HIDUPKATOLIK.COM-MASYARAKAT Indonesia siap menghadapi kehidupan baru (new normal) sebagai dampak dari adanya pandemi Covid-19. New normal harusnya bukan sebuah euforia kebebasan dari virus ini, bukan juga sebuah aktivitas normal tanpa syarat. Di masa new normal, pandemi tidak berakhir, sebaliknya justru data pesebaran Covid-19 cukup meningkat.
Banyak ahli menilai masa transisi Covid-19, belum terkontrol semestinya. Meski beberapa provinsi atau kabupaten dan kota berhasil tetapi masih banyak yang lalai dalam masa transisi ini. Salah satunya adalah belum ada kewaspadaan dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan.
Atas situasi ini Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) terpanggil mengadakan webinar, “Sarasehan Kebangsaan Dies Natalis ISKA ke-62″. Sarasehan kali ini mengulas tiga aspek yaitu kesehatan, pendidikan, hingga aspek ekonomi di era new normal.
“Kita harus secara bersama mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berdisiplin dan peduli pada kesehatan diri dan kesehatan lingkungan sekitar agar wabah penularan virus Corona dapat dicegah, tapi produktivitas juga tetap terjaga,” ujar Ketua Umum Presidium Pusat ISKA Hargo Mandirahardjo saat membuka acara webinar di Jakarta, Sabtu, 13/6.
Webinar Dies Natalis Ke-62 ISKA ini menghadirkan para panelis yaitu Deputi Bidang Koordinator Peningkatan Kesehatan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Agus Suprapto, anggota Komisi X DPR RI yang sekaligus juga sebagai Ketua Dewan Pakar PP ISKA, Adrianus Asia Sidot, dan Staf Khusus Menteri Keuangan yang juga Anggota Dewan Pakar PP ISKA, Yustinus Prastowo. Dengan Moderator webinar yaitu Fransisca Romana, Pengurus PP ISKA Bidang Hukum dan Perundang-undangan.
Hargo menambahkan tepat 22 Mei 2020 lalu, ISKA memperingati dies natalis. “Dalam usia demikian, ISKA selalu berkomitmen tetap hadir dan ikut peduli dalam merawat komitmen kebangsaan. Komitmen itu sebagaimana dituangkan dalam adegium menjadi 100% Katolik dan menjadi 100% Indonesia,” ujar Hargo.
Komitmen itu, menurut Hargo, ditunjukan lewat usaha para cendekiawan Katolik untuk memegang teguh rasa persatuan. Spirit intelektual dilandasi iman kekatolikan menjadikan setiap anggota ISKA terpanggil untuk diutus ke tengah-tengah bangsa. Lanjutnya, nilai-nilai kekatolikan seperti kepedulian, rasa solidaritas, gotong royong dengan sesama komponen dan Ormas Katolik adalah nilai-nilai kehidupan yang dihidupi ISKA.
“Semangat ini membuat ISKA terpanggil di tengah pandemi ini. Kami bersama-sama bergerak membantu mendistribusikan APD ke beberapa Rumah Sakit atau Klinik Katolik di berbagai wilayah di Indonesia,” sebut Hargo.
Trisula Penanganan Covid-19
Mengawali webinar, Agus Suprato menjelaskan tentang istilah new normal yang baginya bukan sebuah istilah baru. Sebab ratusan tahun lalu istilah ini mengacu pada adaptasi kebiasaan baru, great reset atau rehabilitasi dan rekonstruksi.
Terkait penanganan Covid-19, Agus memaparkan bahwa tak bisa dipungkiri grafik kenaikan kasus Covid-19 masih meningkat. Ia memberi contoh Provinsi Jawa Timur, setiap hari grafik kenaikan Covid-19 cukup tinggi. “Artinya, sistem penanganan kasus atau juga pengawasan kesehatan di daerah masih lemah,” jelasnya.
Persoalan lain, yang bisa dianggap akar persoalan dalam penyebaran kasus ini adalah pemerintah dan para ahli belum mengetahui kapan persis kasus ini masuk di Indonesia. Maka itu, Agus mengusulkan agar setiap orang perlu berdamai dengan Covid-19.
Karena itu, katanya, Kemenko PMK mempunyai grand strategy yaitu trisula penanganan Covid-19. Trisula penanganan tersebut untuk menghadapi ancaman kemiskinan akut, termasuk kerawanan sosial yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19. Pertama, jaringan pengaman sosial. Kedua, pengendalian penyebaran Covid, khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) dan ketiga, survabilitas ekonomi.
“Jaring pengaman sosial itu penting, karena Covid tidak hanya berdampak bagi kesehatan saja, namun juga berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Teror Covid ini menyebabkan teror di bidang lain juga, yaitu di bidang ekonomi. Kita misalnya mendengar istilah bahwa ‘hungry man is an angry man’. Inilah yang kita mesti hati-hati menyikapinya,” pesan Agus.
New Normal, New Behavior, New Mindset
Di waktu yang sama, Adrianus Asia Sidot lebih menggarisbawahi kesiapan pemerintah menghadapi new normal. Menurutnya dalah situasi new normal adalah new behavior dan karena itu harus ada juga new mindset.
“Maka itu, inilah kesempatan bagi kita bangsa Indonesia untuk mengubah sistem dengan yang lebih mumpuni,” ujarnya. Pandemi ini, katanya, membawa sebuah blessing in disquise. Di satu sisi membawa kondisi darurat, tapi di sisi lain membawa tantangan baru di segala bidang kehidupan, salah satunya di sektor pendidikan.
Adrianus memberi contoh di bidang pendidikan misal, belajar online harus terus diperbaiki dan disempurnakan. Kemendibud telah mengkampanyekan merdeka belajar, atau kampus merdeka, maupun guru merdeka. Tetapi berharap pada situasi itu saja, bagi Adrianus tak cukup. Ia mengusulkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar menyusun blue print pendidikan kita.
Kepada Kominfo, Adrianus juga mengusulkan perbaikan jaringan, sinyal HP di daerah 3T agar mereka juga sampai pada era internet of thing.
“Sekarang ini kita belum memilikinya. Karena itu, pendidikan kita tanpa arah, tidak tahu fokusnya ke mana. Di masa new normal ini, kita harus sudah harus memiliki paradigma baru pendidikan. Bila dulu sekolah satu-satunya tempat belajar, guru adalah satu-satunya serba tahu, di masa new normal ini bukan lagi seperti itu. Orang bisa menggunakan masjid, rumah panjang, dan tempat lain sebagai rumah belajar,” harapnya.
Meninjau Ulang Prioritas Ekonomi
Dari pandangan ekonomi, Yustinus Prastowo mengakui bahwa banyak hal berubah di masa pandemi ini. Jika selama ini manusia bergantung pada pasar, kini pasar lumpuh. Karena itu, negara mau tidak mau mengambil peran tersebut. Misalnya, peran dalam mendistribusikan APD, atau mendistribusikan berbagai bantuan sosial. Peran itu juga kini diambil masyarakat, dan para relawan.
Yustinus menjelaskan di masa pandemi, segala sesuatu menjadi terang benderang. Jika sebelumnya kita yakin memasuki industri 4.0, maka saat ini kita lihat betapa sangat lemah industri itu. “Covid ini memberi kita kesempatan untuk meninjau ulang tentang arah ekonomi, prioritas kita,” ujarnya.
Dalam situasi ini, lanjutnya, ekonomi dan kesehatan bukan dua hal yang harus dipertentangkan. Mengantisipasi situasi ini, Yustinus berharap agar dalam sitausi new normal, jangan sampai tidak produktif. “Jangan sampai kita tidak terpapar Covid, tetapi terkapar oleh ekonomi,” kata Yustinus.
Dalam konteks pemberi bantuan, pemerintah telah mengucurkan dana penanganan Covid menjadi Rp 677 triliun. Ini anggaran yang terbesar sepanjang sejarah.
“Bansos baru kita alokasikan untuk 50 persen dari populasi warga yang mendapat bansos. Ini desain dari negara kesejahteraan. Subsidi untuk UMKM, koperasi juga diberikan. Semua bunga ditanggung pemerintah, sehingga setelah recovery mereka bisa cepat tumbuh. UMK diberi akses permodalan, diberi jaminan oleh Jamkrindo, Askrindo. Pajak pelaku UKM dtanggung pemerintah. BUMN juga mendapat suport agar mereka tetap bisa melayani publik. Kita betul-betul all out, supaya bisa dipastikan ekonomi bisa menopang kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Kepada ISKA sendiri, Yustinus meminta agar ISKA lebih banyak mengambil peran membantu pemerintah dalam melakukan diseminasi informasi. “Yang dibutuhkan ke depan yaitu pemerintah yang profesional, lincah bergerak, yang mahir terhadap digitalisasi. Pandemi ialah sebuah portal, gerbang, tempat kita ingin masuk ke dalam sebuah fase. Maka itu ISKA juga harus turut ambil peran membantu pemerintah dalam situasi ini,” demikian Yustinus.
ejalan dengan harapan Yustinus, Hargo mengajak semua komponen ISKA agar bergandeng tangan membantu pemerintah sebisa mungkin. “Mari kita membantu pemerintah agar programnya berjalan baik. Mari kita jaga kesehatan, solidaritas juga harus kita jaga. Orang yang berlebih harus bisa memberi. Kita harus bisa bergotong royong, karena persoalan ini adalah persoalan kita semua. Kita semua harus tergugah untuk berbuat sesuatu bagi sesama kita,” pungkas Hargo.
Yusti H. Wuarmanuk