web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Sedikit Menyimpan, Banyak Melepaskan!

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM— Karena hidup ini adalah sebuah perjalanan maka siapapun yang semakin banyak beban, akan semakin lamban berjalan dan terlambat sampai tujuan. Marie Dressler menulis, “Only a few things are really important.” Sesungguhnya hanya sedikit saja hal-hal yang sangat penting dalam kehidupan ini, namun entah mengapa sebagian besar dari kita terjebak dalam manipulasi keelokan dunia seolah-olah semua penting sehingga kita terobsesi dalam perburuan kesibukan. Charles E. Hummel dalam bukunya “Freedom from Tyranny of the Urgent” menabuh genderang peringatan kepada kita, bagaimana selama ini kita menghabiskan hidup dengan membiarkan hal-hal penting dikesampingkan untuk hal-hal yang urgent.

What Matters Most?

Apa yang paling penting dalam kehidupan ini? Benarkah yang kita pertaruhkan mati-matian dalam hidup ini adalah sesuatu yang sungguh-sungguh penting? Ironisnya, pertanyaan ini sulit kita jawab karena sekarang kita hidup dalam dunia yang gemerlap, yang cahayanya justru membutakan mata hati kita untuk bisa memilah: mana yang penting dan mana yang kurang penting.

Paradoks seperti ini sudah dialami Pemazmur saat ia bersenandung “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” (Mazmur 119:105). Pemazmur sudah mengalami dunia yang gemerlap bercahaya bagi indera, namun ternyata gelap bagi jiwa. Pemazmur mengalami sendiri bagaimana Firman Tuhan bak pelita bagi kakinya agar tidak tersandung dalam perjalanan di dunia ini. Dalam gemerlap yang gelap itu, kita bersama-sama mengalami pendangkalan diskresi dan penumpulan nurani sehingga lebih suka berenang-renang di permukaan.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Depthlessness,” kata Frederic Jameson, salah satu penutur Posmodernisme. Kita hidup dikelilingi oleh ironi dan manipulasi. Kehidupan yang nampaknya nikmat dan menyenangkan ini ternyata menyimpan tragedi, sebuah karnaval kedangkalan, sedangkal (sebagai simbol) layar-layar datar dan tipis dari layar gadget, komputer dan televisi dimana di perangkat inilah sebagian besar waktu, kita habiskan. Jameson menulis bahwa kedangkalan yang kita rayakan ini terjadi karena semua hal dari kehidupan kita jadikan komoditas. Maka value menjadi price! Orang rela menjual martabat untuk mendapatkan “martabak” (simbol: kenikmatan duniawi).

Seorang bijak menuturkan, “Life is short. Focus on what matters and let go of what doesn’t.” Hidup ini singkat! Fokuslah kepada hal-hal yang punya nilai kekekalan, bukan keduniawian. Tuturan ini mengarahkan pengertian kita agar sebaiknya kita lebih banyak membuang daripada menyimpan; lebih banyak melepaskan daripada melekatkan.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Sebab hidup adalah perjalanan dan agar bisa berlayar mengarungi gelombang-gelombang samudera kehidupan dengan lebih ringan, maka muatan-muatan dalam perahu jiwa perlu dilepaskan. Buanglah dendam, kepahitan, kecemasan, prasangka, keserakahan bahkan kesenangan dan ingatan kesuksesan. Minimal dua muatan yang harus Anda lepaskan: hal-hal buruk yang orang lain lakukan bagi Anda, dan hal-hal baik yang Anda pernah lakukan untuk orang lain. Lepaskan dan lupakan! Sebab mereka seperti buah yang jika terlalu lama disimpan dalam lemari pendingin akan membusuk.

Muatan-muatan ini mungkin manis kita ingat, indah kita lihat dan nikmat kita dengar, namun tanpa kita sadari muatan-muatan ini justru membuat perahu kehidupan kita terbeban berat dan lambat bergerak. Seseorang dengan level tinggi di sebuah perusahaan atau jabatan publik, sudah tidak lagi direpotkan dengan menjinjing tas, membawa kunci mobil, gadget, laptop dan sebagainya. Hal-hal kecil ini sudah dibawakan oleh asistennya. Demikian juga dalam kehidupan spiritual, seseorang yang sudah melekatkan diri dengan Tuhan dalam keintiman, tidak lagi direpotkan dengan muatan-muatan yang mencencang hati kita dengan kelekatan duniawi. Mereka ini adalah jiwa-jiwa yang merdeka, yang punya sayap untuk melawan gravitasi keinginan yang rendah.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Ada kisah seorang ibu yang hendak pergi ke pasar dengan membawa daftar belanjaannya. Tapi sayang, daftar belanjaan itu hilang dalam perjalanan. Sedihlah hati si ibu itu. Ia mencarinya kembali di sepanjang jalan yang sudah ia lalui. Akhirnya, di sebuah sudut jalan, Ibu ini menemukan daftar belanjaannya, maka gembiralah hatinya. Lalu, setelah Ibu ini selesai berbelanja, ia segera membuang daftar belanjaannya itu. Secarik kertas itu tak lagi berguna baginya. Sesuatu yang sebelumnya begitu penting, ternyata bukan hal yang penting lagi. Dunia punya expired date untuk apapun juga!

Saat permainan ini sudah usai, kita akan mengenang kembali bahwa ternyata semua yang sudah kita lakukan sepanjang kehidupan kita ini, bisa jadi, bukan hal-hal yang sangat penting di mata Tuhan!

All the art of living
lies in a fine mingling of letting go and holding on
(Havelock Ellis)

Yusuf Marwoto (Kontributor Tangerang)
Broadcaster

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles