HIDUPKATOLIK.COM – “MENGAPA alamat situs di intenet selalu diawali dengan www.?“ Pertanyaan itu saya lontarkan dalam sebuah diskusi di Keuskupan Bogor, beberapa bulan sebelum virus korona melanda bumi pertiwi. Sambil bergurau saya katakan, “Jangan mentang-mentang kita orang Indonesia, maka menganggap ‘www’ artinya ‘wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh’.”
Di setiap alamat situs internet selalu diawali dengan “world wide web” alias dunia yang berada dalam sebuah jaringan, artinya seluruh dunia sekarang dapat terhubung dalam sebuah jaringan. Diskusi di atas khusus membahas tentang penggunaan gawai, yang pada saat itu masih dilarang di seminari di Keuskupan Bogor.
Para romo menjelaskan alasan di balik pelarangan penggunaan gawai di seminari, yang tentu saja tidak asing buat kami-kami yang berkarya di bidang pendidikan: banyaknya konten negatif yang ada di internet; munculnya kecanduan akan penggunaan internet dari para seminaris; dan karena kecanduan para seminaris menjadi tidak fokus dalam menjalani pendidikannya. Pendapat yang sama sering saya dengar dari para pendidik Katolik, bahkan sering menjadi bahan perdebatan kami di dalam grup Whatsapp dari para tokoh pendidikan Katolik. Saya akan menegaskan, bahwa dari sebuah sudut pandang, pendapat tersebut tidak salah dan memiliki bukti yang sangat kuat, bahwa kekhawatiran tersebut benar-benar terjadi.
Dari sudut pandang yang berbeda, dalam Injil Markus 16:15 Yesus bersabda: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” Apakah dunia yang Yesus maksud, tidak termasuk dunia dalam jaringan atau dunia maya atau “www”? Dalam diskusi saya sampaikan, jika memang di “www” banyak konten negatif mengapa para romo dan seminaris tidak mengisinya dengan konten-konten positif, untuk mengimbangi yang negatif. Saya sangat yakin, bahwa internet adalah media yang dapat digunakan secara efektif dan efisien dalam mewartakan Injil.
Menjadi Pencipta
Forum Ekonomi Dunia pada tahun 2018 dalam kajian resminya yang berjudul “Laporan Pekerjaan Masa Depan” memprediksi, bahwa 65% dari peserta didik yang saat ini duduk di bangku SD, akan bekeja pada bidang yang hari ini belum tercipta. Artinya, generasi penerus harus disiapkan menjadi pencipta kerja dan bukan lagi sebagai pencari kerja. Walau terkesan target yang sulit dicapai, tetapi bila merujuk pada Kejadian 1:26-27 di mana tertulis bahwa manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, setiap manusia memiliki kemampuan untuk mencipta. Hal ini pun diteguhkan lagi dalam Injil Matius 13:3-23, Markus 4:1-20, dan Lukas 8:4-15 tentang perumpamaan penabur, di mana benih yang jatuh ditanah subur akan menghasilkan tiga puluh kali lipat, enam puluh kali lipat, ataupun seratus kali lipat. Inilah menurut saya, menjadi manusia yang seutuhnya berarti mendekatkan diri pada citra dan gambar Allah, yaitu dengan menjadi pencipta.
Pandemi korona yang mengharuskan manusia bekerja, belajar, bahkan beribadah dari rumah, membuat cara pandang terhadap teknologi informasi dan komunikasi berubah drastis. Dulunya, banyak orang mencibir dan bersungut-sungut, saat ada yang membuka gawai di gereja, walau untuk membaca Alkitab maupun teks lagu, sekarang bahkan ke gereja pun harus melalui gawai. Dulunya banyak sekolah Katolik antigadget, sekarang harus menjalankan pembelajaran menggunakan gadget.
Baru beberapa hari yang lalu saya mengadakan rapat online untuk para petinggi yayasan-yayasan pendidikan Katolik, yang tersebar di berbagai daerah di Nusantara, membahas pembentukan konsorsium organisasi penggerak Kemdikbud. Jadi pandangan, bahwa gawai hanya dipakai untuk konsumsi hiburan saja harus berubah, menjadi alat untuk mencipta.
Untuk itu saya mangajak seluruh umat Kristiani, untuk bersama-sama mewartakan Injil kepada segala makhluk, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Bentuk pewartaannya dapat berupa VLOG, BLOG, animasi, aplikasi, film, seni digital, dan media-media yang lain. Semua bentuk pewartaan ini menjadi karya untuk memuliakan Kerajaan Allah.
Indra Charismiadji, Pemerhati dan Praktisi Edukasi 4.0