web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Unsur-unsur Utama Imlek Sejaran dengan Ajaran Iman Katolik. Begini Penjelasan Lengkap Pastor Paulus Toni

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Setiap kali perayaan Imlek tiba, pertanyaan-pertanyaan seperti Apakah Imlek sejalan dengan iman Katolik?, Apakah orang Katolik keturunan Tionghoa boleh merayakan Imlek? kerap muncul. Untuk menjawab pertanyaan ini, hidupkatolik.com berbincang-bincang dengan Pastor Paulus Toni Tantiono, OFMCap. Pastor Toni, menyelesaikan pendidikan S2 Tafsir Kitab Suci dari Institut Kepausan Biblicum dan S3 Teologi Kitab Suci dari Universitas Gregoriana, Roma. Saat ini ia menjadi dosen tetap Kitab Suci di Sekolah Tinggi Teologi Pastor Bonus dan Universitas Widya Dharma, Pontianak, Kalimantan Barat. Berikut petikannya:

Apa kaitan antara iman dan budaya dalam konteks Imlek, Pastor?

Pertama-tama yang perlu kita pahami, bahwa iman ialah keyakinan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya mempercayakan diri kepada Tuhan. “Seluruh aspek kehidupan” menyangkut cara berelasi dengan sesama dan alam. Tata cara relasi itu bagian hakiki kebudayaan. Jadi, iman dan kebudayaan manusia tak terpisahkan, termasuk iman Katolik juga. Perayaan Imlek merupakan salah satu perayaan terpenting dalam masyarakat Asia Timur (Tiongkok, Jepang, Korea, Vietnam, Thailand, Kamboja, Laos), terlepas dari agama apa yang dianut masyarakat itu. Perayaan Imlek lebih luas daripada sekadar ajaran agama tertentu. Yang ateis pun merayakannya. Itu bagian utuh dari budaya.

Ada yang berpendapat bahwa Imlek bertentangan dengan iman Katolik. Apa tanggapan  Pastor?

Memang sebagian orang Katolik berpendapat demikian. Alasannya berbeda-beda seperti menyebutnya sebagai menyembah dewa-dewi (berhala), praktik takhyul, larangan dari Vatikan, Tuhan Yesus adalah Penyelamat satu-satunya, pesta mewah, dan lain-lain. Tidak disangkal bahwa ada acara menjelang Imlek yang dikaitkan dengan penyembahan dewa dapur atau pernah adanya larangan dari beberapa Paus untuk berdoa ala budaya Tionghoa. Namun, penyembahan dewa lebih terkait dengan agama orang yang merayakannya, bukan praktik semua orang Tionghoa. Larangan Paus pun kemudian diubah dalam perjalanan sejarah. Soal pesta mewah, itu lebih karena gaya hidup seseorang.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Bisa Pastor jelaskan, sesungguhnya Imlek itu perayaan apa?

Perayaan Imlek aslinya pesta agrikultur, pesta musim semi (Nio Joe Lan, 1961: 202). Setelah musim dingin usai, hidup baru bersemi, dedaunan tumbuh, bunga bermekaran, udara menghangat, musim tanam dimulai. Pesta Imlek mau bersyukur atas karunia Yang Ilahi melalui hasil tanah.

Dalam perjalanan sejarah, pesta musim semi ini menjadi perayaan tahun baru dengan kalender Imlek yang dimulai dari tahun kelahiran Konfusius (551 s.M.). Jadi tahun ini tahun 2572 Imlek. Sedangkan kalender Imlek lama berpatokan dari tahun lahir Kaisar Kuning (Huang Di, bapak etnis Han, 2697 s.M.), jadi tahun ini tahun 4718 Imlek.

Inti perayaan Imlek ialah perayaan kesatuan keluarga dalam kasih. Acara pokoknya itu biasanya adalah makan bersama, perdamaian, membagi angpau, kunjungan silahturami ke sanak keluarga, tetangga, sahabat, bergembira menyambut tahun baru dan musim tanam baru. Perayaan ini dapat dirayakan dalam agama apa pun. Di Asia Timur dirayakan oleh berbagai negara yang memakai kalender Imlek.

Bagaimana dengan Gereja Katolik yang juga hidup dalam budaya?

Iman Katolik tidak pernah menolak kebudayaan sebagai bagian hakiki dari hidup orang beriman. Bahkan iman Katolik berakar pada kebudayaan manusia sendiri. Dasar paling utama: inkarnasi Tuhan Yesus sendiri (Yesus menjelma dan hidup sebagai manusia Yahudi).  Ia lahir, hidup dan wafat sebagai manusia Yahudi di bumi Israel sekitar 2000 tahun yang lalu. Dengan itu kebudayaan manusia dikuduskan sebagai ruang hidup nyata dan hakiki iman.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Titik penting sejarah iman Kristen ialah Konsili Yerusalem tahun 49 M, saat para rasul (Petrus, Paulus dan Yakobus) bersama para pemuka agama Kristen bersidang. Mereka memutuskan hal yang sangat hakiki, yaitu mengizinkan orang Kristen berkebudayaan Yunani menjalankan imannya tanpa melepaskan budaya Yunani (tidak harus menjadi Yahudi), dengan beberapa syarat dasar yang logis (Kis. 15:13-21).

Suasana perayaan Imlek di sekolahan SD Bruder Melati Pontianak tahun 2017

Sejarah Gereja Katolik awal pun menunjukkan bagaimana ajaran teologi dan praktik liturgi Gereja banyak mengadopsi istilah filsafat Yunani dan kebiasaan Romawi. Demikian iman Kristen yang berakar di tanah Yahudi diwarnai budaya Yunani dan Romawi dalam ajaran iman dan praktik liturgi. Iman Kristen hidup dalam konteks budaya di mana ia berkembang. Itulah kontekstualisasi iman.

Kontekstualisasi iman/liturgi terus tumbuh. Santo Matteo Ricci (imam Yesuit Italia) dari 1582-1610 berusaha bermisi di Tiongkok dengan menggunakan budaya Tionghoa: bahasa, pakaian, konsep pemikiran, liturgi. Boleh dikatakan, itulah masa pewartaan Injil di Tiongkok klasik yang paling berhasil. Namun, Paus Klemens XI (1715) dan Benediktus XIV (1742) melarang umat Katolik berdoa di kelenteng atau memakai hio dalam mendoakan arwah orangtua. Akhirnya Paus Pius XII (1939) mengizinkan praktik mendoakan arwah orangtua dengan menggunakan hio dengan kesadaran penuh bahwa doa dan penghormatan tetap ditujukan kepada Allah Tritunggal.

Tonggak sejarah Gereja Katolik yang sangat penting, Konsili Vatikan II (1962-1965) dengan Dokumen Nostra Aetate (1965) akhirnya mengakui bahwa iman Katolik tetap menghargai agama dan kebudayaan lain, sebab agama dan budaya lain juga mempunyai unsur kebenarannya (NA, 2). Kebudayaan manusia mana pun dihargai, sejauh isinya tidak bertentangan dengan iman Katolik.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Pastor, apa saja nilai-nilai Imlek yang sejalan dengan ajaran Katolik?

Nilai kasih kekeluargaan: unsur hakiki dalam iman Kristen. Yesus datang mewartakan Kerajaan Allah, di mana setiap orang hidup sebagai saudara-saudari tanpa diskriminasi dengan mengakui Allah sebagai Bapa bagi semua. Membagi angpau: simbol cinta kasih, inti iman Kekristenan, mengasihi Allah dengan segenap hati dan budi, serta mengasihi sesama sama seperti Yesus mengasihi manusia. Saling bermaafan/berdamai: perwujudan ajaran Kristen untuk berani saling memaafkan sampai 70 x 7 kali.

Menghormati orangtua merupakan penerapan dari salah satu dari 10 Perintah Allah. Bersyukur kepada Allah atas segala berkat-Nya adalah  tanda terima kasih dari manusia kepada Allah Pencipta. Mohon berkat untuk perjalanan tahun baru merupakan tanda kerendahan hati manusia kepada Allah.

Melihat penjelasan Pastor, dapat disimpulkan bahwa perayaan Imlek tidak bertentangan dengan iman Katolik?

Unsur-unsur utama perayaan Imlek yang tak lain adalah kasih, kekeluargaan, memaafkan, menghormati, bersyukur/pasrah kepada Tuhan sejalan dengan ajaran iman Katolik, Kitab Suci dan Tradisi Gereja. Pesta mewah atau praktik penyembahan dewa sebenarnya lebih dipengaruhi sifat orang dan imannya, yang berbeda dari orang ke orang. Bergembira dan bersyukur pun dapat dirayakan secara sederhana tanpa kehilangan makna utamanya. Xin Nian Kuai Le, Gong Xi Fa Cai (Selamat Tahun Baru Imlek, semoga berkat Tuhan semakin berlimpah)!

 

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles