HIDUPKATOLIK.COM SEORANG anak kecil difabel tergerak oleh belaskasih nuraninya
yang bening mengambil dua celengannya. Ia lalu mendonasikan seluruh tabungannya itu bagi korban yang terdampak langsung pandemi Covid-19 ini. Di tempat lain, seorang ibu, yang sudah berumur, menggantungkan beberapa bungkus mie instan di pagar rumahnya yang terkunci. Setiap orang yang lewat boleh mengambilnya. Tentu saja, intensi mulia dari sang nenek adalah untuk mereka yang paling membutuhkan, yang kehilangan mata pencaharian karena aturan dan imbauan pemerintah untuk bekerja, berdoa, dan belajar dari rumah.
Anak kecil dan nenek ini, hanyalah potret kecil dari sekian banyak (barangkali jutaan) wajah yang tampil di media arus utama dan media sosial akhir-akhir ini. Wajah yang memperlihatkan rasa solidaritas yang tinggi, kedalaman ketulusan hati yang spontan untuk menolong sesama yang membutuhkan. Ketika Tajuk majalah ini pada edisi 16, 19 April 2020, menulis tentang sebuah biara suster di Sikeben, Sumatera Utara, yang kehilangan pemasukan, ada pembaca yang menghubungi kami menanyakan nomor telepon biara itu. Sang penelepon itu ingin memberi bantuan kepada para suster yang selama ini memproduksi hosti dan lilin untuk gereja-gereja dari pelbagai paroki dan stasi di wilayah ini.
Sejak diumumkan Presiden Joko Widodo bahwa ada korban Covid-19 yang meninggal di Indonesia awal Februari 2020 lalu, kita terperangah, kaget, dan tampak gamang harus berbuat apa. Kejadian di Wuhan, Tiongkok, tak lagi jauh, tetapi sudah di depan mata. Saat tulisan ini diturunkan, Jumat, 1/5/2020, di beberapa kota/kabupaten/provinsi malah terjadi kenaikan korban positif korona, meninggal dunia, Orang Dalam Pemantauan, Pasien Dalam Pengawasan.
Namun, bersamaan dengan situasi krisis ini, selain pemerintah, lembaga-lembaga sosial swadaya masyarakat pun bergerak tanpa dikomando. Celah ketidaksigapan pemerintah dalam menanggulangi pandemi seolah tertutupi sedikit banyak oleh peran lembaga-lembaga sosial kemanusiaan entah internal agama atau lintas agama. Gerakan pengumpulan dana spontan terjadi di pelbagai kalangan seperti acara donasi para pesohor dengan tagar di rumah saja.
Di lingkungan Gereja Katolik, lembaga-lembaga yang selama ini sudah berkarya untuk kemanusiaan seperti Lembaga Daya Dharma Keuskupan Agung Jakarta (LDD-KAJ), BaKkat, Caritas Indonesia, PSE, Jaringan Katolik Melawan Covid-19 (JKMC), dan masih banyak lembaga lagi, yang tak kenal lelah, terus bergerak menyalurkan bantuan sembako atau pun alat-alat-kesehatan. Muncul pula lembaga yang menawarkan pendampingan psikologis bagi orang-orang yang mulai mengalami gangguan kesehatan mental akibat situasi yang mengunci ruang gerak fisik. Anak-anak, remaja, mahasiswa, lapisan warga yang lain pun mulai mengalami kejenuhan.
Di tengah situasi kegelapan dan krisis ini, pendar-pendar cahaya bermunculan di pelbagai tempat dan dari beragam kalangan masyarat. Pendar-pendar yang menyinarkan cahaya optimisme dan harapan. Bahwasanya, dengan semangat gotong-royong, rela berkorban dan berbagi, dengan disiplin yang tinggi, bangsa ini akan mampu melewati pertarungan melawan pandemi ini dalam waktu singkat. Inilah spirit yang harus dirawat dan diperkuat terus.
HIDUP NO.19, 10 Mei 2020