HIDUPKATOLIK.COM – HUJAN mengguyur lebat, membasahi tanah Ampah, Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Di depan Gereja St. Petrus dan Paulus, Ampah, Keuskupan Palangka Raya, beberapa pastor bersiap merayakan Ekaristi. Mereka berasal dari Misionaris Keluarga Kudus (Congregatio Missionariorum a Sacra Familia/ MSF).
Meski di tengah hujan, suasana Ekaristi pada Minggu, 1/3/2020 lalu, berjalan hikmat. Enam imam berpakaian liturgi Ungu didampingi para petugas liturgi melangkah maju dengan gagah ke depan altar. Bertepatan dengan Minggu Prapaskah I, diadakah pula Misa pelantikan dan serah terima jabatan Pastor Paroki Ampah dari Pastor Krispinus Andi Hasti, MSF kepada Pastor Paulus Emanuel Fay, MSF.
Di tempat dan keuskupan yang berbeda, diadakan pisah sambut di Paroki Keluarga Suci Tering, antara Pastor Hadrianus Usat, MSF sebagai kepala paroki yang lama kepada Pastor Daniel Rusen, MSF sebagai Kepala Paroki Tering yang baru. Pastor Usat ditugaskan sebagai Kepala Paroki St. Mikael Tamiang, Keuskupan Palangka Raya.
Perayaan Ekaristi di Tering dipimpin oleh Pastor Kasmir Agung, MSF mewakili Uskup Agung Samarinda, Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF yang tidak bisa hadir dan disaksikan oleh Pastor Petrus Prilion, Asisten III Dewan Provinsi MSF Kalimantan.
Baru setahun menjadi Pastor Paroki Tamiang, Pastor Usat dikabarkan tutup usia pada Senin, 18/1/2021. Kematian Pastor gondrong ini meninggalkan luka yang mendalam bagi MSF Provinsi Kalimantan. Sepekan lalu, seorang anggota mereka baru saja tutup usia yaitu “Bapak Orang Muda”, Pastor Fabianus Teddy Aer, MSF pada Kamis, 7/1/2021.
Pastor Usat adalah putra Kota Pelaihari, Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Ia adalah alumnus Politeknik Negeri Banjarmasin dan lulus tahun 1996. Selain sebagai Kepala Paroki Ampah, ia pernah menjabat sebagai Pastor Paroki Kristus Raja Barong, Tongkok, Keuskupan Agung Samarinda.
Pastor Usat ditahbiskan Imam pada 19 September 2010 bersama tiga rekannya Pastor Yoseph Dati Muda, MSF; Pastor Erdivide Naha Duhar, MSF; dan Pastor Gabriel Ama Maing, MSF.
Pada 19 September 2020 lalu, dalam refleksi 10 tahun imamatnya, Pastor Usat menyebutkan, menjadi imam itu bukan untuk keluarga tetapi imam adalah milik Gereja universal. Sebagai seorang “alter Christus”, seorang imam tidak bisa memilih tempat pelayanan yang ia sukai, meskipun dalam hati demikian. Ada semangat ketaatan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. “Seperti Kristus, tidak memilih turun dari salib tetapi menjadi korban bagi umat beriman,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, “Jika suda aman di suatu tempat, rasanya ingin terus di situ. Tetapi tidak demikian. Seorang imam dipanggil untuk selalu setiap dan siap diutus ke mana saja sesuai kehendak Tuhan dan kebutuhan umat,” tulisnya kepada HIDUP dalam pesan singkat, September 2019 lalu.
Ia menambahkan, ada banyak hal yang ‘tidak enak’ dalam standar manusia ketika memandang figur seorang imam. Tetapi bagi para pastor, menjadi pelayan Tuhan selalu ‘menggembirakan. Ketika ditanya apa yang paling menggembirakan selama menjadi seorang imam, Pastor Usat menyebutkan hal yang paling mengenakkan adalah ketika berhasil menghilangkan kesepian dan kebosanan dalam hidup.
“Saya merasa bersukacita bila berhasil melewati rasa kesepian yang kadang membuat panggilan terasa hambar. Ketika lepas dari kesepian dan kebosanan itu, rasanya sedang berada di Gunung Tabor,” ungkapnya.
Di akhir wawancara dengan HIDUP, Pastor Usat menyebutkan dirinya bangga karena selama 10 tahun menjadi imam dengan ragam tantangan, ia bisa merawat kesepian dan kebosanan dengan baik.
“Saya tidak punya metode yang handal dalam merawat kesepian. Saya hanya yakin, jika kesepian itu datang buatlah itu lebih berarti. Kita bisa melengkapi kesepian dengan doa. Di situ, ada Tuhan, sahabat terbaik kita,” demikian Pastor Usat.
Selamat jalan Pastor Usat, selamat menikmati sukacita surgawi. Engkau tidak kesepian lagi di dunia. Sampaikan salam dari umat untuk sang pendiri MSF, Pastor Jean Baptiste Berthier dan kepada Kristus yang empunya kehidupan.
Yusti H. Wuarmanuk