Memasuki era “new normal” atau “kenormalan baru”, banyak umat rindu masuk gereja; ada keputusan pemerintah mengizinkan dengan segala macam protokolnya; ada keuskupan yang sudah memulai, ada yang sudah mempersiapkan, ada yang masih menunggu; dan ada kebutuhan untuk memberi makna secara teologis situasi ini. Karena itu Majalah hidup dan Hidup TV (Komsos KAJ) menggelar sebuah diskusi bertajuk Forum Majalah HIDUP: “Bagaimana Gereja Menghadapi “New Normal”? Dengan Keynote Speaker: Ignatius Kardinal Suharyo dan didukung para Narasumber yaitu 1. Rm. John Rusae (Sekretaris Eksekutif Komisi Liturgi KWI) 2. Rm. Adi Prasojo (Sekretaris Jenderal KAJ) 3. Rm. Moses Komela (Vikjen Keuskupan Agung Samarinda) 4. Rm. Gerardus Duka (Vikjen Keuskupan Agung Kupang) 5. Rm. Paulus Toni (Ahli Kitab Suci) 6. Rm. BS. Mardiatmadja (Teolog) 7. F. Hasiholan Siagian (Wakil Pemred HIDUP).
Mengawali diskusi daring, yang berlangsung Kamis, 11 Juni 2020, diperdengarkan rekaman video kata sambutan Ignatius Kardinal Suharyo yang memberi pendasaran dan pencerahan. Selain memberi pandangan tentang situasi “kenormalan baru” yang menuntut disiplin dan kerja sama demi kebaikan bersama, Bapa Kardinal menegaskan: 37 Keuskupan di Indonesia mengambil keputusan yang berbeda sesuai situasi masing-masing. Tetapi dengan prinsip dasar yang sama yaitu mematuhi peraturan pemerintah. Umat Katolik taat, disiplin pada kebijakan-kebijakan yang dimaksudkan untuk kebaikan bersama.
Khusus untuk Keuskupan Agung Jakarta, sebetulnya secara legal rumah ibadat sudah boleh dibuka, tetapi Keuskupan Agung Jakarta memutuskan untuk belum membuka gereja karena berhati-hati. Keuskupan masih mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan supaya tempat ibadah tidak jadi pusat penularan baru.
Bapa Kardinal meminta seluruh umat KAJ untuk tetap tenang dan mengikuti ibadah “secara online” seperti sebelumnya sambil menanti keputusan selanjutnya.
Berikut ini “transkrip” sambutan bapa kardinal yang bisa diikuti secara langsung lewat akun youtube HidupTV: https://youtu.be/7MtvXf2Jk90?t=464
TRANSKRIP SAMBUTAN IGNATIUS KARDINAL SUHARYO
Saudari-saudaraku yang terkasih, sekarang ini kita berada di dalam situasi, yang tidak seperti kita harapkan, kita tidak berpikir, bahwa tiba-tiba, wabah virus Corona 19 merebak begitu cepat bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia -sesuatu yang tidak kita duga dan mengejutkan dan tentu saja membuat kehidupan kita menjadi- dalam arti tertentu, tidak seperti biasanya- tidak normal.
Sudah 3 bulan kita menjalani situasi seperti itu, semua pihak berpikir, pemerintah berpikir, para ahli kesehatan berpikir, masyarakat berpikir, keluarga-keluarga berpikir: semua berpikir. Apakah kita akan berada terus di dalam situasi seperti ini? Jawabannya tentu jelas tidak, karena itu sejauh dapat saya tangkap, sekarang ini, berbagai macam pihak berbicara mengenai keadaan normal yang baru. Artinya apa, sejauh saya tangkap juga, bagaimana kita berusaha hidup di tengah-tengah situasi seperti ini, dengan berusaha menjalani kehidupan kita di dalam wilayah kehidupan yang bermacam-macam itu, sejauh mungkin normal, tentu saja karena keadaannya sendiri tidak biasa.
Yang namanya normal, -yang baru itu harus kita sesuaikan- kita mesti menyesuaikan. Cara kita berpikir, cara kita berperilaku, dari hal yang besar sampai yang kecil, supaya di dalam situasi khususnya wabah virus Corona 19 ini, hidup bisa berjalan lagi dengan baik, optimal, tidak mungkin maksimal, karena keadaan memang tidak memungkinkan. Oleh karena itu wilayah-wilayah kehidupan manusia, mesti menyesuaikan diri, entah itu tempat ibadah; entah itu pasar; entah itu tempat kerja; entah itu sekolah; rumah sakit; semua wilayah kehidupan manusia.
Kehidupan kita mesti menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru ini, hal ini tidak mungkin terjadi kalau tidak ada kerjasama yang baik. Hal ini tidak mungkin terjadi kalau tidak ada disiplin, untuk menjaga kehidupan bersama supaya tetap nyaman, supaya tetap aman untuk seluruh warga masyarakat.
Pasti hal-hal teknis harus dibicarakan secara teknis pula dan dirumuskan di dalam petunjuk petunjuk yang jelas harus diikuti; -karena kalau tidak- nanti wabah ini tidak akan pernah dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Tuntutan bagi kita semua masyarakat warga adalah semoga kita bertumbuh di dalam kedisiplinan, dalam kesadaran bahwa kesalahan kita yang sedikitpun di dalam hal ini akan sangat merugikan kehidupan bersama. Dan keutamaan yang saya kira harus tumbuh dan tidak mungkin tidak, adalah bahwa kita ini mesti menjaga Kebaikan Bersama, tidak untuk saya, tidak untuk kelompok saya, tetapi untuk kebaikan bersama.
Moga-moga kepada kita dianugerahkan kekuatan, keterbukaan hati, kecerdasan hati dan budi, untuk melihat keadaan ini dengan cara yang baru, artinya, yang baru itu, -menyesuaikan diri- dan yang sebetulnya bagi saya tidak baru, karena seharusnya yang dulu, yang normal itu, semua orang juga harus berpikir tentang kebaikan bersama, dengan cara pada waktu itu, sekarang kebaikan bersama itu juga tetap, prinsipnya tetap, tetapi karena keadaan baru mesti dimengerti secara baru pula, dan itu membutuhkan kecerdasan budi dan kecerdasan nurani, moga-moga kita semua bertumbuh di dalam kecerdasan-kecerdasan itu. Kita tunggu petunjuk-petunjuk teknis yang akan diberikan oleh pemerintah, oleh lembaga-lembaga yang berwenang dan oleh komunitas-komunitas yang menaungi komunitas-komunitasnya sendiri.
Sementara itu untuk kepentingan umat Katolik di gereja-gereja, kita semua tahu di Indonesia ini ada 37 Keuskupan, yang keadaannya sangat berbeda-beda. Yang bagus adalah bahwa masing-masing Keuskupan sudah membentuk suatu tim untuk memikirkan bagaimana, semua yang harus dilakukan itu, dilakukan dengan baik. Keputusan dari masing-masing keuskupan itu berbeda-beda, tetapi semua mengacu kepada peraturan yang diberikan oleh pemerintah, entah itu Departemen Agama; entah itu Gugus Tugas Khusus untuk penanggulangan Covid ini; intinya umat Katolik disiplin, taat kepada peraturan-peraturan yang sudah dibuat, pasti dengan maksud untuk kebaikan bersama itu.
Di Keuskupan Agung Jakarta sendiri, kita semua tahu meskipun secara legal, -katakanlah- rumah ibadat sudah boleh dibuka tetapi Gereja Katolik (KAJ) belum membuka gereja, -alasannya sederhana, kehati-hatian-. Supaya jangan pernah sampai terjadi tempat ibadah, gereja kita, menjadi tempat penyebaran yang baru. Sementara itu dari segi iman pun, tidak ada kesulitan; kita bisa beribadah, -seperti sekarang ini-, televisi sekurang-kurangnya menyiarkan satu minggu satu kali (TVRI), layanan livestreaming online terus diberikan; komuni batin itu bukan seolah-olah menerima Kristus, bukan! -seolah-olahnya sudah dicoret- kita sungguh-sungguh menerima kehadiran Tuhan secara rohani.
Banyak pelayanan-pelayanan yang memang belum bisa diberikan, tetapi kita percaya pelayanan fisik memang belum bisa diberikan, tetapi batin kita itu selalu ada di dekat Tuhan dan itulah yang paling penting. Kita terus berdoa semoga wabah ini cepat dapat diatasi; Kita berdoa semoga di tengah-tengah keadaan seperti ini, kita bertanya: Tuhan itu sebetulnya menghendaki apa dari kita, sehingga saya bayangkan ketika wabah ini sudah lewat, ada macam-macam kebaruan, yang bisa muncul justru pada masa yang khusus ini.
Jadi bagi Keuskupan Agung Jakarta untuk sementara ini, sampai menunggu keputusan tim yang memikirkan, gereja belum dibuka untuk umum, pelayanan ibadah lewat streaming, lewat Televisi Republik Indonesia setiap Hari Minggu dan yang lain-lain, disesuaikan dengan keadaan. Kita tetap tenang, kita tetap mencoba untuk menemukan kehendak Tuhan, di tengah keterbatasan-keterbatasan ini. Moga-moga kita semua dilindungi Tuhan.
Salam Sehat. Berlimpah berkah untuk anda sekalian, keluarga-keluarga dan komunitas anda. (mirifica.net)