web page hit counter
Sabtu, 21 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

WABAH COVID-19 MEWUJUDKAN LANGIT DAN BUMI YANG BARU

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – TANGGAL 2 Maret 2021 menandai genap 1 tahun negeri Indonesia ikut dilanda wabah virus Covid-19. Adalah Presiden Joko Widodo sendiri yang waktu itu mengumumkan mulai ditemukannya 2 orang Indonesia pertama yang tertular virus Covid-19 itu di bumi Indonesia.

Dalam 1 tahun ini, telah terkonfirmasi 1.341.314 orang yang tertular Covid-19 di seluruh negeri Indonesia. Yang berhasil disembuhkan 1.151.915 orang, dan tercatat meninggal 36.325 jiwa. Sisanya masih dalam proses penyembuhan. Angka-angka yang tertular masih terus bertambah setiap hari, hingga hari ini, demikian pula jumlah orang yang berhasil disembuhkan.

Virus Covid-19 telah mewabah rata ke seluruh dunia dan menjadi ancaman bersama. Para ilmuwan dan industri obat bekerja keras menghasilkan vaksin untuk kekebalan tubuh, dalam jumlah yang cukup dan tersebar adil untuk seluruh umat manusia. Kita semua diajak untuk melakukan praktik hidup sehat 5M. Yaitu Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, Memakai masker, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, serta Membatasi mobilisasi dan interaksi. Berdoa, berjemur sinar matahari pagi, dan makan dengan bumbu pedas, belum cukup untuk membendung laju penularan virus Covid-19 ini.

Kita menyatakan empati yang mendalam kepada para korban meninggal dan keluarganya, yang di dalamnya termasuk para tenaga kesehatan dan rohaniwan. Mereka adalah para pahlawan kehidupan yang bekerja tulus sepanjang siang dan malam di tempat-tempat perawatan dan tertular dari pasien.

Virus Covid-19 itu sendiri masih diyakini berasal dari Wuhan di China, mulai merebak sejak Desember 2019. Sejak itu beredar beberapa teori konspirasi, perang informasi, saling menyalahkan antar negara berpengaruh. Para politisi dan tukang jual obat saling mengumbar kata dengan sedikit berbuat nyata. Sedangkan para ilmuwan tekun meneliti dan berpacu dengan waktu di laboratorium yang sunyi.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Pesan-pesan dari Wabah Covid-19

Pertama, keselamatan manusia di dunia adalah hukum yang utama dan terutama. Wabah yang meluas dan mematikan (akibat dari wabah lain) sudah pernah terjadi beberapa kali dalam sejarah hidup manusia. Namun demikian, tak seorang pun yang menyangka bahwa pada zaman sekarang, seluruh dunia justru tercekam dan harus melewatkan tahun 2020 tanpa bisa berbuat banyak. Setiap rencana besar dan panjang yang ingin diwujudkan selama tahun yang lalu menjadi batal berantakan.

Ancaman virus Covid-19 sungguh nyata dan fatal. Banyak orang yang tertular atau meninggal itu bisa dari anggota keluarga besar kita sendiri, kerabat, sahabat, tetangga, pelayan negara, sampai pejabat, dan pesohor. Virus Covid-19 itu tidak kelihatan, namun dampak kematiannya sangat memilukan.

Interaksi antarmanusia terpaksa harus dibatasi, sesuatu yang sangat melawan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Tatanan kehidupan (peradaban) manusia yang telah terbentuk secara berkelanjutan dalam sekian ribu tahun terakhir, sebagian besar harus dimentahkan kembali demi keselamatan setiap dan semua orang.

Nyawa manusia sangat berharga, jumlah korban wabah tidak cukup hanya untuk dicatat, dicacah, dan grafiknya dianalisis untuk menemukan kecenderungan berikutnya. Kalau sudah demikian, masih perlukah perang yang saling mematikan, pembunuhan, sampai hukuman mati?

Kedua, dunia bersatu padu melawan wabah. Penularan virus Covid-19 terjadi melalui perantaraan udara yang dapat berhembus ke segara arah dan menembus tanpa halangan. Bisa menghampiri orang tanpa memandang identitas suku dan bangsa, agama dan kepercayaan, batas-batas politik, waktu siang dan malam, derajat sosial, kaya atau miskin, pintar atau pandir, yang alim maupun ternoda, dan sebagainya.

Baca Juga:  Rayakan 50 Tahun Imamat, Mgr. Petrus Turang: Selama Ada Kelekatan Diri Sendiri, Kita Akan Mengalami Kekecewaan

Setiap manusia sama rentannya di hadapan virus Covid-19 yang tak kasat mata ini. Tidak ada seorang pun yang lebih kebal daripada yang lain, selain keberuntungan dan kehati-hatian. Semua keunggulan dan kemapanan duniawi, serta polesan kosmetikal menjadi tidak berarti lagi. Orang yang tertular virus Covid-19 akan mengalami sesak napas, sama seperti para penderita lainnya. Pasien harus diisolasi, dan selama itu tak boleh didampingi keluarganya, hingga dinyatakan sembuh total atau (maaf) meninggal.

Virus Covid-19 tidak akan menghilang begitu saja. Kita sungguh menghargai sumbangsih ilmu pengetahuan dan ilmuwan yang bekerja menghasilkan vaksin. Dan berharap semua manusia dapat memperoleh vaksin secara adil dan merata. Tidak ada gunanya bila hanya sebagian orang yang mendapat vaksin, sebab virus Covid-19 tinggal dan menular dari seorang ke orang yang lain. Dunia harus segera terbebaskan dari virus Covid-19, seluruhnya, secepatnya, dan untuk selamanya.

Ketiga, di manakah Tuhan kini berada? Ketakutan manusia akan kematian, ancaman dan berita kekalahan manusia yang terus-menerus bertambah, membuat manusia mencari-cari Tuhan, Sang Juru Selamat. Rumah-rumah ibadah harus ditutup, peribadatannya dikurangi untuk menghindari kerumunan umat. Interaksi umat dengan imamnya secara langsung dihindarkan, umat dan para imamnya hanya bisa saling mendoakan dari tempat masing-masing.

Lalu, di manakah Tuhan kini berada? Mat 28:20: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Oh, ternyata Tuhan telah berpindah ke rumah dan hati setiap orang yang beriman. Kalau demikian, apa rencana-Mu Tuhan sampai mencobai daya tahan manusia dengan wabah Covid-19 ini?

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Selama ini kita semua selalu mencari-cari Tuhan untuk kita sembah dan muliakan. Kita selalu berusaha mencari-cari cara baru untuk menemukan kebaikan Tuhan yang sama. Janganlah karena cobaan wabah Covid-19 yang mencekam ini, manusia harus mulai mencari-cari ‘Tuhan’ yang baru.

Keempat, langit dan bumi, dan segala isinya menjadi baru. Hukum-hukum buatan manusia termasuk tata cara peribadatan yang indah, agung, dan sakral selama ini harus berubah disesuaikan dengan keadaan. Semuanya demi keselamatan manusia. Tidak ada lagi yang bisa memutlakkan praktik selama ini, semua ‘kebenaran’ harus ditinjau ulang untuk mendapatkan ‘pembenaran’ kontekstual masa kini.

Teknologi komunikasi dan informasi yang sudah semakin berkembang, menjadi keniscayaan dalam setiap alternatif pilihan. Beruntung bagi masyarakat yang sudah menguasai teknologi informasi ini dan dapat memanfaatkannya dengan bijak dan optimal. Akses terhadap sumber daya ini, tingkat literasi, dan kemampuan memanfaatkannya dapat menjadi sumber ketimpangan dan ketidakadilan baru.

Kelima, kita semua belajar lagi. Tidak ada seorang pun yang pernah berpengalaman hidup dengan wabah sedahsyat Covid-19 ini. Dampaknya telah meluas ke seluruh dunia, sangat mematikan, dan sudah setahun lamanya. Meski vaksinasi sudah mulai berlangsung, namun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjangkau semua umat manusia. Dengan harapan efektif dan virusnya terkendali.

Setiap manusia harus hidup dengan tata cara yang baru, tidak dapat kembali seutuhnya ke cara-cara yang lama. Kita harus mau belajar kembali, walaupun tidak dari nol. Kemampuan beradaptasi adalah salah satu alasan yang membuat setiap orang dapat bertahan hidup lebih lama. Dan terus bermanfaat.

Cosmas Christanmas, Kontributor

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles