web page hit counter
Sabtu, 16 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Ternyata, Mengenai Wabah Sering Disoroti dalam Kitab Suci

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – WABAH telah menjadi bagian integral dalam sejarah umat manusia. Mungkin sudah tak terhitung lagi rentetan wabah dalam skala besar maupun kecil yang telah memaksa manusia untuk memutar otak bagaimana harus bertahan hidup. Paling tidak, sebelum wabah COVID-19, dua wabah besar tidak akan mungkin terlupakan dalam sejarah, yaitu wabah Kematian Hitam (Black Death) di abad XIV dan Flu Spanyol (1918-1920) yang membuat ratusan juta jiwa melayang.

Wabah ternyata juga menjadi satu tema penting dalam Alkitab. Kitab Keluaran mencatat serangkaian wabah yang menimpa penduduk Mesir sebelum peristiwa keluaran dan pembebasan bangsa Israel. Di akhir kitab 2 Samuel juga diceritakan wabah yang merenggut nyawa tujuh puluh ribu orang Israel karena kesalahan yang dilakukan Daud (2 Sam.24:1-17//1 Taw.21:1-17). Sebagian besar penulis kitab suci meyakini bahwa wabah muncul bukan tanpa sebab. Dosa dan ketidaktaatan terhadap Allah dan hukum-Nya adalah sumber utama datangnya wabah. Dalam kitab Ulangan dikatakan bahwa jika bangsa Israel tidak mendengar suara TUHAN dan melakukan dengan setia ketetapannya, maka TUHAN akan melekatkan penyakit sampar kepadamu, sampai dihabiskannya engkau dari tanah, ke mana engkau pergi untuk mendudukinya TUHAN akan menghajar engkau dengan batuk kering, demam, demam kepialu, sakit radang, kekeringan, hama dan penyakit gandum; semuanya itu akan memburu engkau sampai engkau binasa (Ul. 28:21-22). Intinya, Alkitab menggambarkan wabah sebagai manifestasi kemarahan Allah dan hukuman atas dosa yang dilakukan manusia.

Baca Juga:  NASI SABDA DAN PETROMAK CUAN

Namun, tersisa pertanyaan yang menggugat: jika wabah adalah hukuman atas dosa, mengapa wabah juga menimpa orang-orang yang baik, murah hati, suka menolong,dan sebagainya. Mengapa TUHAN seolah-olah diam dan tidak memberikan pembebasan ketika orang yang baik harus meregang nyawa karena wabah sementara orang yang jahat justru sedang mencari keuntungan di tengah wabah? Jika wabah berasal dari TUHAN, logisnya, Ia mampu menghentikannya. Namun, mengapa itu terkadang tidak terjadi? Kalaupun berhenti, itu setelah memakan banyak korban.

Di hadapan wabah, TUHAN yang dipercayai sebagai Yang-Mahakuasa seolah-olah kehilangan ke-mahakuasaan-Nya. Karena wabah, muncul godaan dalam diri orang untuk mencobai TUHAN seperti yang dilakukan bangsa Israel di Masa dan Meriba dengan bertanya, “Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?” (Kel.17:7). Singkatnya, wabah dapat menggerus iman kepercayaan orang akan kemahakuasaan Allah. Sekalipun demikian, kita tetap percaya bahwa TUHAN tetaplah Allah yang mahabaik dan mahatahu. Ia akan tetap selalu mencintai, mendampingi dan menyembuhkan umat-Nya dengan cara-Nya (yang terkadang tidak ditebak dan dimengerti).

Baca Juga:  IFTK Ledalero, Komisi JPIC SVD, dan Mitra Menggalang Bantuan Kemanusiaan untuk Korban Terdampak Erupsi Lewotobi

Terlepas dari keterlibatan Allah, bisa jadi wabah adalah reaksi natural atas kesalahan manusia secara kolektif, bukan pribadi. Maksudnya begini. Wabah muncul karena manusia telah merusak tatanan dan keharmonisan alam yang telah diatur oleh Allah. Sebut saja, pengrusakan hutan demi meraup uang dan polusi yang mengotori semua elemen alam. Ini jelas sekali telah membuat alam tidak seimbang. Ketidakseimbangan alam ini membuat tubuh manusia juga tidak seimbang. Imun melemah sehingga rentan terhadap wabah.

Kiranya, alam memiliki caranya sendiri untuk meredam wabah. Sayangnya, ketika nafsu, keserakahan dan kesombongan manusia telah merusak alam, wabah menjadi tak terbendung. Entah orang baik dan orang jahat, semua terlibat dalam dosa kolektif terhadap keharmonisan alam yang sudah digariskan Allah. Wabah adalah isyarat alamiah bahwa manusia telah mengingkari jati dirinya sebagai imago Dei (gambar Allah), yang bertugas pertama-tama untuk menjaga keharmonisan alam dan bukan merusaknya.

Baca Juga:  Paus Fransiskus: Berada “Berhadapan”, tapi “Terhubung” Satu Sama Lain

Pada akhirnya, wabah menyadarkan bahwa manusia adalah ciptaan yang rapuh dan tidak mungkin bisa bertahan jika ciptaan lainnya hancur.

Romo Albertus Purnomo, OFM, Penulis dan Pengajar Kitab Suci, alumnus Pontificium Institutum Biblicum, Roma

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles