HIDUPKATOLIK.COM— Ketika negara Paman Sam dicengkeram oleh kerusuhan yang meluas selama akhir pekan untuk menanggapi pembunuhan seorang pria kulit hitam tak bersenjata oleh seorang petugas polisi pekan lalu, para pemimpin Gereja Katolik ikut mengambil sikap. Mereka mengatakan peristiwa yang baru saja terjadi ini berfungsi sebagai “panggilan untuk bangkit” akan isu rasisme yang terus mengakar. Isu ini telah menjangkiti negara adidaya tersebut dan mendorong protes tanpa kekerasan sebagai cara perlawanan yang efektif.
Pada hari Jumat, 29/5, Konferensi Waligereja Amerika Serikat (USCCB) mengambil langkah yang tidak biasa dengan mengeluarkan pernyataan bersama yang ditandatangani oleh tujuh kepala komite. Mereka menyebut kematian George Floyd dan serangan-serangan besar lainnya terhadap orang-orang kulit berwarna sebagai seruan yang perlu dijawab oleh kita masing-masing dengan semangat pertobatan yang teguh. “Kami patah hati, muak, dan marah menonton video tentang seorang pria Afrika-Amerika terbunuh di depan mata kami,” tulis para uskup.
Tulisan itu melanjutkan, “Meskipun diharapkan bahwa kita akan memohon protes damai tanpa kekerasan, dan tentu saja kita lakukan, kita juga berdiri dalam dukungan penuh semangat dari masyarakat yang mengerti maksud amarah itu. Lanjutnya, “Terlalu banyak komunitas di negara ini yang merasa suaranya tidak didengar, keluhan mereka tentang perlakuan rasis tidak diindahkan, dan kami tidak melakukan cukup banyak untuk menunjukkan bahwa perlakuan maut ini bertentangan dengan Injil Kehidupan.”
Para penandatangan nota protes itu termasuk kepala komite ad hoc melawan rasisme, bersama dengan kepala Komite untuk Kegiatan Pro-kehidupan dan Komite untuk Keadilan Domestik dan Pembangunan Manusia, di antara ketua komite lainnya dalam front persatuan.
Upaya itu ditindaklanjuti kurang dari 48 jam kemudian dengan pernyataan selanjutnya oleh Ketua USCCB, Mgr. Jose Gomez, yang menyebut kematian Floyd sebagai tidak wajar dan brutal, sebuah dosa yang menjerit langsung ke surga untuk meminta keadilan. Uskup Agung Los Angeles ini bertanya mengacu pada video berdurasi 8 menit yang menjadi viral karena menunjukkan Floyd berseru tidak bisa bernapas karen seorang petugas menindih lehernya dengan kakinya, “Bagaimana mungkin di Amerika, kehidupan seorang pria kulit hitam dapat diambil darinya begitu saja sementara permohonan bantuannya tidak dijawab, dan pembunuhannya direkam saat itu terjadi?”
Mgr. Gomez mengajak semua orang harus memahami bahwa protes yang terjadi di kota-kota Amerika Serikat ini mencerminkan frustrasi dan kemarahan yang dibenarkan dari jutaan saudara dan saudari kita yang sampa hari ini pun mengalami penghinaan, penghinaan, dan perlakuan tidak setara karena ras atau warna kulit mereka. “Seharusnya tidak seperti ini di Amerika. Rasisme telah ditoleransi terlalu lama dalam cara hidup kita.”
Mgr. Gomez pun sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Pendeta Martin Luther King,Jr, bahwa kerusuhan adalah bahasa yang belum pernah terdengar. “Sekarang kita harus banyak mendengar. Kali ini, kita seharusnya tidak gagal mendengar apa yang orang katakan melalui rasa sakit mereka. Kita akhirnya perlu membasmi ketidakadilan rasial yang masih menginfeksi terlalu banyak area masyarakat Amerika, “ tuturnya
Berusaha untuk mendorong bentuk protes damai, Mgr. Gomez mencirikan kekerasan yang terjadi baru-baru ini sebagai tindakan merusak dan mengalahkan diri sendiri. “Tidak ada yang diperoleh dengan kekerasan sebab begitu banyak yang hilang,” tulisnya. “Mari kita perhatikan hadiah perubahan sejati dan abadi. Protes yang sah tidak boleh dieksploitasi oleh orang-orang yang memiliki nilai dan agenda yang berbeda. Membakar dan menjarah komunitas, merusak mata pencaharian orang lain, tidak memajukan penyebab kesetaraan ras dan martabat manusia,” ungkapnya.
Felicia PermataHanggu