HIDUPKATOLIK.com – Why. 1:1-4; 2:1-5a; Mzm. 1:1-2, 3,4, 6; Luk. 18:35-4
SELAMA dua pekan yang menutup Tahun Liturgi, pembacaan dari Kitab Wahyu akan menemani kita sebagai Bacaan Pertama Liturgi Ekaristi Harian. Kitab Wahyu bukanlah satu “horoskop” tentang akhir zaman, melainkan satu “kenabian.” Nubuat yang tertulis di dalamnya jelas dimaksud sebagai undangan untuk pertobatan, untuk tetap berjuang dan
berharap dalam masa yang sulit. Pesan yang disampaikan pada jemaat di Efesus pada
hari ini, mengangkat sekaligus pujian atas kesabaran dan ketekunan jemaat dalam
menghadapi kesulitan dan penderitaan, tetapi juga celaan karena telah meninggalkan “kasih yang semula” (Why. 1:4).
Kasih yang menjadi dingin bukan tempat yang cocok untuk mengembangkan optimisme dan harapan dalam hati. Undangan untuk berbalik kembali pada nyala api kasih dan pelayanan semula itu juga amat relevan bagi kita, khususnya pada masa pandemik yang tidak menentu. Doa dan pengharapan kita semestinya juga harus berkembang seperti iman si buta yang dikisahkan dalam injil. Pada akhir kisahnya, Lukas menegaskan bahwa si buta
yang telah sembuh itu “memuliakan Allah” (Luk.18:43). Mulutnya berubah fungsi: alihalih untuk “meminta-minta” sedekah dari orang lain, ia berterima kasih pada Tuhan atas karunia penglihatan yang diterimanya melalui kata-kata Yesus. Permohonan berubah menjadi pemberian. Bukan hanya matanya yang disembuhkan tetapi juga hatinya. Doa minta-minta dan protes akhirnya menjadi doa puji-pujian.
Romo Vitus Rubianto Solichin, SX, Dosen Kitab Suci STF Driyarkara, Jakarta