HIDUPKATOLIK.COM – Sebagai Vikaris Episkopal, ia memperhatikan kehidupan umat di Keuskupan Agung Tiranë-Durrës, Albania. Perjuangannya berbuah penahanan oleh pemerintahan komunis.
KALA ditunjuk sebagai Kepala Paroki St. Maria Tak Bernoda Vlora, Albania Selatan, tahun 1937, (sekarang paroki ini sudah berubah status menjadi Administrasi Apostolik Meridiana), Pastor Julio Bonati menangkap sebuah pengalaman mengharukan. Sepotong roti yang sudah kotor diperebutkan oleh empat orang anak.
Peristiwa itu sontak menggerakkan hati Pastor Julio memperhatikan pendidikan anak-anak dalam reksa pastoral di parokinya. Ia tak ingin, anak Paroki Vlora menjadi bengis, hanya karena urusan perut. Maka, ia membuka kembali sekolah yang sempat ditutup oleh Enver Hoxha (pemimpin Albania). Dari sekolah itu, ia membangkitkan mimpi anak-anak di pesisir Laut Mediterania itu.
Berkat pastoral pendidikan ini, Pastor Julio berhasil memutuskan mata rantai kekerasan di Vlora. Di sekolah ini, setiap anak diperlakukan dengan kasih. Lagi, kehidupan beriman mereka berkembang dalam kasih yang semakin mendalam.
Hanya saja, takdirnya berkehendak lain, Pastor Julio meregang nyawa dengan tragis. Ia ditahan di penjara. Akibat dicekoki berbagai obat penenang, saraf-sarafnya terganggun, hingga menjadi gila. Pastor Julio dan para imam lain dituduh sebagai mata-mata Vatikan.
Cobaan Berat
Julio kecil tak pernah berkeinginan menjadi imam. Ia lebih tertarik menjadi pengusaha, meneruskan bisnis sang ayah, Aleksandёr Bonati. Sang ayah adalah imigran Italia, yang telah menjadi warga negara Albania. Di negara yang berada di Semenanjung Balkan ini, Aleksandёr menjelma menjadi seorang pengusaha sukses. Julio selalu dimanja sang ayah.
Sebuah pengalaman membuat Julio berubah pikiran. Kelahiran Shkoder, 24 Mei 1874 ini mengalami pendarahan yang hampir merenggut nyawanya, Saat berumur 10 tahun, ia terjatuh dari lantai dua rumahnya. Ia pun mengalami kelumpuhan total akibat peristiwa itu.
Aleksandёr menjadi sangat sedih. Berbagai cara telah ditempuhnya untuk kesembuhan sang buah hati, tetapi hasilnya sia-sia. Dalam masa sulit itu, Roza Malgushit, sang ibu, bertemu seorang imam Serikat Yesus (SJ) berkebangsaan Italia, Pastor Alberto, SJ yang baru singgah di Vlora. Misionaris ini lalu memberinya buku doa Novena Tiga Salam Maria. Tak menunggu, Roza mulai mendaraskan doa itu selama sebulan penuh. Mukzijat terjadi, Julio menjadi sembuh.
Sejak peristiwa itu, Aleksandёr dan Roza memutuskan untuk memasukan Julio ke Sekolah milik SJ di Shkoder. Kemudian tahun 1891, Julio memulai masa Novisiat Jesuit di Portoré di Istria- sekarang Kraljevica di Kroasia.
Di seminari, Julio dikenal sebagai seorang yang sangat rendah hati. Ia memiliki perhatian khusus kepada orang-orang miskin. Kadang-kadang, ia terlibat dalam gerakan-gerakan karitas di Istria. Kadang juga, ia juga keluar dari asrama, hanya untuk memberi makan kepada orang-orang miskin dengan uang dari keluarganya.
Itulah salah satu alasan Pastor Antonio, SJ, rektornya, dengan mudah memberinya rekomendasi untuk ditahbiskan imam di Portoroz dan Gorizia. Usai ditahbiskan ia mendapat penugasan di bidang pendidikan. Sambil bekerja di sekolah, Pastor Julio juga bekerja di paroki. Ia pernah menjadi guru di Como, Soresina, Milan, Shkoder, dan terakhir Istanbul.
Di tempat tugasnya di Istanbul, Pastor Julio mengalami krisis panggilan yang besar. Ia kembali teringat akan pengalamannya ingin melayani masyarakat kecil yang sangat membutuhkan kehadiran pelayan pastoral. Rahmat Tuhan bekerja, ia tidak melepaskan imamatnya. Sebaliknya, ia berinkardinasi sebagai imam diosesan Keuskupan Agung Tiranë-Durrës, Albania pada 14 Agustus 1912. Tugas perdananya adalah menjadi Vikariat Kerasulan (delegatus) untuk umat Katolik Latin di Istanbul.
Selama enam belas tahun di Istanbul, ia selalu terlibat dalam ragam gerakan kemerdekaan Albania. Gerakan kemerdekaan ini menjadi nyata ketika pindah ke Keuskupan Agung Tiranë-Durrës dan menjadi Kepala Paroki Vlora. Di tempat terakhirnya ini, ia dikenal sebagai imam yang memiliki perhatian kepada umat kecil dan sederhana, khususnya anak-anak yang tidak mendapatkan akses di bidang pendidikan.
Selamatkan Jiwa
Setelah Perang Dunia II (1939-1945), Albania dicaplok Italia (1939-1942) dan kemudian Jerman (1943-1944). Setelah perang berakhir, Enver Hoxha mengatur perlindungan integritas wilayah Albania tapi dengan mengorbankan rakyat. Hoxha mengubah bentuk negara republik menjadi komunis. Di kemudian hari bentuk ini berubah lagi menjadi Republik Rakyat Sosialis Albania tahun 1976-1991. Republik ini menganut paham hoxaisme dan komunisme.
Hoxha menolak praktik keagamaan. Setiap imam ditangkap dan dipenjarakan. Pembersihan besar-besaran terhadap para pelayan pastoral terjadi. Komunisme menghasilkan otoritarianisme dan industrialisasi yang begitu cepat. Rakyat Albania hidup dalam lingkaran setan hoxhaisme. Garda revolusi dari masyarakat akar rumput terus digeliatkan tetapi selalu berakhir dengan kematian. Hoxha menjadi lapar kekuasaan di Albania.
Pastor Julio di masa itu memilik satu tekad, harus menyelamatkan semua jiwa yang terbuang. Bila Hoxha tidak memandang martabat manusia sebagai suatu yang luhur, Pastor Julio ingin meluhurkan martabat manusia. Hoxha takut kehilangan kekuasaan akibat Gereja Katolik.
Di tengah situasi ini, Pastor Julio mendirikan perkumpulan orang-orang yang peduli kepada kehidupan anak. Saat itu, gerakan ini berhasil menyelamatkan banyak anak yang siap dideportasi, atau hendak dibunuh. Mereka mencari dan menemukan anak-anak yang terpisah dari orang tua mereka. Gerakan ini berkembang menjadi sebuah gerakan universal, tidak saja di Vlora tetapi hampir seantero Albania. Bahkan beberapa Gereja Katolik Partikularis – Gereja yang otonom (sui iuris) seperti Gereja Bizantium Albania juga mengikuti gerakan ini.
Mendengar karya Pastor Julio yang mengagumkan ini, Uskup Agung Durrës, Mgr. Nikollë Vinçenc Prennushi, OFM mengangkatnya sebagai Vikaris Episkopal. Tugas Pastor Julio adalah memfokuskan pastoralnya untuk secara khusus menangani persoalan kemanusiaan. Tugas ini membawanya bertemu Paus Pius XII tahun 1844 di Vatikan. Paus meminta analisa holistik soal situasi komunis di Albania. Tugas itu dilaksanakan dalam semangat salus animarum supreme lex, ‘keselamatan jiwa adalah hukum tertinggi’.
Sayang sekali, ketika kembali ke Albania, ia ditangkap oleh pasukan pemerintah pada 25 Maret 1948. Selain dituduh sebagai “mata-mata” Vatikan, ia juga dianggap menolak gagasan menciptakan Gereja nasional di bawah pemerintahan Hoxha. Ia dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara pada 31 Oktober 1947, sedangkan Mgr. Prennushi divonis 20 tahun tahanan.
Selama melakoni jalan salibnya di penjara, Pastor Julio tak absen mendoakan anak-anak miskin dan umat Katolik. Ia disiksa dengan ragam penyiksaan. Ia juga dipaksa mengkonsumsi berbagai jenis obat bila dirinya sakit. Akibatnya, ia tertekan secara psikis dan mengalami tekanan mental yang kuat. Ia sempat dirawat di Rumah Sakit Jiwa Durres, karena sarafnya benar-benar tak berfungsi. Penderitaan ini berakhir dengan kematiannya pada 5 November 1951. Ia dikuburkan satu liang bersama kedua orang tuanya.
Profesor Arshi Pipa yang juga ikut dipenjara bersama Mgr. Prennushi dan Pastor Julio bersaksi, Suatu ketika, seorang penjaga hendak memberikan obat penenang kepada Pastor Julio. Melihat itu, Mgr. Prennushi cepat-cepat menghampiri penjaga itu dan memberikan sebatang rokok kepadanya, dan akhirnya Pastor Julio tidak mengonsumsi obat itu. Dalam situasi saraf terganggu, Pastor Julio tak melupakan Tuhan.
Pastor Julio dibeatifikasi bersama 38 martir Albania tanggal 5 November 2016 di Alun-alun Katedral Shën Shtjefnit, Shkodër, Albania. Misa beatifikasnya dipimpin langsung oleh Prefek Komisi Penggelaran Kudus Vatikan, Kardinal Angelo Amato, SDB. Pestanya dirayakan setiap 24 Januari.
Yustinus H. Wuarmanuk