web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Ketika Anak Selalu Melawan Orangtua

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM-Fransisca Rosa Mira Lentari (Dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta)

SALAM jumpa Bu Franssisca Rosa Mira Lentari. Kami mempunyai masalah dengan anak kami satu-satunya. Ketika saya dan istri memberitahu atau melarang sesuatu kepadanya, dia selalu melawan atau tak mau mendengar. Akibatnya, kami mempunyai kesan, dia tak menghormati, menghargai, dan mendengarkan orangtuanya. Apalagi, dia perempuan, baru berumur sembilan tahun.

Setahu kami, memang anak tunggal selalu nakal dan manja. Tapi kami tak ingin anak kami bermasalah saat dewasa nanti. Kami kadang-kadang menyalahkan lingkungan teman-temannya yang tak baik. Kami membebaskannya bermain, karena kasihan di rumah juga tak ada yang diajak bermain. Bagaimana solusinya Bu? Terima kasih. Tuhan memberkati.

Reynaldo Antonio (Batam, Kepulauan Riau)

Salam sejahtera, Bapak Reynaldo. Dari cerita Bapak, kami menangkap ada tiga hal yang menjadi fokus keluhan Bapak dan Ibu saat ini. Pertama, bapak dan istri khawatir anak tunggal Bapak bakal kesulitan untuk mengikuti nasihat orangtuanya. Kedua, adanya pemahaman tentang anak tunggal yang cenderung menjadi pribadi yang manja dan nakal. Ketiga, adanya kekhawatiran tentang lingkungan sosial yang ditemui anak dalam kesehariannya. Kita akan coba melihatnya satu demi satu.

Pada dasarnya, anak dapat bertumbuh dan berkembang secara baik dengan adanya bimbingan dan pendampingan yang tepat dari lingkungan terdekat. Harapan kita, anak akan mengenali dirinya dan juga siap saat berhadapan dengan lingkungan sekitar. Bimbingan dan pendampingan yang tepat bisa dilakukan dengan cara memahami karakteristik anak sesuai dengan usianya, menerapkan pola komunikasi yang efektif antara orangtua dan anak, serta penerapan pola asuh yang baik demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Seorang tokoh Psikologi Perkembangan bernama Hurlock mengatakan, tugas perkembangan anak usia sembilan tahun adalah, pertama, belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain. Kedua, sebagai makhluk yang sedang tumbuh, mengembangkan sikap yang sehat mengenai diri sendiri. Ketiga, belajar bergaul dengan teman sebaya. Keempat, mulai mengembangkan peran sosial laki-laki atau perempuan. Kelima, mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung. Keenam, mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. Ketujuh, mengembangkan kata batin, moral, dan skala nilai. Kedelapan, mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga. Kesembilan, mencapai kebebasan pribadi.

Dari gambaran tugas perkembangan itu, maka tak heran ketika anak Bapak saat ini membutuhkan teman di lingkungan sosialnya untuk bermain, belajar untuk mengembangkan apa yang dipilih dan disukai. Oleh karena itu rasanya baik jika anak memiliki kenyamanan untuk berkomunikasi dengan orangtua sehingga anak bisa secara bebas mengutarakan keinginannya kepada orangtua, dan orang tua bisa mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan dan keinginan anak. Komunikasi yang baik akan memberikan suasana yang nyaman bagi semua pihak untuk saling mendengarkan.

Komunikasi antara orangtua dan anak bisa dilakukan dengan beberapa cara, yakni pertama, panggillah nama anak Bapak untuk mendapatkan perhatiannya dan usahakan bicara dalam jarak yang dekat, agar volume suara tak terlalu keras dan nyaman untuk didengar. Kedua, ada kontak mata yang setara, artinya orangtua dapat mengusahakan untuk mengatur cara berdiri agar setara atau sejajar dengan tinggi anak, sehingga ada kontak mata yang terjalin antara orangtua dan anak. Ketiga, gunakanlah kata-kata yang positif dan konkret.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Kata yang positif bisa membangun kepercayaan diri anak dan membuat anak merasa nyaman untuk mendengarnya. Contoh kata positif adalah saat memberikan apresiasi kepada anak atas perilaku positif yang sudah dilakukan, sesederhana apapun perilaku itu. Contohnya saat anak berhasil membereskan tempat tidur, katakanlah, “Terima kasih kakak sudah merapikan tempat tidur. Kakak memang bertanggung jawab yah.”

Kata positif atau apresiasi itu akan diingat oleh anak dan akan membuatnya untuk mengulangi lagi karena dia ingin merasakan kenyamanan setelah mendengar kata-kata yang positif. Keempat, usahakan untuk memahami perasaan anak. Saat anak bercerita kepada orangtua mengenai pengalamannya, baik menyenangkan atau tidak. Pengalaman itu membuahkan berbagai emosi atau perasaan pada anak. Pahami emosi atau perasaan itu, baik emosi positif maupun negatif, dan berikan waktu bagi anak untuk mengekspresikan emosi.

Jika anak merasa marah atau sedih maupun kecewa, berikanlah waktu untuk menenangkan diri, dan tetap temani anak. Kelima, bersikaplah tegas.Tegas disini bukan berarti galak. Saat berbicara dengan anak, gunakan bahasa yang positif, jelas, konsisten, dan lakukan dengan percaya diri. Beri tahu kepada anak hal-hal yang harus dilakukan, alasan, dan cara melakukannya. Berikan pilihan sehingga anak memiliki alternatif. Misal, “Kalau kakak sudah selesai belajar dan mengerjakan tugas, kakak boleh menonton televisi atau bermain game.”

Mengenai anak tunggal, sebaiknya label yang sudah pernah ada di pikiran Bapak dan Ibu dihapuskan, karena itu bisa berdampak negatif bagi anak, di mana anak akan mengenal dirinya sebagaimana label yang disematkan kepada dirinya. Dari sebuah penelitian di Jakarta, ditemukan, bahwa tak ada perbedaan dalam hal kemandirian pada anak tunggal dan juga anak yang memiliki saudara kandung. Maka dari itu, setelah membaca penjelasan di bagian sebelumnya, mari terus ciptakan pikiran positif dan ungkapkan hal itu kepada anak, sehingga kata-kata positif itulah yang didengar dan diingat oleh anak, serta perilaku baik itu akan diulang terus.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Anak usia sembilan tahun memang sudah menunjukkan kebutuhannya untuk bersosialisasi dengan teman sebaya yang dapat ditemukan di lingkungan sosialnya. Agar anak dapat bertahan dan tetap berjalan di koridor yang baik, maka sebagai orangtua dapat memberikan bekal bagi anak. Bekal tersebut diperolehnya dari pendampingan dan pola asuh orangtua di rumah. Selain itu, apresiasi yang diungkapkan secara nyata, baik verbal (dengan kata-kata) dan non verbal (dengan pelukan, memberikan hadiah, memasakkan makanan kesukaan sebagai bentuk hadiah atas perilaku baik), akan menguatkan perilaku baik anak.

Penerapan aturan yang tegas dan konsisten dan disampaikan dengan gaya komunikasi yang positif, maka anak akan belajar berbagai hal yang baik dan buruk, serta konsekuensi yang bisa diterimanya. Dengan begitu, anak diharapkan memiliki bekal yang cukup untuk bisa berinteraksi dan beradaptasi secara baik di lingkungan sosialnya. Selamat menjadi orangtua yang terus mau memahami anak dan saling belajar dari anak, serta menjaga pola komunikasi yang menimbulkan kenyamanan bagi semua pihak.

HIDUP edisi 18/2020

Fransisca Rosa Mira Lentari/Dok. Pribadi

Silakan kirim pertanyaan Anda ke[email protected] atau WhatsApp 0813.8757.2077. Kami menjamin kerahasiaan identitas Anda

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles