HIDUPKATOLIK.com – Halo Pastor, saya mau bertanya: mengapa Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah dirayakan pada tanggal 1 Januari (Tahun Baru Masehi)? Dan mengapa Gereja menyatakan Maria adalah Bunda Allah?
Thomas, Surabaya
Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah ditetapkan pertama kali oleh Paus Pius XI dalam Ensiklik Lux Veritatis (Cahaya Kebenaran) 25 Desember 1931. Paus promotor gigih perdamaian ini (1922 -1939), mengeluarkan ensiklik untuk memperingati 1500 tahun Konsili Efesus (431), konsili yang menetapkan Dogma Maria Bunda Allah. Awalnya liturgi ini dirayakan pada 11 Oktober, tetapi dalam pembaruan liturgi 1970 perayaaannya dipindahkan ke 1 Januari.
Pemindahan itu tentu mempunyai pertimbangan baik. Tanggal 1 Januari adalah tepat hari kedelapan, dihitung sejak 25 Desember, oktaf Natal, saat bayi Yesus disunatkan dan diberi nama
(Luk. 2:21). Hari Yesus disunatkan ini kini dirayakan sebagai Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah. Dengan demikian misteri Maria yang istimewa ini diangkat dalam rangkaian perayaan Natal, tetapi juga hakikat keallahan dari putra yang dilahirkannya mau direnungkan secara khusus.
Tentang mengapa Maria disebut sebagai Bunda Allah diuraikan juga dalam ensiklik tersebut, dengan merujuk pada Konsili Efesus. Pada waktu itu Nestorius, karena kekhawatiran akan pengagungan akan Maria yang berlebihan yang memandang Maria bagaikan Dewi (goddess), mengajarkan bahwa Maria hanya melahirkan Yesus sebagai manusia saja. Ketubuhannya, atau
kodrat kemanusiaan Yesus itulah yang dilahirkan oleh Ibu Maria. Konsekuensinya Nestorius menyebut Maria sebagai Bunda Kristus (Christotokos), tetapi bukan sebagai Bunda Allah sebagaimana sudah menjadi iman umat pada waktu itu.
Konsili melawan ajaran Nestorius. Tokohnya adalah Cyrillus dari Alexandria. Pandangannya disetujui Gereja, yaitu bahwa Maria sungguh-sungguh dapat disebut sebagai Bunda Allah
(Theotokos), sebab yang dilahirkannya adalah sungguh-sungguh Allah yang menjadi manusia.
Sejak mulai dikandung dalam rahim perawan Maria, dua kodrat, kodrat keallahan dan kodrat kemanusiaan, bersatu secara hypostatis, tak dapat dipisahkan tetapi juga tidak lebur satu sama lain (sehingga masing-masing kodrat hilang dan
sebagai gantinya menjadi satu kodrat yang lain). Berkat keputusan kehendak kebaikan Allah, yang Ilahi mengambil daging dari rahim Maria dan sebagai kesatuan Allah-manusia sedemikian itu Ia dilahirkan oleh ibunya. Dengan demikian Maria sungguh-sungguh Bunda Allah, meskipun Maria tetaplah manusia seperti kita.
Gelar Bunda Allah ini sebenarnya menguatkan misteri inkarnasi sendiri. Yesus adalah sabda yang bersama Allah pada awal mulanya dan kini menjadi daging serta tinggal di antara kita. Ia adalah Immanuel, Tuhan beserta kita. Keallahan-Nya bukan hanya secara adoptif (bdk. bidaah adoptianisme, yang menyebut Yesus itu manusia dan kemudian diangkat). Juga dalam Yesus kodrat kemanusiaannya tidak hilang atau lebur (bdk. ajaran Monophysitisme). Sebaliknya Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia.
Penempatan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah pada tanggal 1 Januari juga mempunyai dampak penting. Dengan perayaan pada awal tahun ini, seluruh tahun kini diletakkan di bawah perlindungan doa penuh kuasa dari ibu yang melahirkan Allah Putera. Layaklah bahwa pada hari itu doa klasik “Hendak Berlindung” (Totus Tuus Maria) didaraskan. Menjadi lengkap
dan indah lagi, tanggal 1 Januari bagi umat Katolik juga merupakan Hari Perdamaian Sedunia yang mulai dirayakan sejak Paulus VI 1968; Gereja dibantu oleh Bundanya memohon kepada Allah
untuk mengaruniakan damai yang sejati.
Pastor Gregorius Hertanto MSC
HIDUP NO.01 2020, 5 Januari 2020