukunan melalui tindakan nyata kepedulian dan pelayanan, terutama bagi yang rentan dan mereka yang paling membutuhkan. Setelah krisis, apa yang akan membantu kita membangun kembali dunia lebih baik dari sebelumnya adalah keutamaan solidaritas persaudaraan dan hidup berdampingan.
Paus Fransiskus menyampaikan nasihat itu pada hari Jumat saat berpidato di depan otoritas Irak, korps diplomatik, dan perwakilan masyarakat sipil di istana presiden di ibu kota Irak, Baghdad.
Muncul dari Covid-19
Dalam wacana pertama kunjungan luar negerinya yang ke-33 di luar Italia, Bapa Suci mencatat bahwa perjalanannya ke Irak terjadi pada saat dunia sedang berusaha untuk keluar dari pandemi Covid-19.
Paus menyebut krisis yang melanda tidak hanya kesehatan masyarakat tetapi juga memburuknya kondisi sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu, ia menyerukan upaya untuk bersama mengambil langkah-langkah yang diperlukan menuju pemulihan. Namun di atas segalanya, krisis memanggil semua elemen untuk “memikirkan kembali gaya hidup kita… dan arti keberadaan kita” (Fratelli tutti, 33). Paus menambahkan kita perlu keluar darinya “lebih baik dari sebelumnya, dan dengan membentuk masa depan lebih berdasarkan pada apa yang menyatukan kita daripada pada apa yang memisahkan kita.”
Hidup berdampingan dengan persaudaraan
Dampak bencana perang, momok terorisme, dan konflik sektarian yang telah melanda Irak selama beberapa dekade, sebut Paus, sering kali didasarkan pada fundamentalisme yang tidak mampu menerima hidup berdampingan secara damai dari kelompok etnis dan agama yang berbeda, serta gagasan dan budaya yang berbeda.
Hal ini telah menyebabkan kematian, kehancuran, tidak hanya secara materi tetapi juga menyebabkan patah hati dan luka yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk sembuh. Bapa Suci secara khusus menyebut Yazidi, “korban tak berdosa dari kekejaman brutal dan tidak masuk akal, dianiaya dan dibunuh karena agama mereka, yang identitas serta kelangsungan hidupnya terancam.”
Paus Fransiskus mengatakan bahwa hanya ketika kita belajar untuk melihat melampaui perbedaan dan melihat satu sama lain sebagai anggota keluarga manusia yang sama, kita akan dapat memulai proses pembangunan kembali yang efektif dan meninggalkan generasi masa depan dunia yang lebih baik, lebih adil dan lebih manusiawi.
Dalam hal ini, ia menunjukkan bahwa Irak, dengan ciri khas keragaman agama, budaya, dan etnisnya, terpanggil untuk menunjukkan kepada semua orang, terutama di Timur Tengah, bahwa keragaman harus mengarah pada kerja sama yang harmonis dalam masyarakat, daripada menimbulkan konflik.
Hidup berdampingan dalam semangat persaudaraan, lanjut Paus, membutuhkan dialog yang sabar dan jujur, dilindungi oleh keadilan dan penghormatan terhadap hukum, tugas sulit yang membutuhkan komitmen semua. Untuk itu, kita perlu mengesampingkan persaingan dan kontraposisi dan menganggap satu sama lain dari identitas terdalam kita sebagai sesama anak dari satu Tuhan dan Pencipta.
Solidaritas
Setelah krisis, tutur Paus, kita perlu membangun kembali dengan baik, agar semua bisa menikmati hidup yang bermartabat. “Kita tidak pernah keluar dari krisis yang sama seperti sebelumnya; kita muncul darinya entah lebih baik atau lebih buruk.”
Namun, ia menekankan, masyarakat yang menghayati kesatuan persaudaraan dalam solidaritas satu sama lain, menjadi lebih baik. Solidaritas, tandasnya, adalah kebajikan yang menuntun kita untuk melakukan tindakan nyata kepedulian dan pelayanan dengan menempatkan kepedulian khusus kepada yang rentan dan yang paling membutuhkan, seperti mereka yang telah kehilangan anggota keluarga dan orang yang dicintai, rumah dan mata pencaharian karena kekerasan, penganiayaan atau terorisme.
Bahkan para pemimpin di pemerintahan dan diplomat dipanggil untuk memupuk semangat solidaritas persaudaraan. Ini hanya dapat dilakukan dengan memberantas korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan pengabaian hukum, tetapi juga dengan mempromosikan keadilan, membina kejujuran dan transparansi serta memperkuat lembaga-lembaga di bidang-bidang tersebut. Upaya-upaya ini akan mengantarkan kepada masyarakat yang stabil dan politik yang sehat sekaligus menawarkan harapan pasti untuk masa depan yang lebih baik, terutama bagi kaum muda Irak.
Menyatakan kesedihan yang mendalam atas kehancuran dan kekejaman yang tak terhitung yang dialami rakyat Irak, Bapa Suci mengatakan ia ada di antara mereka sebagai peziarah perdamaian dalam nama Kristus, Pangeran Damai.
Akhiri keberpihakan, ekstremisme
“Semoga bentrokan senjata dibungkam” di Irak dan di mana-mana, desaknya, sebelum membuat serangkaian seruan. Paus Fransiskus menyerukan agar diakhirinya kepentingan partisan dan suara para pembangun, pembawa damai, yang rendah hati, yang miskin serta pria dan wanita biasa didengarkan. “Semoga tindakan kekerasan dan ekstremisme, faksi, dan intoleransi berakhir! Semoga ada ruang bagi semua warga negara yang berupaya untuk bekerja sama dalam membangun negara ini melalui dialog dan melalui diskusi yang jujur, tulus, dan konstruktif.”
Agar hal ini terjadi, Bapa Suci berkata, “penting untuk memastikan partisipasi semua kelompok politik, sosial dan agama serta untuk menjamin hak-hak dasar semua warga negara.” Ia pun berharap, “Semoga tidak ada yang dianggap warga negara kelas dua.”
Peran komunitas internasional
Paus Fransiskus juga mengingatkan komunitas internasional akan tugasnya untuk mempromosikan perdamaian di Irak dan di Timur Tengah secara keseluruhan.
Konflik, seperti di negara tetangga Suriah, sebut Bapa Suci, menuntut kerja sama dalam skala global untuk mengatasi masalah, seperti ketimpangan ekonomi dan ketegangan regional yang mengancam stabilitas kawasan ini.
Bapa Suci berterima kasih kepada negara-negara dan organisasi internasional, termasuk badan-badan Katolik, yang bekerja di Irak untuk membangun kembali, untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi dan mereka yang berusaha untuk kembali ke rumah.
Paus menekankan harapannya bahwa komunitas internasional harus terus bertindak dalam semangat tanggung jawab bersama dengan otoritas lokal, tanpa memaksakan kepentingan politik atau ideologis.
“Agama, pada hakikatnya harus melayani perdamaian dan persaudaraan. Karenanya, nama Tuhan tidak dapat digunakan untuk membenarkan tindakan pembunuhan, pengasingan, terorisme, dan penindasan,” tegasnya.
Gereja di Irak
Gereja Katolik di Irak, jelas Paus Fransiskus, ingin bekerja sama secara konstruktif dengan agama lain dalam melayani tujuan perdamaian.
“Kehadiran orang-orang Kristen di tanah ini, dan kontribusi mereka bagi kehidupan bangsa, merupakan warisan yang kaya yang ingin terus mereka tempatkan untuk melayani semua,” ungkapnya.
Memungkasi pidatonya Bapa Suci menekankan, “Partisipasi mereka dalam kehidupan publik, sebagai warga negara dengan hak, kebebasan dan tanggung jawab penuh, akan menjadi kesaksian bahwa pluralisme yang sehat dari keyakinan agama, etnis, dan budaya dapat berkontribusi pada kemakmuran dan kerukunan bangsa.”
Felicia Permata Hanggu
Disadur dari Vatican News