web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

BAGAIMANA MENJADI PEMIMPIN KREDIBEL YANG DIDUKUNG KONSTITUENNYA?

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – SEPULUH tower berwarna-warni menjulang tinggi di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Pertengahan tahun 2018, pada tower ini berseliweran ribuan atlet terbaik dari berbagai negara Asia. Inilah apartemen tempat tinggal para atlet yang bertanding di arena Asian Games 2018. Publik kemudian mengenal tower ini bernama Wisma Atlet.

Kemudian pandemi menerjang. Semua negara di planet ini kalang-kabut menghadapi serbuan virus mematikan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Wisma Atlet yang awal mula diperuntukan untuk menginap atlet alhasil diubah menjadi tempat rawat para pasien penyandang Covid-19. Mengubah peruntukan dan mengelolanya tidak terlampau sulit. Menjadi penuh tantangan apabila perubahan peruntukan ini berbeda drastis dan belum ada pembanding untuk dijadikan pembelajaran. Itu yang dialami Letkol Laut drg. Muhammad Arifin ketika didaulat menjadi komandan lapangan “rumah sakit” Wisma Atlet.

“Pertama kali menangani pasien terpapar Covid-19 saya bahkan memakai pakaian anti radiasi nuklir karena belum tahu seperti apa virusnya itu,” kata Letkol Arifin menjelaskan tentang masih asingnya virus ini diketahui dan publik melihatnya seperti kisah horor yang hadir di pintu depan rumah. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan pengetahuan masyarakat tentang Covid-19 semakin memadai, ia mengubah penampilan. Dengan sengaja, ia ”hanya” mengenakan masker N95 rangkap dengan masker medis, pelindung wajah atau kacamata, dan seragam lapangan TNI.  ”Pasien itu biasanya drop begitu tahu dia positif. Kalau saya bertemu mereka yang baru masuk rumah sakit dengan APD lengkap, apa enggak tambah drop dia,” kata Arifin.

Arifin menuturkan, menjadi komandan lapangan menangani pasien covid harus berani berpikir out of the box. Ia kerap jadi psikolog dan terutama motivator bagi para pasien. Untuk internal tim kesehatan, ia lebih dikenal dengan sebutan Komandan Kobra. Menurut dia, kobra merujuk pada gambar ular di lambang kesehatan universal yang berarti pengobatan dan penyembuhan. Harapannya, tim bisa menyembuhkan para pasien yang terkena Covid-19. Sebutan kobra ini juga sebagai simbol untuk memberikan semangat karena kobra adalah ular yang gesit, pandangannya tajam, dan gerakannya cepat. ”Di sini enggak ada yang lambat. Semua harus cepat. Terima pasien, atasi keluhan, semua harus cepat,” katanya. (Kompas, 18 November 2020).

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Sosok Letkol Laut drg. Muhammad Arifin merupakan contoh paripurna dari apa itu yang disebut kredibilitas pemimpin. Kredibilitas berakar dari kata credo yang artinya aku percaya. Alhasil dalam konteks kepemimpinan, kredibilitas  merupakan bentuk kepercayaan dan keyakinan dari konstituennya kepada pemimpin. Sang pemimpin merupakan orang yang dipercaya mampu membawa konstituennya menuju ke arah yang lebih baik. Sang pemimpin dapat membangkitkan keyakinan para konstituen untuk menuntaskan berbagai tantangan yang dihadapi organisasinya. Pertanyaan berikut, bagaimana cara menjadi pemimpin kredibel?

Kredibilitas pemimpin dibangun dari empat pilar, yaitu integritas, kapabilitas, otoritas dan karitas. Pilar pertama, integritas. Basis dari pilar integritas adalah karakter dan perilaku positif. Pemimpin memiliki karakter yang kuat sehingga tidak tergoyahkan menghadapi aneka goncangan yang menyerang moral dan etikanya. Sementara kebiasaan dan perilaku sehari-harinya mempraktikkan pada tindakan-tindakan kebaikan.

Dalam bahasa yang umum integritas adalah  satunya pikiran, perkataan dan perbuatan. Apa yang hari ini dipikirkan dan diucapkan, hari itu juga dilaksanakan dengan konsisten. Ia sosok yang berani memikul tanggung jawab pada pilihannya sebagai pemimpin. Oleh karenanya ia orang yang pegang janji dan tidak manipulatif.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Pilar kedua berjejuluk kapabilitas. Kapabilitas merupakan fungsi dari pengetahuan, ketrampilan dan motivasi. Pengetahuan bermain pada wilayah ide, imajinasi dan konsep. Ketrampilan merupakan wujud dari praktik pengetahuan yang didapat. Sementara motivasi merupakan hasrat, gairah dan minat untuk menuntaskan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Dengan demikian pemimpin disebut kapabel apabila ia menguasai bidang pekerjaannya dan memiliki motivasi untuk menuntaskannya.

Jika integritas fokus pada ranah moral, maka kapabilitas bermain pada wilayah managerial. Pemimpin memiliki kemampuan dalam membuat perencanaan, mengorganisasikan pekerjaan kepada konstituen dan konstituen menjalankan perencanaan tersebut. Tugas pemimpin berikutnya melakukan pengawasan dan mengevaluasi terhadap hasil kerja konstituennya.

Pilar ketiga adalah otoritas. Inilah bentuk dari legitimasi formal dan wewenang jabatan. Dalam organisasi formal, otoritas mutlak diperlukan. Legitimasi formal yang berbentuk surat keputusan menjadikan ia memiliki wewenang untuk menggerakkan konstituen menuju arah (visi) yang ditentukan organisasi. Otoritas sekaligus penanda pemimpin untuk menegakkan disiplin dan peraturan. Sang pemimpin memiliki landasan legal untuk bergerak dan bertindak.

Hanya saja otoritas tetap perlu dukungan integritas sehingga sang pemimpin tetap berada pada koridor kemanusiaan. Bukan otoritas mutlak yang meminggirkan respek dan apresiasi kepada orang lain. Otoritas juga perlu landasan kapabilitas karena semua yang digerakkan pemimpin, pada diri sang pemimpin sendiri memiliki kemampuan untuk menuntaskan pekerjaan. Tentu tetap bekerjasama dengan konstituennya. Alhasil otoritas bukan kekuasaan absolut. Bukan pula milik pribadi dan tidak abadi. Otoritas lahir karena pada diri pemimpin memiliki integritas dan kapabilitas.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Pilar terakhir keempat, karitas. Bahasa lain dari karitas adalah pelayanan. Pakar kepemimpinan, Robert Greenleaf dasawarsa tujuhpuluhan mengeluarkan buku bernas bertajuk “Servant Leadership.” Keseluruhan buku tersebut dapat diringkas dalam empat inti pokok; (a) Pola pikir utama servant-leader bukan  pemimpin (leader first)  tetapi pelayan (servant first). (b) Kebutuhan konstituen menduduki prioritas tertinggi. (c) Keinginan melayani itu lahir dari iman dan pengenalan akan Tuhan. (d) Ada perubahan hati, dari keinginan menjadi “orang besar, terkemuka, berkuasa” menjadi keinginan melayani.

Menjadi menarik jika dibandingkan dengan pilar otoritas. Jika otoritas berkarib dengan frasa legal, kekuasaan, menggerakkan, maka karitas berteman dengan kata panggilan, rendah hati, respek. Pada sisi ini kepemimpinan kemudian menjadi menarik dan tidak pernah lekang diperbincangkan orang. Kepemimpinan bukan rumus matematika. Bukan konsep rigid yang hanya memiliki dua warna, hitam atau putih. Kepemimpinan adalah seni. Seni dalam mengelola manusia dengan segala karakter dan perbedaan. Kepemimpinan adalah pelangi. Multi warna, indah adanya.

Dari tower-tower menjulang tinggi penuh warna dikawasan Kemayoran,  Letkol Laut drg. Muhammad Arifin berjibaku menolong para korban virus korona. Pada sisi lain, Arifin piawai dalam mengelola anggota timnya untuk bergerak cepat dan tangkas seperti kobra. Ya, benar adanya apabila Letkol Laut drg. Muhammad Arifin merupakan contoh paripurna pemimpin kredibel.

A.M. Lilik Agung, Kontributor/Trainer bisnis/Mitra Pengelola GaleriHC, lembaga pengembangan SDM/Beralamat di: lilik@galerihc.com

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles