HIDUPKATOLIK.COM – AWAL tahun 2020 lalu, sebelum Covid-19 merebak, aku berkesempatan mendampingi beberapa remaja untuk mendaftar kursus bahasa di ibu kota. Ketika semua urusan sudah selesai, mereka menyarankan menggunakan kereta untuk pulang. Saat itu, kondisiku membawa koper, goodie bag dan ransel, karena aku langsung menuju ke sana dari bandara. Sebenarnya, aku bisa saja memilih menggunakan transportasi online yang nyaman untuk menempuh jarak di atas 25 kilometer. Tapi, aku memilih mengikuti saran mereka.
“Nanti kami bantu bawa barang kakak,” begitu kata mereka.
Benar saja, mereka membagi tugas membawa koper dan goodie bag milikku. Mereka pun membantuku ketika harus menaikkan koper ke rak penyimpanan di atas tempat duduk penumpang. Apalagi, kami harus berpindah kereta di dua stasiun dalam kondisi jam pulang kerja, maka semua bawaanku cukup merepotkan kami.
Karena kami sudah kelamaan berdiri di kereta, aku dan seorang dari mereka sudah kelelahan. Tapi untunglah, tak lama dua penumpang turun di sebuah stasiun dan menyisakan dua kursi kosong. Aku dan remaja itu langsung mengisi kursi tersebut. Setelahnya, kami saling menatap dan melemparkan senyum senang. Tak berselang lama, kira-kira beberapa menit kemudian, seorang bapak yang tidak terlalu tua (mungkin kisaran usia 50 tahunan) naik kereta. Seketika itu pula remaja di sampingku berdiri dan mempersilahkan sang bapak untuk duduk. “Tidak apa-apa,” kata sang bapak padanya. Namun, ia dengan senang hati memberikan kursinya.
Usai tiba di Stasiun Tanah Abang dan berpindah kereta, jumlah penumpang semakin meningkat, kami berdesak-desakan di dalam kereta. Jangan ditanya gimana rasanya. Semua yang sudah pernah menggunakan kereta di jam pulang kerja pasti mengetahui rasanya. Aku sendiri merasakan sesak napas dalam perjalanan ke beberapa stasiun. Hanya saja, aku masih mampu bertahan dan segera meneguk air mineral yang kubawa. Namun, seorang perempuan di dalam kereta hampir pingsan. Aku dan seorang remaja dalam rombongan kami berdiri di sampingnya. Langsung saja kami meminta seorang yang duduk untuk mengalah. Lagi-lagi remaja itu berinisiatif memberikan minyak angin aromaterapi yang ia bawa. Dalam keadaan masih lemah, perempuan itu dengan senang hati menerimanya.
Kalau boleh jujur, aku tidak akan mau mengulang hal ini untuk kedua kalinya. Bawaan yang banyak dan kesesakan di kereta membuatku kelelahan. Namun, aku juga senang memilih mengikuti saran mereka. Kenapa? Karena aku belajar dari seorang di antara mereka tentang sikap remaja terhadap orang-orang di sekitarnya.
Mungkin banyak yang bilang remaja sekarang itu cuek, tidak punya tata karma dan empati. Tapi, kejadian di kereta berbicara berbeda. Aku rasa semua itu kembali kepada didikan mereka di dalam keluarganya masing-masing, dan bisa jadi pula lingkungan mereka tumbuh memberikan pengaruh tersendiri. Maklumlah, aku dan anak-anak itu datang dari daerah.
Angela Junuarti, Kontributor, Aktivis CU Keling Kumang, OMK Keuskupan Sanggau, Kalimantan Barat