HIDUPKATOLIK.COM— Berita duka datang dari Kongregasi para Misionaris Keluarga Kudus (MSF) Propinsi Kalimantan. Pada Senin, 18 Januari 2021 Pkl. 17.45 WITA, Pastor Hardianus Usat, MSF meninggal dunia di RS Suaka Insan Banjarmasin. Provinsial MSF, P. Agustinus Doni Tupen, MSF mengumumkan berita duka ini melalui group WA.
Tentu saja berita duka ini cukup mengejutkan. Khususnya saya secara pribadi. Pada Minggu 17 Januari 2021, Pastor Usat, begitu ia disapa baru saja keluar dari Rumah Sakit. Pihak RS menyatakan beliau sudah sehat dan boleh pulang.
Sejak ia menjalani masa perawatan di RS (8/1), setiap hari saya berkomunikasi dengannya untuk memberi dukungan dan semangat. Kadang kami bersenda gurau tetapi tetap saling mengingatkan. Hingga kemarin (17/1) sore, beliau mengabarkan bahwa suda sehat. Dan seperti biasa, sebagai teman setahbisan, saya mengingatkan untuk menjaga kesehatan.
Pagi ini (18/1), saya mengirim pesan lewat WA, “Apa kabar hari ini bro?” Tak ada jawaban! Saya berpikir, dia masih sibuk. Biarkan saja. Yang jelas dia sudah sembuh dan kembali ke Propinsialat.
Siang hari, tiba-tiba saya baca di group WA. Pastor Usat sakit dan sedang dalam perawatan intensif. Bingung bercampur gelisah. Saya melihat kembali status tadi pagi yang saya kirim, ternyata belum dibaca. Beliau tidak bisa dihubungi. Saya mencari tahu informasi melalui beberapa konfrater di Banjarbaru. Kami pasrah dalam doa.
Sore hari, beliau dipanggil Tuhan. Ia berangkat ke rumah Bapa sebagai seorang imam MSF. Sebagai manusia, tentu ia punya kekurangan dan kelemahan. Namun ia membuktikan kesetiaan pada imamat. Ia telah menggenggam kesetiaan imamat hingga akhir hayat.
Anak Tentara
Perjalanan hidup Pastor Hardianus Usat, MSF bagaikan sebuah mozaik yang tersusun oleh beragam warna; cerah dan kelam. Pahit getirnya kehidupan telah membentuk dirinya menjadi seorang yang tegar dan siap menghadapi tantangan.
Meski tak pernah terbersit keinginan untuk menjadi seorang imam sejak kecil, pada akhirnya Allah memanggilnya menjadi seorang imam.
“Berawal dari sebuah ‘kebetulan’, tumbuhlah benih panggilan. Waktu itu, saya sedang menganggur karena mengundurkan diri dari perusahan. Saya bekerja sebagai seorang mekanik alat berat. Sambil mencari pekerjaan baru yang lebih menjanjikan, seorang teman justru datang menawarkan ‘pekerjaan baru’. ‘Kenapa tidak jadi Pastor saja?” pertanyaan yang awalnya membuat saya geli ini ternyata tinggal membekas di dalam hatiku dan terus terngiang di telingaku. Karena merasa terusik, akhirnya saya mencoba untuk menjawab tantangan (panggilan) ini.” Begitulah awal panggilannya yang ia kisahkan beberapa hari sebelum tahbisan imamat.
Pastor Hardianus Usat lahir di Long Pujungan-Kaltim, 5 Agustus 1974 sebagai bungsu dari empat bersaudara pasangan Bapak Petrus Beeng Awang (alm) dan Ibu Theresia Rena (alm). Masa kecil hingga dewasa dihabiskan di Pelaihari-Kalimantan Selatan, mengikuti sang ayah yang adalah seorang militer (TNI AD).
Dari sang ayah, ia belajar tentang kedisiplinan dan kemandirian hidup. Ketaatan sang ayah sebagai Prajurit Katolik menumbuhkembangkan dalam dirinya nilai kejujuran, kebenaran dan belas kasih dalam dirinya. Ia bertumbuh menjadi seorang yang tegas pada prinsip kebenaran dan keadilan. Kadang emosi dan kata-katanya begitu meledak-ledak ketika harus menyuarakan sesuatu.
Suka duka perjalanan hidup telah membentuk dirinya. Ia bertumbuh sebagai seorang anak tantara pada umumnya. Sang ayah harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Seluruh keluarga ikut ke mana saja sang ayah pindah. Hingga suatu saat ia berkata, “meungkin itu juga, ia tidak begitu dekat dengan kegiatan gereja.
Rencana Tuhan sungguh misteri. Panggilan pada awalnya adalah sebuah tantangan. Ia pemberani. Segera ia mencari informasi untuk menjadi seorang calon imam.
Pada tahun 1999-2000, ia memasuki Postulat Seminari Johaninum Banjarbaru. Setahun kemudian, 2000-2001, ia memasuki masa Novisiat MSF di Salatiga-Jawa Tengah. Tahun 2001-2010, menjalani Studi Filsafat dan Teologi di Fakultas Teologi Wedabhakti Yogyakarta. Sempat menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Paroki St. Paulus Buntok dan Asrama Mahasiswa STIPAS Palangka Raya.
Pada 19 September 2010, bersama tiga rekannya (P. Yoseph Pati Mudaj, MSF, P. Gabriel Ama Maing, MSF dan P. Erdivide Naha Duhar, MSF), ia menerima tahbisan imam dari tangan Mgr. Leopoldo Girelli dan Mgr. Fl. Sului, MSF di Paroki Sangata, Keuskupan Agung Samarinda.
Moto tahbisan yang ia pilih adalah “Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan ini kepadaku” (1 Tim 1:12). Tidak mudah perjuangan menjadi seorang imam. Namun ia yakin, kasih karunia Allah telah menguatkan dia.
Selamat jalan teman, sahabat dan konfrater. Engkau telah menggenggam kesetiaan hingga akhir hidup. Doakan kami.
RP. Yoseph Pati Mudaj, MSF