HIDUPKATOLIK.COM – “ISTRI saya pertama, kamu …!” Kalimat ini terkutip dari Martha Tilaar (83) tentang almarhum suaminya, Henry Alexis Rudolf Tilaar. Dengan tersendat-sendat ia menyampaikan sambutan genap satu tahun meninggalnya Tilaar, Jumat (30/10/2020) di Forest Chapel San Diego Hill, Karawang, Banten. Kalimat selengkapnya, “Istri saya pertama kamu, istri kedua, buku”.
Romo Thomas Aquino Rochadi Widagdo yang memimpin Misa keluarga dan kerabat memperingati satu tahun meninggalnya Tilaar sesuai protokol kesehatan, terhenyak. Menunggu kelanjutannya. Tetapi Martha rupanya belum bisa berbicara panjang. Satu pernyataan pendek lagi. Sambi menunjukkan buku berjudul Bunga Rampai Pendidikan Indonesia yang ditulis para mantan murid Tilaar sebagai tribute to almarhum, Martha melanjutkan, “Dia membiarkan saya melakukan apa yang saya suka dengan kegiatan saya, saya juga membebaskan dia sibuk dengan buku-bukunya.”
Ucapannya seolah-olah nyambung dengan khotbah Romo Rochadi yang membedakan antara ada dan hadir. Tilaar tidak hanya ada, tetapi juga hadir. Hadir itu aktif berbagi. Almarhum berbagi pada sesama dengan ilmu, kecintaan dan komitmen pada pembangunan manusia utamanya lewat pendidikan. Martha spontan teringat ucapan suaminya, “Istri pertama saya kamu, istri kedua buku.”
Sementara tentang istrinya, Tilaar sering menyatakan, sangat mengapresisasi karier yang ditekuni dari nol sampai dikenal sebagai pengusaha industri kosmetika. “Saya jadi turis saja,” katanya. Jalan-jalan terus sementara istri banting tulang? “Bukan. Saya turut istri”. Ketika pernyataan Tilaar disampaikan ke Martha, sehabis Misa Jumat lalu, ia menjawab pendek bernada heran, “Oh, ya?”
Kedua pernyataan itu mengisyaratkan keakraban suami istri Tilaar. Sebagai suami dan bapak, Tilaar sibuk di dunia pendidikan. Martha, sebagai istri dan ibu dengan dunia kosmetika dan memoles wajah. Dua profesi yang sangat berlainan. Yang satu dunia ilmu pengetahuan, satunya lagi dunia usaha. Namun dua dunia yang berlainan itu bertemu dalam hal komitmen, kecintaan dan ketekunan.
Tilaar meraih gelar doktor pendidikan dan menulis puluhan buku dengan ketebalan miminal 300 halaman, paling tebal 12.245 halaman terbit tahun 2012. Martha sukses sebagai pengusaha kosmetika dengan sekaligus memeroleh gelar Doktor Kehormatan bidang Fashion Artistry dari The World University Tucson, Arizona, Amerika Serikat tahun 1984. Gelar Doktor adalah pencapaian tertinggi bidang akademis, Dr HC pengakuan akademis atas suatu keterampilan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Kesuksesan diraih dari jatuh bangun, mesu budi – askese intelektual menurut istilah Sartono Kartodirja, guru besar ilmu sejarah. Tilaar memulainya dari bawah. Berasal dari lingkungan keluarga guru, mengawali karier sebagai guru SD. Martha, dengan gelar sarjana pendidikan IKIP Jakarta (Universitas Negeri Jakarta), setelah lulus dari pendidikan kecantikan dari Academy of Beauty Culture, Bloomington AS, mengawali kesuksesan dari sebuah garasi. Ia membuka salon kecantikan berukuran 6×4 meter di garasi milik ayahnya, Yakob Handana di Jl. Kusuma Atmaja, Jakarta, tahun 1969.
Sejarah perjalanan Tilaar yang lahir di Tondano, 16 Juni 1932 dan Martha Handana lahir di Gombong, 4 September 1937, membenarkan ungkapan, bukan suku dan asal atau profesi yang mempersatukan, tetapi perbedaan-perbedaan. Dan, kalau pernyataan “saya turis”, ditanyakan pada keempat anak mereka (Byrian, Pinkan, Wulan dan Kilala) yang semuanya melanjutkan usaha Martha, tentu akan dijawab, ”betul, 1o0 persen.”
St. Sularto, Kotributor