HIDUPKATOLIK.COM – TIGA peristiwa nasional bertubi-tubi merepotkan kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya kita belakangan ini. Pertama, keputusan tetap diselenggarakannya Pilkada 2020 serentak tanggal 9 Desember. Kedua, disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja. Ketiga, pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari enam bulan dan belum ada tanda-tanda membaik.
Dalam situasi belum jelasnya kapan dampak virus corona (Covid-19) berakhir berikut berbagai upaya pemerintah mengatasi, penyelenggaraan pilkada menyisakan sejumlah pertanyaan. Ketika aparat kerepotan mengedukasi masyarakat, sebaliknya pilkada berpotensi menggilas protokol kesehatan. Ketika penolakan terus berdatangan bahkan dengan ancaman unjuk rasa 6-8 Oktober, Senin (5/10/2020) UU Cipta Kerja disahkan dalam rapat paripurna DPR, bahkan memberi kesan dikebut. Ketika pandemi masih berlangsung, diikuti resesi ekonomi, mengapa dua peristiwa nasional lainnya tetap jalan terus.
Sebegitu jadi prioritas dua peristiwa nasional itu harus dilakukan tahun ini bersamaan dengan upaya mengatasi pandemi. Pemerintah dan DPR niscaya memiliki pertimbangan sendiri dengan tujuan utama pemulihan kehidupan ekonomi, begitu juga masyarakat terutama kaum pekerja yang terkena dampak langsung UU Cipta Kerja dengan alasan semakin tergerusnya masa depan mereka dan keluarganya.
Penolakan pembahasan sudah disampaikan sejak RUU Cipta Kerja dibahas enam bulan terakhir. Ada beberapa keberatan di antaranya pasal tentang pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu dan pekerja alih daya yang fleksibel yang membuat buruh bisa berstatus kontrak seumur hidup, penghapusan upah minimum sektoral kabupaten/kota diganti tingkat propinsi, dan berkurangnya pesangon bagi pekerja yang di-PHK dari maksimal 32 kali upah menjadi 25 kali upah. Keberatan-keberatan yang umumnya disuarakan buruh dan pekerja itu tidak ditanggapi. Berbeda dengan keberatan dimasukkannya bidang pendidikan tinggi dalam klaster bisnis yang cepat dicopot dari pasal RUU. Sedangkan pasal-pasal yang menyangkut pekerja tetap seperti draf semula.
Mengandaikan masing-masing pihak (pemerintah, DPR, masyarakat) memiliki perhitungan dan alasan sendiri, disampaikan pertanyaan: manakah dari ketiga peristiwa besar itu yang perlu memperoleh prioritas? Ketiganya prioritas, sebab masing-masing ada ranahnya sendiri-sendiri? Pandemi diterima sebagai bagian dari eksistensi kehidupan yang sudah dan terus diperangi? Pemulihan segera kehidupan ekonomi antara lain terdukung UU Cipta Kerja dan sesuai amanat konstitusi pilkada harus dilakukan tahun ini?
Pertanyaan-pertanyaan diajukan dengan sekaligus mengingat tidak bisa ditinggalkan pengembangan berbagai kebijakan untuk perbaikan/pemulihan kehidupan ekonomi (RUU Cipta Kerja) dan politik (Pilkada 2020). Pilkada serentak 2020 harus jalan terus dengan alasan konstitusional. UU Cipta Kerja diperlukan untuk mendongkrak perbaikan perekonomian. Namun, dengan alasan konstitusional menyangkut pilkada dan alasan mendongkrak kehidupan ekonomi pun, belum terjawab pertanyaan: manakah dari ketiga peristiwa itu yang mesti diberi prioritas? Mana yang paling mendesak, yang kurang mendesak dan paling kurang mendesak?
Pertanyaan diajukan tidak dimuati kepentingan politik, diajukan atas dasar prinsip pemerintahan (eksekutif) dengan badan legislatif maupun yudikatifnya adalah menyelenggarakan kebaikan bersama. Pengundangan UU Cipta Kerja mengandung faktor plus minus, pilkada begitu juga, dan kita percaya masing-masing ada pertimbangan sendiri. Ketiganya harus dilakukan bersama dalam tahun ini, artinya sama-sama mendesak. Sebaliknya dalam kondisi saat ini, apakah tidak sebaiknya dilakukan kalkulasi matematis untung ruginya, plus-minusnya dengan sekaligus dampak negatif atau potensial kemungkinan dimanfaatkannya situasi ini bagi mereka yang ingin mengail ikan di air keruh?
Alangkah terpuji, dengan payung demi kebaikan bersama (kepentingan orang banyak), dilakukan skala prioritas atas ketiga peristiwa nasional ini. Yang diperlukan adalah, tekad bersama mengembangkan kehidupan yang solider, terbuka, demokratis, adil, dan beradab dalam semangat sebagai bangsa yang majemuk. Dalam konteks itulah kita sebagai bangsa, diuji dalam tiga peristiwa nasional yang bertubi-tubi saat ini: pandemi Covid-19, Pilkada 2020, UU Cipta Kerja. Tarulahlah, andaikan Pilkada 2020 bisa ditunda dengan Perpu, bukankah demi kepentingan orang banyak dan mencegah keonaran, pengundangan ikut ditunda?
St. Sularto, Kontributor/Wartawan Senior