HIDUPKATOLIK.COM – Minggu Biasa XXVII Yes. 5:1-7; Mzm. 80:9,12,13-14, 15-16, 19-
20; Flp. 4:6-9; Mat. 21:33-43.
EGO, menurut Ryan Holiday dalam Ego is the Enemy, merupakan istilah yang menunjuk
pada kepercayaan diri yang tidak sehat bahwa dirinya lebih hebat, penting, dan superior dari yang lain. Ego ibarat suara yang berbisik dengan halus, sambil berkata, “Engkau lebih baik daripada orang lain, kepentinganmu lebih berarti daripada yang lain, dirimu lebih spesial sehingga engkau layak menerima pengakuan dari orang lain.” Ego membuat orang merasa ditakdirkan untuk sebuah kejayaan dan kesuksesan. Sayangnya, ketidakmampuan
menjinakkan ego justru menuntun orang pada kegagalan. Sebab, ego membuat orang tidak tahu diri. Dan, akhirnya, berimbas pada nirproduktivitas dan keterpurukan. Ego tidak hanya mencengkeram orang modern, tetapi juga orang zaman dahulu. Petikan dari nubuat Yesaya serta perumpamaan Yesus tentang para penggarap kebun anggur menyinggung
bagaimana Ego dapat menjerumuskan umat Allah kepada kehancuran.
Dalam nubuatnya, Yesaya mengungkapkan betapa frustasinya Allah dengan umat Israel, yang diibaratkan-Nya sebagai kebun anggur. Allah telah memilih mereka dari bangsa-bangsa lain. Mereka juga telah dibina, dipupuk, dan dididik secara khusus dengan berbagai cara yang istimewa. Harapan Allah, mereka nantinya menjadi sebuah umat yang dapat
memberi teladan baik bagi bangsa lain. Tetapi apa hasilnya? Mengecewakan. “Aku menanti supaya ia menghasilkan buah anggur yang baik, mengapa yang dihasilkannya hanya buah anggur yang masam?” Umat Israel sepertinya lebih condong untuk mengikuti Egonya dan sibuk dengan kepentingannya sendiri daripada mengikuti arahan dari Allah. Karena itu, Allah ingin merombak dan membangun lagi kebun anggurnya, dengan menghancurkannya
terlebih dahulu. (Nubuat ini terpenuhi dengan kehancuran Yerusalem dan Yehuda pada 586 SM).
Berbeda dengan nubuat Yesaya, perumpamaan Yesus dalam Injil Matius tidak berfokus pada kebun anggur, tetapi pada mentalitas para penggarap kebun anggur. Para penggarap kebun anggur ini adalah mereka yang diberi mandat oleh Allah untuk memimpin dan membimbing umat-Nya. Mereka adalah para raja, imam, dan tua-tua. Sebenarnya,perumpamaan ini merupakan sindiran halus terhadap sikap para pemimpin bangsa Israel dari dulu sampai pada zaman Yesus, yang tidak mau mendengarkan nasihat konstruktif dari Allah melalui utusannya, yaitu para nabi.
Ketika tuan tanah (menunjuk pada Allah sendiri) meminta pertanggungjawaban atas
tugas yang dipercayakan melalui hamba atau utusan-Nya, termasuk anak-Nya sendiri (Yesus), mereka justru memperlakukan-Nya secara tidak manusiawi. Dipukul, dilempari batu, dan dibunuh. Perumpamaan ini secara tidak langsung merupakan kecaman terhadap mentalitas para pemimpin yang hanya memikirkan Egonya (ambisi, kepentingan, dan keserakahan) daripada kehendak dan kepentingan Allah dan umat yang dipercayakan
kepada mereka. Sebagai konsekuensi sikap mereka, Allah akan membinasakan mereka atas ketidakmampuannya untuk bertanggung jawab atas tugasnya.
Tidak hanya di tengah umat Israel dahulu tetapi juga dalam kehidupan menggereja, mentalitas para penggarap kebun anggur itu tampaknya masih tetap menjadi ancaman kronis. Mereka yang diberi mandat untuk mengurus ‘kebun anggur’ Allah (Gereja), baik klerus maupun awam, dari tingkat kepausan sampai tingkat lingkungan, melaksanakan tugasnya di bawah bayang-bayang godaan Ego. Alih-alih setia untuk menjalankan tugas
dan memperjuangkan kehendak dan kepentingan Allah, tidak sedikit di antara mereka yang justru memperbesar Ego. Tidak mau bertanggung jawab ketika diminta hasil dari tugasnya, memaksa diri untuk tampil supaya lebih sering mendapat pengakuan, saling bersaing untuk memperlihatkan diri sebagai yang paling hebat dan berguna, dan mengeruk keuntungan pribadi dari tugas suci yang diembannya.
Jika Ego tidak mampu dijinakkan dalam diri para penggarap ‘kebun anggur’ ini, tanpa menunggu Allah sendiri yang menghukum, Gereja akan lumpuh dan tidak menghasilkan hasil seperti yang diharapkan Allah. Akhirnya, sebuah pertanyaan bagi kita, yang dipercaya sebagai penggarap ‘kebun anggur’, mana yang akan dipilih: Allah atau Ego?
Romo Albertus Purnomo, OFM, Pengajar Kitab Suci STF Driyarkara