HIDUPKATOLIK.com – TAHUN 1566, dua orang imam dominikan diutus ke daerah Maumere. Dua imam itu, Pastor Joao Bautista da Fortalezza ditempatkan di Paga. Sedangkan Pastor Simao da Madre de Deos mulai menjalankan misi di Sikka. Kedua imam ini diutus oleh Pastor Antonio da Cruz kepala misi Katolik dari Larantuka. Saat it, Larantuka adalah pusat misi di Kepulauan Solor. Kedua imam itu diutus untuk membangun stasi atau menyebarkan agama Katolik di pesisir pantai Pulau Flores bagian tengah.
Sayang kedua misionaris itu akhirnya ditawan belanda pada tahun 1613. Ketika itu Belanda menaklukan Portugal dan menduduki Benteng Solor. Pada tahun itu, Panglima Tentara Belnda, Scotter melaporkan bahwa di Misi Kepulauan Solor sudah ada : 2450 keluarga (12.000 jiwa) orang Katolik. Di Maumere dan Sikka sendiri sudah ada 200 keluarga.
Pada tahun 1615 Belanda meninggalkan Benteng Solor. Pada tahun 1617 Pastor Visitator Joao das Chagas dan Pastor Manuel de Sa mengunjungi Sikka. Mereka diterima umat dengan gembira. Ditempat tersebut sudah ada gereja, namun tanpa imam karena ditawan oleh Belanda. Oleh karena itu P.Manuel de Sa menetap sementara di Sikka.
Pastor Visitator Joao das Chagas lalu menuju Paga. Di Paga mereka ditolak,sehingga rombongan melanjutkan perjalanan ke Ende. Setelah melayani umat di Pulau Ende, dalam perjalanan pulang ke Larantuka, Pastor Visitator singgah lagi di Paga. Kali ini mereka diterima dengan baik,sehingga Visitator menempatkan lagi seorang imam di Paga yaitu P.Gaspar da Cruz.
Perlu dicatat pula bahwa sejak tahun 1873 sampai dengan 1899 ada 13 misionaris yang bekerja di Maumere,meninggal dunia.10 diantaranya karena menderita penyakit malaria dan 3 orang karena kecelakaan (jatuh dan tenggelam).Mereka yang meninggal yaitu 8 pastor,3 bruder dan 2 suster.
Sunda Kecil
Pada bulan November 1913 tahta suci Vatikan mengirim dekrit tentang pembentukan Prefektur Apostolik Sunda Kecil. Saat itu diangkat juga sebagai Prefek Apostolik Mgr Petrus Noyen SVD. Namun meski demkian, Pulau Flores dinyatakan diluar wilayah pastoral Perfektur Sunda Kecil. Ketika Mgr Noyen berbicara dengan imam-imam Serikat Yesus, disepakati Pulau Flores masuk dalam penggembalaan Prefektur Apostolik Sunda kecil. Mgr Noyen mengunjungi Flores bulan Maret-Juni 1914. Saat itu, ia memilih Ndona sebagai Pusat Misi Kepulauan Sunda Kecil pada tanggal 29 april 1914.
Kongregasi Penyebaran Iman dalam sebuah dekrit tertanggal 20 Juli 1914, akhirnya menegaskan bahwa Flores masuk dalam Prefektur Apostolik Sunda kecil dibawah Mgr P Noyen SVD. Ini berarti para imam Yesuit yang berkarya di Flores juga akan diganti dengan imam-imam SVD. Sementara para Suster Belas Kasih diganti oleh Suster SSpS.
Namun, karena pecah perang dunia I maka para imam/ bruder SVD yang sudah disiapkan untuk Flores tidak bisa datang. Karena alasan ini, Mgr Noyen meminta kesediaan imam dan bruder Yesuit serta Suster-Suster Belas Kasih untuk tetap berkarya di Flores, sampai imam dan bruder SVD bisa datang ke Flores . Para imam dan bruder Yesuit serta para Suster Belas Kasih mulai meninggalkan Flores pada 1917.
Tanggal 25 April 1933 Paus Pius XI mengangkat Mgr H Leven,SVD mengganti Mgr Verstraelen,SVD dan ditabhis di Uden-Belanda pada 12 November 1933. Tahun 1950, Mgr Leven,SVD mengusulkan agar Flores dibagi menjadi tiga vikariat dan ia sendiri meminta untuk dibebastugaskan dari Vikariat Apostolik karena kondisi kesehatan menurun.
Tahun 1951 Roma membentuk 3 Vikariat di Flores yaitu :
Vikariat Apostolik Ruteng : dengan Vikaris Apostolik Mgr. Van Bekkum, SVD
Vikariat Apostolik Ende : dengan Vikaris Apostolik Mgr. A. Thijssen, SVD
Vikariat Apostolik Larantuka : dengan Vikaris Apostolik Mgr. G. Manek, SVD
Wilayah Maumere dengan demikian masuk dalam wilayah penggembalaan Vikariat Apostolik Ende.
Pada tanggal 25 Januari 1961, Tahta Suci Vatikan mendirikan Struktur Hieraikis Gereja Indonesia dengan enam Keuskupan Agung yaitu Jakarta, Semarang, Medan, Pontianak, Maskasar dan Ende. Untuk Keuskupan Agung Ende ditunjuk Mgr Gabriel Manek SVD sebagai Uskup. Keuskupan Agung Ende dengan keuskupan sufragan yaitu : Larantuka , Ruteng, Atambua, Denpasar, Weetebula, dan Kupang.
Lahirnya Keuskupan
Pada tanggal 14 Desember 2005 Vatican mengumumkan pembentukan Keuskupan Maumere dan menunjuk Mgr Vincentius Sensi Potokota Uskup Maumere yang pertama. Sejak itu, Keuskupan Mumere berjalan secara mandiri sebagai sebuah ordinaris otonom dengan seorang uskup sebagai pemimpin.
Setelah memimpin Keuskupan Maumere selama dua tahun, Mgr Sensi ditunjuk menjadi Uskup Agung Ende pada 14 April 2007. Keuskupan Maumere sempat mengalami Sede Vacante antara 14 April 2007–19 Januari 2008. Kekosongan kepemimpinan ini berakhir saat Tahta Suci menunjuk Mgr Gerulfus Kherubim Pareira SVD sebagai Uskup Maumere pada 19 Januari 2008.
Sekitar satu setengh tahun yang lalu, Mgr Kherubim telah mengajukan permohonan untuk pension yang kemudian telah disetujui oleh tahta suci. Sambil menunggu penggantinya, ia masih menjalankan kepemimpinannya secara aktif sebagai Uskup Maumere.
Uskup Baru
Hari ini, Mgr Kherubim mengakhir masa kepemimpinannya di Maumere setelah Tahta Suci menunjuk Mgr Ewaldus Martinus Sedu sebagai Uskup Maumere. Mgr Martinus dilahirkan di Penunjukkan mantan Praeses (Bapa Rumah) Seminari Tinggi St Petrus Ritapiret Maumere itu diumumkan oleh Mgr Kherubim di Wisma Keuskupan Maumere pada Sabtu, 14/7/2018, pukul 18.00 WITA.
Sebelum ditunjuk sebagai uskup, Romo Ewald termasuk dalam jajaran kuria Keuskupan Maumere. Imam lulusan Universitas Pontifical Salesian Italia ini menjadi Vikaris Jenderal. Selain itu, imam asal Bajawa ini juga menjadi Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Sikka.
Antonius E. Sugiyanto