HIDUPKATOLIK.COM-TAHBISAN imam menjadi suatu langkah awal bagi seorang yang terpanggil menjadi imam untuk memulai karya pelayanannya. Tahbisan identik dengan kemeriahan dalam keramaian, dimana orang tua para tertahbis, keluarga, para imam, biarawan-biarawati, beserta seluruh umat beriman hadir mendukung perjalanan awal seorang tertahbis.
Akan tetapi, situasi tahbisan yang demikian tidak terjadi tahun ini, mengingat pandemi Covid-19 yang masih merebak di seantero nusantara ini. Tahbisan imam tahun 2020 ini diselenggarakan dalam keadaan terbatas dan sepi sebagai bentuk solidaritas sosial Gereja terhadap dunia. Tahbisan yang diselenggarakan dalam situasi solidaritas ini sangat mengesan dan bermakna.
Hal ini dirasakan Pastor Andreas Buarlele, MSC yang pada tanggal 26 Juli 2020 lalu menerima tahbisan imam. Pastor Andre, sapanya, ditahbiskan oleh Uskup Manado, Mgr. Benedictus Estephanus Rolly Untu, MSC di Kapel Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus Pineleng, Manado bersama dengan kesembilan rekan imam lainnya dari sesama Tarekat MSC (Misionaris Hati Kudus Yesus) dan Diosesan Keuskupan Manado.
Perayaan Tahbisan Imam Pastor Andre ini diselenggarakan tanpa dihadiri orang tua, keluarga, maupun segenap umat beriman. Mereka yang ingin hadir dan mendukung hanya dapat menyaksikan melalui tayangan live streaming.
Pastor kelahiran Tidore, 12 Agustus 1991 ini, memaknai bahwa ditahbiskan dalam keadaan sepi akibat pandemi covid-19 ini, membawa paradigma dan makna yang sebenarnya. Tahbisan imam yang menjadi anugerah dan rahmat terindah sepanjang hidup, bukan karena perayaannya yang meriah, tetapi karena martabat imamat yang diterimanya itu yang telah membuahkan kegembiraan dan sukacita.
“Bagi saya, tahbisan yang saya alami dalam keadaan sepi ini dipersembahkan kepada orang-orang yang sedang menderita dan terkena dampak covid-19. Disinilah kita terhubung melalui doa dan korban Ekaristi yang dipersembahkan seutuhnya pada Tuhan” ungkap pastor yang pernah menjalani masa diakonat di Paroki Santo Yusup Batang, Jawa Tengah, Keuskupan Purwokerto ini.
Pastor alumnus Seminari Menengah Santo Yudas Thadeus Langgur ini akan memulai karya pastoralnya di Paroki Waeapo, Pulau Buru, Keuskupan Amboina. Ia menegaskan bahwa pelayanan perdanananya sebagai imam dalam keadaan sepi adalah pelayanan dengan cara dan sarana yang baru. Pelayanan pastoral dapat dilakukan lewat bentuk daring maupun luring.
Pelayanan melalui daring akan menggunakan sarana komunikasi yang mendukung, agar antara pastor dan umat dapat terhubung, saling memberikan sapaan, mendoakan, serta memberikan semangat. Sedangkan pelayanan luring, seperti pelayanan sakramen dan sakramentali akan tetap dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengikuti protokol kesehatan yang berlaku.
“Di masa-masa seperti ini, saya akan tetap menyapa umat melalui media sosial, karena pelayanan dan perjumpaan langsung dengan umat masih menyesuaikan dengan aturan new normal. Saya berharap agar pelayanan pastoral yang saya lakukan ini dapat membantu mengendalikan pandemi covid-19 dengan baik” imbuh pastor yang hobi makan seafood dan minum jus ini.
Johanes Maximillien Adhi