HIDUPKATOLIK.COM – DALAM kondisi multikrisis yang disebabkan pandemi korona, tidak banyak perusahaan yang mampu mempertahankan kinerja positif. Tidak terjerembab dalam titik kerugian saja sudah bagus. Dari yang tidak banyak itu, salah satunya Mayora. Benar bahwa Mayora bergerak di bidang produk-produk konsumen (makan dan minuman), produk di mana dalam kondisi apapun tetap dikonsumsi masyarakat. Namun tidak semua perusahaan yang bermain pada ranah produk konsumen sehat sejahtera. Tetap saja sebagian besar terperosok dihantam pandemi. Keberhasilan Mayora tak lain karena kepemimpinan yang efektif dan proses manajemen yang efisien.
Seperti banyak diberitakan, pada saat pandemi Mayora melepas kontainer ekspor ke-4.000 dengan nilai mencapai Rp1,07 triliun pada Selasa, 30 Juni 2020. Produk-produk Mayora yang sudah tersebar di sembilan puluh negara tetap hadir memenuhi kebutuhan konsumennya selama pandemi. Kopi cappuccino yang di pasar internasional bermerek Kopiko tetap menjadi nomer satu di dunia untuk jenisnya.
Kepiawaian memimpin perubahan yang maha cepat seperti ditunjukkan oleh jajaran manajemen Mayora menjadi tak terbantahkan bagi organisasi, apapun bentuk organisasi itu. Adalah Profesor Rosabeth Moss Kanter dari Harvard Business School menulis dengan bernas perihal memimpin perubahan dalam buku yang diterbitkan Drucker Foundation. Tulisan tahun 2002 yang justru menunjukkan relevansi tinggi saat pandemi ini. Kata Prof. Kanter, tiga hal yang wajib dikuasai pemimpin perubahan, yaitu: (1) imajinasi berinovasi – konsep, (2) profesionalisme bekerja – kompetensi, (3) keterbukaan berkolaborasi – koneksi. Konsep, kompetensi dan koneksi, tiga hal ini yang dapat dijadikan senjata pamungkas pemimpin menghadapi multi krisis.
Imajinasi berinovasi merupakan sebuah pengembangan konsep-konsep baru, ide-ide, model dan aplikasi teknologi untuk memperkuat organisasi. Kondisi sekarang dengan hantaman pandemi yang tiada tahu kapan berakhir, berinovasi menjadi sebuah keharusan. Pun ketika pandemi hambatan melakukan inovasi justru terpinggirkan. Jajaran puncak organisasi bersatu untuk menemukan hal-hal baru. Kesalahan tindakan akibat proses inovasi seperti sebelum pandemi menjadi momok sehingga proses inovasi menjadi tersendat-sendat, hari ini diberi ruang lebar. Pemimpin juga dapat mengkreasi model bisnis dan sistem dengan cara berbeda.
Salah satu tehnik inovasi adalah adaptasi. Sebelum pandemi adaptasi ini dilakukan dengan sukses oleh jaringan makanan siap saja Mc Donald dan KFC. Satu-satunya didunia hanya ada di Indonesia Mc Donald menjual nasi uduk untuk sarapan atau KFC menjual bubur di pagi hari. Nasi uduk dan bubur ini justru menjadi menu andalan Mc Donald dan KFC. Selama pandemi, merek-merek internasional ikut berkampanye melawan virus, salah satunya dengan menjaga jarak. Tulisan VW berjarak, seperti juga empat lingkaran Audi dan dua lingkaran Master Card.
Terlihat perusahaan-perusahaan yang ligat terhadap multi krisis banting stir berinovasi pada segala aspek. Pada kasus yang terjadi di Mayora, selain mengoptimalkan penggunaan teknologi dan mempercepat digitalisasi dari proses produksi hingga penjualan, pada sisi manusianya dengan cara mengubah pola pikir mereka. Manajemen membangun komitmen kepada seluruh karyawan dengan slogan: Every Employee is a Salesperson. Artinya, karyawan pada tingkat jabatan apapun, pada unit kerja apapun menjadi penjual produk Mayora. Dengan sistem intensif yang menarik sekaligus komitmen agar tidak ada PHK, gaji lancar dan bonus tetap keluar, mereka beramai-ramai memasarkan produk Mayora. Hasilnya, semester pertama ketika pergerakan manusia dibatasi, Mayora tetap bisa bertumbuh satu digit.
Profesionalisme dalam bekerja terhubung dengan kompetensi. Pemimpin menyediakan perkakas dan pelatihan untuk pengembangan kompetensi pribadi anak buahnya maupun kompetensi organisasi. Tujuannya agar karyawan dapat bekerja semakin sempurna dan menghantarkan nilai kepada pelanggan dengan lebih baik.
Kompetensi pada masa pandemi untuk menjawab empat hal; (1) Purpose: mengapa harus melakukan perubahan? (2) Picture: bagaimana nanti bentuk dari perubahan? (3) Plan: bagaimana langkah-langkah menuju ke sana? (4) Part: apa yang dapat anggota tim lakukan untuk membantu bergerak maju? Silahkan, Anda sebagai pemimpin menjawab pertanyaan reflektif ini.
Salah satu kompetensi yang banyak dipercakapkan untuk menjawab era 4.0 adalah kolaborasi. Sebelum pandemi kompetensi kolaborasi ini masih menjadi percakapan untuk dipraktikkan. Pada saat pandemi percakapan itu berakhir untuk kemudian menjadi tindakan. Oleh Prof. Kanter keterbukaan untuk berkolaborasi ini disebut dengan koneksi. Artinya pemimpin membuat koneksi dengan para mitra agar dapat memperluas jangkauan organisasi, meningkatkan penawaran dan memberi energi untuk bertumbuh.
Multikrisis, pengertian dari kolaborasi semakin luas. Tidak saja berkolaborasi dengan mitra kerja, pun dengan pesaingnya. Itulah yang disebut dengan persaingan kolaboratif. Sebelum pandemi, dengan banyaknya maskapai penerbangan terjadi persaingan sengit antar maskapai untuk meraup penumpang sebanyak-banyaknya. Berbagai tawaran diberikan kepada penumpang agar memilih maskapainya. Hari ini bisnis penerbangan terjerembab sangat dalam. Bersaing menjadi tindakan yang tidak bijak. Lebih relevan adalah berkolaborasi. Penumpang terbatas, sementara jumlah pesawat berlebihan. Alhasil calon penumpang yang membeli tiket pada maskapai A bisa terbang ikut maskapai B, agar nilai ekonomis penerbangan itu tercapai. Praktik seperti ini mulai dijalankan.
Konsep berwujud inovasi, kompetensi sebagai praktik profesionalisme bekerja dan koneksi untuk membangun kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan pesaing, merupakan cara cerdas untuk berselancar menghadapi gelombang maha dahsyat pandemi. Anda sebagai pemimpin, layak untuk mempraktikkan tiga hal ini.
A.M. Lilik Agung, Kontributor, Trainer bisnis, Mitra Pengelola Galeri HC, lembaga pengembangan SDM/
li***@ga******.com